40. Empat Puluh

17.6K 1.7K 56
                                    

Sesuai janji Rian kemarin, yang mau ngasih kerjaan part time ke Abel. Sekarang Abel udah di restoran milik Rian.

"Lo udah boleh kerja di sini kok."

"Sekarang?"

"Heem."

"Makasih banget, gua janji bakal bener kerjanya," ucapnya girang sambil jingkrak-jingkrak.

Rian yang melihat itu tersenyum, lalu pergi meninggalkan Abel. Ada rasa gak tega juga lihat Abel yang sekarang. Rian berharap semoga ini bisa membantu Abel.

Abel yang hari ini menjadi hari pertamanya kerja otomatis langsung semangat. Posisinya sebagai pelayan. Memang tidak mudah sih, untuk Abel yang hidup terbiasa bisa dibilang enak. Uang ngalir terus. Sekarang, bahkan harus kerja untuk mendapatkan itu.

Bisa saja Abel menjual mobil dan rumah peninggalan orang tuanya. Tapi dia gak mau, gak mau menghilangkan kenangan dari orang tuanya. Segini aja Abel udah bersyukur kok.

Dari tadi kerjaan Abel, bawain pesanan ke meja, habis itu ambil lagi. Bolak-balik sampai capek rasanya. Gak biasa banget tapi Abel harus bisa terbiasa.

Abel menyeka keringatnya di dahi yang sudah bercucuran. Lalu matanya tak sengaja menatap Kevin yang sedang berbincang dengan seorang perempuan.

Karena penasaran Abel mendekat untuk menguping pembicaraan mereka. Tapi gak jadi, Abel urungkan. Yang ada malah ketahuan. Abel gak mau sampai Kevin tahu dia kerja di sini.

Dengan berat hati akhirnya Abel, kembali lagi ke dapur. Karena masih banyak pekerjaan. Apalagi ini hari pertamanya kerja. Gak enak kalau malah malas-malasan.

-
-
-

Abel sampai rumah malam, capek banget badannya dan dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Menatap langit-langit dinding kamarnya. Sunyi, tidak ada satu suara pun. Hatinya semakin mencelos. Sepi banget membuat Abel kembali merindukan sosok orang tuanya.

"Mah, Pah ... Abel kangen hiks ...." Tak kuasa untuk tidak menangis malam ini.

Sejatinya Abel adalah cewek cengeng yang masih manja. Tapi karena kehidupannya seperti ini membuat Abel harus bisa tegar. Berusaha untuk tidak lemah di depan orang lain.

Lalu Abel keluar dari kamarnya, beranjak ke kamar orang tuanya. Malam ini Abel tidur di kamar orang tuanya.

Abel membaringkan tubuh di tengah-tengah kasur. Dia membayangkan tidur di antara pelukan kedua orang tuanya sambil menangis.

Hal yang selalu ia rindukan, walaupun sangat jarang tidur di pelukan kedua orang tuanya. Tapi Abel bersyukur karena pernah merasakannya walaupun hanya beberapa kali.

-
-
-

Pagi tiba, Abel turun ke dapur untuk membuat sarapan. Tapi pas dilihat isi kulkasnya kosong tidak ada apa-apa.

Sedangkan perutnya keroncongan sekali. Hanya tersisa mie instan saja.

Biasanya Abel akan ke rumah Kevin untuk numpang makan, dulu dia emang gak tahu malu banget. Tapi sekarang rasanya kenapa malu dan gak enak untuk ke sana. Padahal kan udah biasa.

"Ah, udahlah ke rumah Bang Kevin aja deh. Kok malu gini sih gua jadinya." Abel bergumam sendiri dan langsung berjalan menuju rumah Kevin.

Kebetulan sekali mamihnya Kevin lagi masak, dan Abel langsung ikut membantunya.

"Kamu ini Bel, biasanya juga sering sarapan ke sini. Kenapa sekarang malah jarang. Udah ya mulai sekarang Mamih gak mau tahu pokoknya kamu tidur di rumah ini. Biar nanti Bibik yang bantu bawain barang kamu ke sini," ucap Sofi telak. Sofi khawatir sekali dengan kondisi Abel yang sekarang. Makanya dia terus memaksa Abel untuk tinggal dengannya saja.

"Gak usah Mih, kan Abel masih Deket juga masih bisa dijangkau."

"Abel, ini keputusan Papih dan Mamih. Kamu itu tanggung jawab kami berdua sekarang. Papih takut kamu sendirian di rumah itu. Mau ya tinggal di sini." Kalau sudah papihnya Kevin yang berbicara apa boleh buat.

🌸🌸🌸

Pulang sekolah Abel langsung ke tempat kerjanya. Buru-buru ganti seragam, karena Abel sedikit telat. Tadi di jalan macet banget.

"Bel, antar ini ke meja 8 ya."

"Oh iya Mas." Abel dengan cekatan membawa pesanan ke meja tersebut.

"Silak--"

"Loh Abel," pekik Bimo terkejut. 

Abel pun ikut terkejut, ternyata meja tersebut diisi oleh Bimo. Abel bingung harus ngomong apa. Dia ketahuan hari ini.

"Ah, emh, anu, itu Abel mau ke sana lagi ya." Buru-buru Abel menghindar dan balik badan segera pergi tapi itu semua ketahan sama Bimo.

"Duduk, dan jelaskan Bel!" Bimo mendelik tajam ke arahnya.

Abel menunduk takut, takut Bimo akan bilang ke Kevin atau mamih dan papihnya.

"Hmm, please Kak Bimo jangan bilang siapa-siapa Abel mohon." Tangan Abel bersimpuh memohon. Dia takut kalau Bimo akan bilang ke Kevin.

"Bel, apa yang kamu lakuin itu salah. Kevin bakal marah.  Apalagi Papih dan Mamih. Coba jelasin ke aku, maksud kamu apa." Bimo mencoba memberi jeda untuk Abel.

"Abel cuma gak mau ngerepotin mereka aja. Abel selama ini udah ngerepotin mereka dari kecil, semenjak almarhum Papah dan Mamah sering ninggalin Abel ke luar kota dan negeri. Apalagi Bang Kevin, Abel gak mau jadi beban dia. Abel mohon sama Kakak please rahasiain ini." Abel menjelaskan alasannya seperti ini.

Bimo menghela napasnya kasar. Dia cukup mengerti gimana kondisi Abel yang sekarang. "Hmm, baiklah. Aku gak bakal bocorin kok. Kamu emang hebat Bel. Beruntung Kevin dapetin kamu. Aku kira kamu cewek manja tapi enggak hehe. Tapi kalau bisa sih kamu jangan kerja gini lagi. Mamih sama Papih kalau tahu pasti bakal marah."

"Ya makanya Kakak jangan ember mulutnya."

"Yah mulai lagi galaknya. Dah sana kalau mau kerja."

Bimo menatap takjub sisi kemandirian Abel. Gadis itu memang bukan gadis biasa pada umumnya. Di saat remaja seumurannya, hura-hura Abel malah bekerja paruh waktu untuk hidup ke depannya.

Jika dipikir, Abel gak akan hidup dengan kekurangan karena difasilitasi sama keluarga Kevin. Tapi Abel malah gak mau hidup dengan fasilitas mewah walaupun sudah dianggap keluarga.

-
-
-

"Habis dari mana kamu, Bel? Baru pulang jam segini?" tanya Kevin di ambang pintu sambil bersedekap dada.

"Habis kerja kelompok tadi, Bang."

"Sampai selarut ini?"

"Kan, mau ujian kelulusan bentar lagi. Jadi aku belajar bareng sampai sore gini."

"Gak ada yang kamu tutupin dari aku?" Kevin memicingkan matanya tajam.

"Gak ada kok. Udah ya aku mau ke kamar, gerah mau mandi."

"Lusa kita tunangan, Belll ...," teriak Kevin kencang dari bawah, karena Abel udah berjalan ke tangga.

Abel menengok ke belakang dan turun lagi menyamperi Kevin.

"Loh kok cepet banget," protesnya.

"Mamih udah cerita pasti ke kamu."

"Iya, tapi kok Abang langsung ngomong gini. Kenapa gak romantis dulu gitu. Ih gak peka banget sih jadi cowok. Ngajak tunangan kayak ngajak ribut." Abel yang kesal langsung pergi ke atas ke kamarnya.

Sedangkan Kevin melongo di tempat.
"Loh emang ada yang salah," ucapnya kebingungan.

🌸🌸🌸🌸🌸

1 Februari 202

Dasar gak peka Bang Kevin nih hihhh sebel kan jadinya Abel. 

Terimakasih sudah membaca 🤗
Jangan lupa vote and comment 👌

See you di next part ❤️

Abang Tetangga !! [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now