"Eh, gue duduk di sini ya," ucap Naila yang ditujukan kepada Keana dan teman-temannya.

"Eh, iya silahkan kak."

Tempat di kantin ini sudah banyak yang mengisi, jadinya Naila dan teman-temannya memilih untuk duduk di tempat adik kelasnya ini juga duduk. Karena kebetulan di meja ini masih terdapat kursi kosong.

"Kay, lo mau mencalonkan?" tanya Naila memulai percakapan setelah agak lama mereka saling diam.

"Em, enggak kak. Hehe," balas Kayla sedikit canggung.

"Yahh, kok gitu? Padahal bagus loh kalau lo yang jadi ketua osis," celetuk Wira, salah satu teman Naila yang selalu bersamanya.

Kayla membalasnya dengan senyuman singkat. Daritadi ia selalu saja ditanya mengenai hal ini. Banyak orang yang berharap padanya, namun Kayla mematahkan harapan mereka semua.

"Emang lo kenapa nggak mau?" tanya Naila lagi.

Kayla mulai berpikir alasan yang tepat untuk menolak hal ini dan membuat orang-orang tidak lagi menanyainya.

"Emm, soalnya kalau jadi ketua atau wakil osis itu sibuk banget kak. Gue nggak bisa ngurus banyak hal. Emm apalagi gue belum punya pasangan untuk dijadiin ketua atau wakilnya."

"Osis emang gitu Kay, gue yakin lo pasti bisa nanganin semuanya dengan baik. Apalagi lo kan nggak sendiri. Lo pasti dibantu sama anak osis lainnya kok." Naila menatap mata Kayla berusaha untuk meyakinkannya.

"Bener Kay, terus kalau masalah pasangan mah gampang. Lo juga bisa sama Keana, Aina, atau sama cowok gitu. Banyak kok yang bisa lo pilih," tambah Wira.

Kayla terdiam tak tahu harus menanggapi seperti apa lagi.

Keana menepuk bahu Kayla dan berkata, "Tenang, kita semua ngedukung lo kok! Kalau masalah pasangan kita bisa cariin. Daniel juga bisa tuh."

Keana menunjuk Daniel yang saat ini sedang bermain game bersama temannya. Bisa-bisanya ia bermain game di tengah padatnya kantin.

Kayla tersenyum kecut. Daniel? Jadi pasangannya untuk mencalonkan? Daniel memang memiliki jiwa tanggung jawab yang besar. Buktinya, saat ini ia menjadi ketua kelas di kelasnya. Namun, untuk dijadikan ketua atau wakil ketua osis rasanya benar-benar tidak mungkin. Mana mau cowok itu melakukan pekerjaan yang super sibuk.

"Emm, nanti aja deh. Gue mau ke kelas dulu nenangin pikiran." Kayla berkata demikian lalu beranjak dari duduknya. Semua yang ada di meja itu menatapnya.

"Lo nggak mau makan Kay?" tanya Aina dan dibalas dengan gelengan kepala dari Kayla.

Tak ada lagi yang menghentikan Kayla. Semuanya mengerti pasti Kayla butuh waktu untuk berpikir.

Sepanjang perjalanan ke kelas, Kayla selalu saja diberi lontaran pertanyaan mengenai mencalonkan menjadi ketua osis. Hal itu membuatnya risih dan terganggu. Apalagi saat ini, ia berpapasan dengan salah satu geng cowok yang terkenal akan kenakalannya di sekolah ini.

"Haii, Kayla cantik."

"Waduhh, ada calon ketua osis nih."

"Udah cantik, pinter, baik, beuhh anak osis lagi. Bener-bener andalan ini mah."

Kayla tahu mereka bermaksud untuk menyindirnya. Geng ini memang tak menyukai anak osis bahkan sampai menganggapnya musuh.

"Eh, kalo lo yang jadi ketua osis nanti gue dukung kok. Asalkan program kerja lo harus ada kebebasan bagi anak-anak kek kita!"

"Bener tuh! Masa nggak adil banget sih! Kalo kita yang buat kesalahan pasti dihukum. Tapi kalo yang punya jabatan atau pangkat tinggi pasti enggak dihukum. Nggak adil banget!"

Keana's Life GameWhere stories live. Discover now