Part 48

320 19 0
                                    

Setelah benar-benar sembuh Mario akhirnya membawa Dea untuk tinggal di apartemennya. Mario beralasan bahwa dia ingin hidup mandiri. Dari sisi Dea sendiri, sebenarnya dia sangat senang jika bisa tinggal di rumah Brian atau rumah Bara. Di rumah Brian, dia bisa berbincang santai dengan Feinya. Apalagi saat ini Feli juga tinggal di rumah Markus selama kehamilannya. Mereka sering berkumpul bersama sambil menunggu Mario datang. Sementara di rumah Bara, Dea bisa menghabiskan waktunya dengan bermain dengan Ronald. Sedangkan apabila Dea di apartemen Mario, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu Mario dari kantor dan dia hanya sendirian di apartemen Mario. Mario bukannya tidak mengetahui itu semua. Akhirnya, Mario mengijinkan Dea untuk bekerja di Kitchen Up, resto milik Tian. Tapi, Dea hanya bisa bekerja jika Mario juga bekerja. Itu artinya, Dea hanya bisa bekerja sesuai dengan jam kerja Mario dan Dea hanya bisa ke resto milik Tian itu jika dan hanya jika diantar dan dijemput oleh Mario.

"Bang, abang gak kepengen gitu honeymoon? Kemana gitu? Masak penganten baru cuman ngerem doang di Jakarta?" Tian iseng bertanya kepada Mario saat abang iparnya itu saat Mario menjemput Dea.

"Ahh... Sebenernya pengen tuh. Ke pantai gitu. Maen air, lihat sunset, minum kelapa muda. Seru. Cuman masalahnya istri gue suka sama kegiatan alam gitu. Lo liat tuh, kalau udah liat dapur langsung dah matanya ijo" Dea memang sangat menyenangi dunia kuliner. Masak memasak sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan darinya.

"Seneng dong bang harusnya. Kan dimasakin terus tuh. Enak juga kan masakannya Dea?" Ujar Tian. Tian tahu bahwa Mario sekarang dalam tahap adaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan dari Dea. Wajar bukan jika suami istri tahu bagaimana kebiasaan masing-masing setelah mereka menikah.

"Seneng sih. Enak gitu makanannya. Cuman ya kadang kangen kayak dulu. Maen ke pulau komodo, diving, pake perahu phinisi."

"Nah, kenapa gak coba abang kenalin hobi abang juga? Coba ajaklah Dea pergi kemana gitu. Tapi ya jangan yang langsung extrem kayak Pulau Komodo, Raja Ampat atau Bunaken. Bali atau Lombok alamnya oke, tapi masih dalam level friendly kan" Kondisi sekarang terbalik. Mario terlihat seperti sedang berkonsultasi dengan Tian, sedang Tian seolah memberi petuah-petuah kepada Mario.

"Bingung gue ngomongnya. Kalau dia nolak gimana?"

"Abang kan bisa bilang kalo pengen liburan plus honeymoon. Abang juga bisa pake alasan mau meeting di luar kota dan pengen Dea ikut. Banyak bang alasan yang bisa dipake. Soal berhasil apa enggak, kan belum dicoba, bang. Coba aja dulu. Pelan-pelan. Biar Dea juga bisa kenal juga dengan dunianya abang" Mario mengangguk. Tampaknya dia menyetujui usulan dari adik iparnya itu. Sekarang otaknya memikirkan strategi apa yang harus dia pakai untuk mencoba mengenalkan dunianya kepada Dea. Sedang mereka berbincang, tiba-tiba Dea datang dari arah dapur. Dia berjalan mendekati meja yang sekarang ditempati oleh Tian dan Mario.

"Maaf ya bang. Dea kelamaan ya bang?" Dea merasa bersalah, karena keasikan menyiapkan makanan buat menu besok, dia sampai lupa jika Mario sudah menunggunya.

"Gak masalah De. Ditemenin Tian kok" Sahut Mario.

"Bohong De.. Tuh abang udah marah tadi. Pake gebrak-gebrak meja juga malahan. Wuuiihh pokoknya.........." Seperti menemukan celah untuk menggoda Mario, Tian langsung menemukan ide usil. Tapi, sebelum dia menyelesaikan kalimat isengnya, Mario langsung menyela

"Tiiiaaaannn..." Mario menggeram kesal. Sedari tadi dia cuman duduk, menikmati capuccino dan mengobrol dengan Tian, bagaimana bisa dia menggebrak meja?

"Tuh.. Tuh... Tuh.. Liat kan De... Tuh.. Mulai keluar tuh asepnya..." Tetap saja Tian menggoda Mario.

"Udah.. Pulang yuk De. Abang capek" Tanpa berpamitan, Mario lalu menggenggam tangan Dea dan meninggalkan resto. Daripada terus menerus kena ejekan dari Tian, Mario memilih pulang. Tidak ada pilihan lain bagi Dea selain mengikuti apa kata suaminya itu.

Malamnya, setelah mereka makan malam, Mario dan Dea bersantai sambil menonton film. Dea bersandar pada dada Mario dan Mario dengan asyiknya memainkan rambut Dea. Sesekali menciumi rambut dea yang beraroma shampoo mint.

"De, kita honeymoon yuk. Masakan tadi tuh abang diledekin sama Tian. Katanya penganten baru kok gak honeymoon. Gak lengkap katanya" Dea lalu mendongak, melihat ke arah Mario.

"Emang abang mau ngajak Dea kemana?" Tanya Dea penasaran.

"Hm.. Kamu maunya kemana? Di Indonesia aja atau kita ke luar negeri?" Mario justru bertanya balik ke Dea.

"Dalam negeri aja bang. Dea gak punya paspor. Hm.. Enaknya dimana ya? Abang tuh kan seneng banget sama pantai, apa kita ke tempat yang ada pantai yang bagus. Abang udah kemana aja selama ini?"

"Bali, Lombok, Bunaken, Raja Ampat, Pulau Komodo kayaknya udah abang datengin sih. Atau kamu mau yang lain?"

Dea dan Mario menghabiskan malam itu dengan sedikit diskusi soal honeymoon. Mario tidak menyangka ternyata tidak ada penolakan sama sekali dari Dea ketika dia mengajaknya untuk honeymoon. Benar juga kata adik iparnya, kalau tidak dicoba, maka tidak akan tahu. Banyuwangi, menjadi destinasi yang mereka pilih. Mario memilihnya karena dia sendiri penasaran dengan beberapa obyek wisata di sana, sementara Dea sendiri juga penasaran dengan kuliner khas Banyuwangi teruma fusion food-nya.

Pagi harinya, Mario dibuat berang saat melihat pesan yang dikirim oleh Richard. Richard pagi ini mengirimkan pesan jika perkebunan teh milik Penta Agri dirusak oleh orang yang tidak dikenal. Beberapa pohon teh dibabat dengan tidak beraturan sehingga daun teh yang siap dipetik pagi itu menjadi berserakan. Daun teh yang sudah dipetik dan disimpan di gudangpun juga menjadi sasaran perusakan. Beberapa mesin pengering dan tempat fermentasi daun teh dirusah dengan paksa.

"De, ini abang harus luar kota. Ada beberapa kerjaan dadakan. Kayaknya harus nginep juga. Gak bisa sehari selesai" Mario sengaja tidak memberi tahukan kepada Dea mengenai hal ini. Dia takut jika Dea akan shock. Dewa, Anissa dan Devon juga meminta Mario untuk tidak memberitahukan kondisi itu kepada Dea.

"Yaahh.. Masak Dea sendirian di sini bang."

"Kamu mau ke tempatnya daddy mommy atau ke tempatnya ayah bunda?" Mario memberikan alternatif tempat tinggal selama dia ke Bandung untuk mengurusi perkebunan.

"Dea ke tempat ayah bunda aja. Kan ada kak Feinya sama kak Feli di sana. Banyak temen kalau di tempat ayah bunda. Trus kalau mau ke resto tinggal bareng aja sama kak Tian" Jawab Dea. Mario hanya menganggukkan kepala tanda persetujuan darinya.

Sampai di kantor, Mario sudah tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. Wajahnya yang selama ini cerah ceria setelah dia menikah dengan Dea, pagi ini kembali menjadi datar dan dingin.

"Chad, lo dah tau siapa di balik ini semuanya?" Tanya Mario dingin. Aura kemarahan terlihat dari tatapan matanya.

"Refan. Dia ingin balas dendam soal Leo. Dia udah ada di tangan kita sih bos"

"Emang lo apain Leo? Lo bunuh dia ya?" Malam itu, Mario hanya meminta Richard membereskan Leo, tanpa tahu bagaimana orang kepercayaannya itu menjalankan perintahnya.

"Enggaklah. Gak kejem-kejem banget buat ngebunuh Leo."

"Trus, lo apain tuh orang?"

"Cuman gua kasih suntikan perusak sistem syaraf otak bos. Trus abis itu gua kirim ke rumah sakit jiwa, jadi tuh Leo masih bisa nikmati kamar privat sama makan gratis dari rumah sakit jiwa." Jawab Richard santai, seolah dia melakukan itu sudah sangat biasa.

"Oke, kita ke Bandung sekarang. Pastiin Refan gak kabur! Gue pengen tahu siapa yang udah berani-beraninya nyentuh keluarga gue di Bandung!" Mario bergegas berdiri. Richard mengikuti dari belakang. Mereka segera menuju ke basement, mengambil mobil dan menuju Bandung. Richard yang saat itu memegang kemudi melarikan mobil itu dengan kecepatan yang cenderung tinggi. Dia sendiri juga tidak sabar untuk bisa mengetahui keadaan perkebunan yang rusak akibat ulah Refan.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Where stories live. Discover now