60 - pura-pura

2.8K 453 84
                                    

Zena tersenyum miring melihat Luna sudah berdiri di depan gedung. Zena menghentikan mobilnya di depan Luna dan menurunkan kaca untuk bisa melihat Luna dengan leluasa.

Luna membuka pintu dan duduk di sampingnya. Cewek itu menutup pintu dengan wajah tegang, membuat Zena tak bisa menahan tawa. Tangan Zena menyentuh pundak kiri Luna dari belakang dan sengaja menariknya.

"Lo mau apa?" bisik Luna takut-takut, membuat Zena tersenyum usil.

"Berapa lama lo belajar untuk ngomong satu kata itu?" tanyanya. "Oh, barusan gue mau nyium cewek gue. Salah?"

Luna mendengkus dan menatap ke depan dengan kesal. "Lo sendiri yang nyuruh gue untuk totalitas menjadi Lusi-lo. Jadi, lo juga harus totalitas untuk bersikap seolah-olah gue ini Lusi tanpa ngebahas cara ngomong gue yang berbeda. "

Zena tersenyum miring. "Gimana-gimana?" Zena pura-pura tidak mendengar ucapan Luna.

Luna membuang muka ke jendela. "Cepet jalan atau kita bakalan telat. Lo jemput gue terlalu lama."

"Gue telat bangun." Zena mulai melajukan mobilnya. "Oh, ya. Gue khawatir di tengah permainan peran itu lo tiba-tiba bahas untuk berhenti menjadi Lusi. Jadi, konsekuensi dari pelanggaran yang lo lakuin adalah ... tambah 15 hari lagi." Zena melirik Luna sebentar. "Gimana, Lus?"

"Gue terima. Asalkan pelanggaran itu juga berlaku di elo." Luna menatap Zena sambil memainkan tasnya di pangkuan.

"Pelanggaran yang kayak gimana, tuh?"

"Kalau lo tiba-tiba nyebut nama Luna di pertengahan permainan, maka permainan peran menjadi Lusi berhenti. Tapi, segala penawaran lo untuk nggak ganggu gue lagi itu tetep berlaku."

"Gampang." Zena tersenyum puas menatap jalanan di depannya.

Gue bakalan buat lo jatuh cinta.

Lagi.

***

Mobil hitam itu berhenti di parkiran siswa. Luna menghela napas ketika melihat beberapa siswa dan siswi yang melirik ke mobil Zena. Mereka berusaha melihat siapa yang berada di dalam mobil itu ketika Zena berjalan memutari mobil dan membuka pintu penumpang bagian depan.

Hal yang paling tak ingin Luna lakukan untuk saat ini adalah menjadi Lusi.

Dia akhirnya gagal mempertahankan diri untuk tidak menggubris Zena lagi. Penawaran Zena sangat menarik. Menjadi Lusi sementara dengan imbalan cowok itu tak akan mengganggu Luna lagi adalah sesuatu hal yang menguntungkan kehidupan Luna. Berurusan dengan Zena berarti berurusan dengan semua orang. Luna sudah bisa menebak apa yang akan terjadi jika siswa-siswi di sekolah itu melihat kedekatan mereka.

Luna mendongak ketika Zena menarik tangannya lembut. Tubuhnya refleks bergerak keluar dari dalam kendaraan itu mengikuti tuntunan Zena. Pandangannya tak sengaja mengarah ke sekitar dan benar saja. Hampir semua yang ada di sana melirik ke arah mereka dengan tatapan ingin tahu.

Yang orang lain tahu, Zena sangat suka membuat Luna tersiksa. Mengerjai Luna seolah menjadi makanan Zena di kantin sekolah adalah hal menyenangkan bagi Zena. Wajar bila saat ini mereka bertanya-tanya. Yang Luna lihat sekarang, Zena memperlakukannya bak seorang Puteri. Atau mungkin, begini lah cara Zena memperlakukan pacarnya.

Luna tak bisa melakukan apa-apa ketika Zena dengan santainya merangkulnya sejak dari parkir hingga tiba di gedung sekolah. Zena juga tak mengatakan apa-apa. Dia pun seolah cuek dengan pandangan heran orang-orang di sekitarnya. Luna mendongak. Ditatapnya Zena lama. Tak lama kemudian Zena menatapnya dan menaikkan alis.

"Kenapa?" tanya Zena.

Luna menggeleng. Setelah menatap ke depan kembali, Luna merasakan rambutnya diusap dengan lembut.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang