12~Kacau~

1.4K 157 13
                                    


🙂

Sunyi. Tenang. Tanpa gangguan.

Lion menatap langit-langit kamar samar. Menarik nafas dalam kemudian merebahkan tubuhnya ke samping kanan. Hari ini sangat melelahkan, ia merasa hidupnya mulai monoton. Membosankan dan terlalu biasa.

Menjadi anak nakal, hobi tawuran, senang bermain dengan banyak wanita, bukanlah keinginan dari seorang Lion Pratama. Namun ia butuh banyak pengalaman untuk mengalihkan semua rasa sakitnya.

Selama ini, Lion berusaha mati - matian menunjukkan wajah sumringah tanpa beban pada siapapun. Dia tertawa seolah tidak pernah merasakan kejamnya dunia.
Jika boleh jujur, dia benci hidup seperti ini.

Berlagak munafik dan mengatakan hidupnya baik - baik saja. Lion benci kehidupan nya. Dia benci kedua orangtuanya, benci anak kandung ibu tirinya, benci sifat Zia yang begitu labil, benci masa lalunya bahkan dia membenci semua orang yang hinggap dalam kehidupannya.

Lion mengambil handphone saat benda pipih itu mengeluarkan nada dering panggilan.

"Apa Bun"

"Gue lagi di Alfamart, susu di dapur Lo udah habis apa belom? Kalo udah biar gue beliin sekalian tapi habis ini langsung di ganti"

"Susu Lo aja"

"Woy"

"Beliin sekalian, habis ini Lo nginep di rumah gue "

"Ogah"

Panggilan berkahir. Lion tersenyum singkat kemudian menyamankan posisi tidurnya. Dia menyipitkan mata heran ketika nomor tidak dikenal tiba - tiba mengirim sebuah foto. Lion mulai mengunduh gambar itu.

Foto Zia dan Barra tengah berciuman di dalam caffe menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Oh, jadi ini maksud Zia jika Lion bukanlah laki - laki pertama yang mencium perempuan itu?

"Bangsat"Lion duduk. Dia meremas benda pipih itu penuh tenaga. Tersenyum tipis lalu tertawa hambar. Selama ini, Zia tidak main - main dengan perasaannya, ketika perempuan itu mengatakan dia mencintai Barra maka hati dan pikirannya sejalan dengan apa yang ia katakan.

Bego. Brengsek. Selama ini Lion merasa tertipu dengan tingkah konyol perempuan itu. Harus Lion akui jika dirinya memang benar - benar mencintai Zia, tapi kenapa dia bisa se tolol ini untuk mengetahui jika cinta yang ia miliki hanya sebuah omong kosong?

Lion bisa menyimpulkan. Zia tidak pernah mencintai nya. Dia hanya kasihan pada cowok itu. Dan dengan tidak tau dirinya, Lion masih saja mengharapkan kehadiran Zia dalam hidupnya.

Ya, se bego itu Lion Pratama.

"Lion gue pulang" Zia datang, dia duduk di samping Lion lalu mengusap dahi cowok itu pelan"Lo belom mandi?

Lion diam

"Lo sakit?"

Lion tetap diam

"Lo budek?"

Lion mencengkeram kedua lengan Zia erat. Zia menggaduh hebat saat kuku - kuku itu mulai menancap di kedua lengannya. Demi apapun ini sangat sakit.

Zia sadar, Lion sedang marah. Tidak ada yang lebih menakutkan dari kemarahan laki laki di depannya ini.

"Lion Lo kenapa!"

"Lo tanya gue kenapa?"

"Sakit anjir, lepas"Zia menepis tangan itu kasar lalu berjalan menjauh. Dia takut saat Lion mulai menunjukkan sisi gelap nya. Saat marah, Lion bisa melakukan apapun bahkan ia bisa seperti setan.

"LO NGANGGAP GUE BEGO?!" Lion menyentak, dia memejamkan mata dalam sambil menetralkan emosinya.

Lion bukanlah orang temperamental, namun ketika dia mendapati sesuatu yang begitu melukai hatinya, ia tidak segan untuk meluapkan amarah itu kepada siapapun. Bahkan sekali nya dia marah, semua barang di rumah ini bisa melayang tanpa sisa.

"Lo marah gara - gara tadi gue ngomong sama Barra?"

"LEBIH DARI ITU BEGO" Lion hilang akal. Dia melemparkan handphone yang berada di tangan kanan nya hingga mengenai dahi Zia. Perempuan itu meringis kesakitan dengan kedua tangan memegang kepala.

Sakit sekali, darah segar mulai mengalir membasahi pipi tembam itu. Zia menatap Lion tidak percaya. Kedua matanya sudah memerah karena menahan tangis. Ini bukan Lion.

Zia tahu betul sifat cowok itu tidak seperti ini. Melangkah mundur sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Sekujur tubuh Zia mendadak berkeringat.

"Lo sengaja ciuman sama Barra?"

"Gue udah bilang dari awal, kalo gue suka sama Barra"

"Lo bilang gue segalanya buat Lo!"

"Dengerin gue ---"

"Anjing Lo" Lion menyambar guci yang terletak di sudut ruangan lalu berjalan mendekat ke arah Zia. Dia melemparkan guci itu ke tubuh Zia hingga pecah.

"LION STOP"

Lion hilang kendali. Dia tidak pernah se marah ini sebelumnya. Apapun akan ia lakukan asal Zia selalu berada di dekatnya. Di saat kedua orangtuanya tidak peduli pada Lion, Zia datang deng memberi dukungan pada laki - laki itu. Dia ada untuk Lion, menemani hari - harinya bahkan berlagak seperti seorang pasangan.

Jika ada satu orang yang berani mengambil Zia dari dirinya, dia harus berurusan dengan Lion. Dia tidak akan membiarkan Zia jatuh kedalam pelukan orang lain. Tidak akan.

"Lion tenang" Zia mencengkeram ujung kemeja Lion erat "Tatap mata gue"

"Lo mau ninggalin gue?"

Zia menggeleng. Tidak ada isak tangis.  Ini adalah keputusan nya, sejak awal... Lion adalah segalanya, namun Zia juga tidak bisa mengelak jika Barra adalah laki laki pertama yang membuatnya jatuh cinta.

Lion tidak paham. Ia melihat kedua lengan Zia lebam. Dahi perempuan itu terus saja mengeluarkan darah. Kedua tangannya terangkat untuk mengusap dahi itu "Zi....."

Zia mendongkak"Gak papa"

"Gue...."

"Gak papa Lion"Zia mengusap leher Lion yang basah mengunakan punggung tangannya"Gue selalu ada buat Lo"

Lion menggeleng. Dia bodoh. Jika Lion benar - benar mencintai Zia, harusnya dia tidak melukai perempuan itu dengan kedua tangannya.

"Maaf"

Zia menggeleng"Gue yang harusnya minta maaf"

Bersambung.......

MY PET LION [END]Where stories live. Discover now