Part 40

333 19 2
                                    

Hari minggu siang ini biasanya digunakan untuk bersantai, namun berhubung hari ini adalah hari syukuran kepindahan dari Brian dan Mentari maka jadilah hari ini semuanya berkumpul. Seluruh keluarga dekat dari Brian dan Mentari datang semuanya. Bahkan keluarga Surya dan keluarga Wisesa juga datang semuanya. Hanya Bara dan Lina yang tidak bisa hadir, karena Ronald yang masih sangat rentan untuk dibawa bepergian. Semuanya turut bergembira atas rumah baru dari Brian. Selesai acara pemberkatan rumah, mereka semua menikmati makan siang bersama. Brian memang mengadakan open house untuk menyambut mereka semuanya. Saat Mario mengambil makan siangnya, tiba-tiba dia membulatkan matanya. Berkali-kali disuapnya makanan yang ada di piringnya itu. Dikecapnya makanan itu sambil keningnya berkerut seolah memikirkan sesuatu.

"Ayah, ini makanannya siapa yang masak? Kok sama ya kayak masakannya Dea?" Rasa penasaran Mario akhirnya tidak tertahan juga. Dia lalu menghampiri Brian dan dengan segera bertanya untuk memuaskan rasa penasarannya.

"Kamu itu kalo kangen jangan semua-semuanya disangkutin ke Dea lah. Kalau Dea yang masak, ya pasti dia ada di sini tho." Jawab Brian santai.

"Beneran yah, ini itu mirip banget sama masakannya Dea. Kan selama ini Dea masak waktu di rumahnya Iyok. Gara-gara masakannya Dea juga Iyok sekarang nge-bekel kalau ngantor. Makanya Iyok inget banget gimana rasanya masakannya Dea" Mario masih mencoba bertahan dengan pendapatnya.

"Kamu itu kok ngeyel. Tuh, kamu nanya aja sama Tian kalau gak percaya. Soal makanan acara open house ini, itu semuanya Tian yang prepare." Jawab Brian. Mario segera meletakkan piringnya dan bergegas menemui Tian yang saat itu sedang duduk bersantai sambil bermain dengan baby Deo yang saat itu ada di box bayi.

"Tian, ini makanan semuanya lo yang ngurus?" Tanya Mario straight to the point ke Tian

"Iya sih bang. Emang kenapa? Gak enak ya? Menunya gak cocok?" Tanya Tian selanjutnya.

"Gak sih, cuman kenapa kok rasanya mirip banget ya sama masakan Dea? Beneran. Mirip banget. Apalagi nasi goreng sea foodnya. Beneran ini kamu yang ngurus semuanya?" Mario kembali menegaskan kecurigaannya pada Tian. Menurutnya, makanan yang dia makan saat ini sangatlah mirip dengan masakan yang biasa dibuatkan Dea untuknya.

"Beneran bang. Cuman memang Tian masaknya bukan di De Urban. Tian masaknya di Kitchen's Up." Kitchen's Up sendiri adalah resto kedua milik Tian. Konsepnya lebih kepada buffet dengan harga lebih ekonomis sehingga terbiasa masak dengan porsi yang besar.

"Tapi yang masak siapa?"

"Ya kokinya Tian lah. Emang siapa lagi? Kalau resepnya, beberapa malah pake resepnya kak Feli. Emang lagi kangen sama Dea bang? Ampe segitunya" Kata Tian selanjutnya.

Mario lalu memilih untuk pergi menuju kamar atas yang memang akan menjadi kamarnya jika dia bermalam di rumah tersebut. Dilihatnya disainnya memang sama seperti yang dia mau. Simple dan gak terlalu banyak ornamen di sana. Persis seperti yang dia mau. Dia melihat satu koper besar dan satu koper berukuran cabin size yang akan dia bawa menuju ke Bitung. Mario dan Reynald memang berencana flight ke Manado sore setelah acara open house selesai. Mario lalu masuk ke kamar mandi, mencuci mukanya dan mengusap dengan kasar

"Apa iya sampe segitunya gua kangen sama Dea? Segitunya sampe ngerasain makanpun kayak Dea yang masakin?" Mario bergumam sendiri di depan cermin wastafel. Dia menyalakan lagi air dan kembali membasahi wajahnya. Setelah mengeringkan wajahnya Mario segera keluar dan kembali bergabung dengan seluruh kerabatnya. Sangat tidak elok jika dia justru bertahan di kamarnya sedangkan seluruh keluarga besarnya ada di bawah. Sesampai di bawah, Mario justru mendapati semuanya keluarganya berkumpul di sana di satu tempat. Padahal, saat dia naik tadi mereka tengah berpencar di sekeliling rumah baru Brian

"Ada apa ini? Kok ngumpul? Lagi ada arisan?" Tanya Mario santai berusaha menetralkan pikirannya yang selalu tertuju pada Dea.

"Hush, kamu itu. Tadi itu Feinya, adek kamu bikin pengumuman. Kamu bakalan punya ponakan" Ujar Mentari berbinar setelah tadi sebelumnya Feinya mengatakan jika dia hamil. Tentu ini kabar yang sangat menggembirakan untuk semuanya. Markus dan Siska yang baru saja mendapatkan cucu dari Joenathan dan Anne juga tidak kalah senangnya. Apalagi ini adalah cucu dari Tian, yang bisa dibilang sekarang menjadi anak kesayangan dari Markus.

"WHAT? Waahh... Lo ya berani ngelangkahin gua lagi ya. Dulu ngelangkahin nikahin Feinya, sekarang lo ngelangkahin gua juga" Mario berucap santai kepada Tian, namun reaksi tidak terduga justru ditunjukkan Feinya

"Hiks.. Hiks.. Jadi dulu abang kepaksa gitu? Hiks... Hiks... Kenapa gak bilang dari dulu bang kalau gak suka Fei nikah duluan, hiks.." Feinya yang sesenggukan, Tian yang panik melihat istrinya itu sesenggukan. Diambilnya kruk di samping tempat duduknya, dia berdiri dan mendekap Feinya di dadanya. Mencoba menenangkan Feinya. Mario hanya melongo melihat itu semuanya. Tidak pernah dia melihat Feinya menangis kecuali saat kecelakaan Tian.

"Udah... Udah... Itu tadi abang cuman becanda. Gak mungkinlah abang gak kasih ijin kita nikahnya duluan" Tian masih mencoba menenangkan Feinya.

"Sorry... Sorry Fei... Bukan maksud abang gitu... Sorry... Please jangan nangis kayak gini dong" Mario kini merasa bersalah dengan ucapannya itu. Maksudnya bercanda tapi respon yang didapat sungguh diluar dugaan.

"HHUUUAAAA...." Bukannya reda, tangisan dari Feinya justru kencang. Tian semakin bingung saat mencoba menenangkan Feinya.

"Udah dong.. Masak nangis gini. Gak malu? Hm.. Udah ya jangan nangis lagi" Tian masih berusaha menenangkan Feinya. Tangannya mengelus rambut Feinya. Tapi tampaknya itu masih belum cukup untuk menenangkan Feinya. Dia masih saja terus menangis.

"Fei, udah dong... Jangan nangis gini. Udah, kamu mau apa, ntar biar abang beliin buat kamu" Ujar Mario masih berusaha menenangkan Feinya.

"Bener bang? Mau beliin yang Fei mau?" Tanya Feinya lagi. Mario hanya bisa mengangguk pasrah. Dia menyesal sudah membuat Feinya menangis dengan gurauannya dan dia juga menyesal sudah menjanjikan akan memenuhi apapun yang dimau oleh Feinya

"Fei mau rujak kedondong pedes tapi cabenya dikit aja. Pokoknya abang yang harus bikin" Sekarang, bukan hanya Mario yang melongo. Tapi semuanya yang ada di situ juga bingung. Bagaimana bisa bikin rujak pedes tapi cabenya sedikit?

"Iyok, ibu hamil itu sensitifitasnya tinggi karena emang hormonnya lagi gak balance. Makanya hati-hati sama wanita hamil. Mood swing juga, apalagi kalau kehamilan muda kayak adekmu itu" Brian kali ini mencoba memberi pengertian ke Mario.

"Telat yah bilangnya... Ngapain gak dari tadi" Mario hanya bisa menggerutu sambil kebingungan memikirkan bagaimana memenuhi permintaan dari Feinya.

"Udah, kamu ke rumah aja, bilangin ke mbok Har buatin apa yang Feinya tadi mau. Tadi pagi mama lihat kalau mbok Har belanja buah. Barangkali aja beli kedondong. Kalau enggak, suruh aja bikin bumbu rujak dengan buah yang ada. Mudah-mudahan aja Fei mau." Kali ini Siska yang berbicara. Salah satu keuntungan rumah saling berdekatan bisa Mario rasakan saat ini. Tanpa berpikir lebih lama lagi, dia segera melesat keluar dan menuju rumah keluarga Markus yang terletak di seberang jalan. Sementara yang lain sedang sibuk menenangkan Dea yang menangis dengan kencang. Brian dan Mentari sebenarnya sudah mengetahui sebelumnya kehamilan dari Feinya, maka dari itu mereka tidak kaget saat Feinya mengumumkan kehamilannya.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang