36. Gua Atra.

2.5K 328 20
                                    

Fita berdecak sebal saat melihat Zidan yang bersantai di bawah pohon. Bukannya mencari teman-temannya malah tiduran di bawah pohon. Fita duduk di sebelah Zidan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Zidan.

“Ehhh, kepala lo pusing lagi?” tanya Zidan memijit pelipis Fita.

“Gue bukan pusing. Tapi gue bingung, kita mau kemana lagi. Udah tiga hari loh kita nyari mereka. Tapi belum ketemu terus,” kesal Fita mengerucutkan bibirnya.

Zidan terkekeh kecil. Lalu ia melihat buah apel yang berada di atas pohon. “Fit, lo laper kan?”

Fita mengangguk mengiyakan. Karena Memang sudah tiga hari ini mereka hanya makan satu hari sekali. Itupun jika ada makanan, tetapi kalau tidak ada. Terpaksa mereka menahan lapar. Hingga saat ini

“Diem disini. Gue mau manjat dulu,” ucap Zidan beranjak dari duduknya.

Lalu ia memanjat pohon apel seperti monyet. Fita yang melihat itupun rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Namun ia tahan karena takut jika Zidan mendengarkan tawaannya.

Zidan memetik buah apel sebanyak-banyaknya. Namun saat ingin memetik apel yang paling besar. Tiba-tiba ada kelelawar yang terbang di hadapannya. Kelelawar itu seperti mengisyaratkan agar dirinya ikut dengannya. Bahkan kelewat itu bukan hanya satu, tetapi banyak.

Zidan turun dari pohon apel itu dengan hati-hati. Lalu ia memejamkan matanya menerawang apa tujuan kelelawar itu mengikutinya.

“Dan! Kok lo merem?” tanya Fita menatap Zidan bingung.

Zidan menempelkan jari telunjuknya tepat  dibibir Fita. Zidan masih memejamkan matanya membuat Fita bingung tanpa alasan yang jelas. Setengah jam berlalu, namun Zidan tak kunjung membuka matanya. Karena lelah akhirnya Fita menepuk pundak Zidan keras, sehingga Zidan kaget karenanya.

“Lo kenapa?”

Zidan menangkap wajah Fita yang pucat. “Kita harus ke Gua Atra sekarang. Lo Maksh kuat jalan kan Fit? Tadi kelelawar itu ngasih tau gue kalau Gua Atra udah deket dari sini.”

“Serius lo? Kok bisa tau?” tanya Fita kaget.

“Ck. Kapan gue bohongin lo, gue tau karena kelelawar tadi ngikutin kita mulu. Dan lo nggak tau gue siapa? Kan gue bisa menerawang alam luar dan bahasa hewan,” jawab Zidan dengan bangga.

Fita menggigit bibir bawahnya. “Gue lupa hehe. Ya udah, kita kesana sekarang!”

Zidan mengangguk dan berjongkok di hadapan Fita membuatnya bingung untuk kesekian kalinya. “Lo kenapa jongkok?”

“Sini gue gendong. Gue tau lo itu belum kuat buat jalan. Ohh iya, nih apelnya makan dulu,” ucap Zidan memberikan Fita buah apel yang berada di tangannya.

Fita mengangguk dan mengambil buah apel tersebut. Mereka berjalan menuju Gua Atra yang tunjukan oleh kelelawar di hadapan Fita dan Zidan. Semakin mereka dekat ke Gua tersebut. Zidan semakin merasa kalau udaranya sangat dingin. Bahkan Zidan merasakan Gua disana sangat gelap

“Dan. Lo yakin ini Gua Atranya. Kok gelap banget sih,” bisik Fita pelan.

Zidan mengangguk. “Kelelawar tadi masuknya kesini. Itu artinya kita udah sampe ke Gua Atra, dan mungkin ini Gue Atra itu. Tapi kok bau sesajen ya.”

Fita menutup hidungnya saat merasakan bau asap sesajen yang semakin lama semakin terasa. Zidan pun sama, ia menutup hidungnya menghindari bau asap itu.

Tap

Tap

Tap

Mereka berjalan mengendap-endap. Namun anehnya suara langkah kaki mereka terdengar menggema. Dengan terpaksa mereka membuka sepatunya agar tidak menimbulkan suara.

“Dan. Gue takut,” bisik Fita mencekal lengan Zidan kuat.

Zidan mengusap lengan Fita lembut. Ia mencoba membuat Fita agar tenang dan tidak takut dengan kegelapan. Namun nyatanya Zidan juga takut dengan yang namanya 'gelap'. Semakin mereka berjalan ke Gua tersebut. Semakin gelap juga ruangan itu.

Saat mereka berjalan. Tiba-tiba Fita menginjak ranting di Gue tersebut sehingga menimbulkan suara yang nyaring.

Peletek.

“BERHENTI!”

Deg.

*****

Selly masih setia duduk di sebelah Nando yang terbaring lemah di atas ranjang. Mbah Matora yang melihat itupun hanya bisa tersenyum kecil. Lalu ia duduk di sebelah Nando untuk menemaninya.

“Mbah. Kapan temen aku sadarnya. Ini udah satu hari kok Nando belum bangun-bangun?” tanya Selly menggenggam tangan Nando yang terasa dingin.

Mbah Matora menghela nafas panjang. Lalu mengurut kaki Nando dengan lembut. “Racun yang berada di tubuh Nando sangat kuat. Jadi saya tidak tahu kapan dia akan bangun. Kamu berdo'a saja buat kesembuhan dia.”

Selly mengangguk. Kemudian ia melirik ke arah Najib yang sedang tertidur pulas. Ia bingung harus berbuat apa di rumah Mbah Matora yang sepi ini.

Mbah Matora yang melihat Selly kebingungan pun bertanya. “Kenapa? Mbah lihatin dari tadi kamu hanya diam saja. Ada yang ingin kamu tanyakan sama Mbah? Atau mungkin kamu ingin meminta bantuan dari saya?”

Selly mendongak menatap Mbah Matora. “Gini Mbah. Tujuan aku kesini kan cuma mau ke Gua Atra----.”

“Sebentar-sebentar. Mau ngapain kamu ke Gua Atra? Apa kamu nggak takut? Gua itu sangat menyeramkan, bahkan lebih menyeramkan dari rumah saya.” Potong Mbah Matora menatap Selly serius membuat nyali Selly seketika ciut begitu saja.

“Emmmm, aku mau ngambil liontin kegelapan dari Aini. Kata Papah aku, dia adalah ratu kegelapan yang tinggal di Gua Atra. Apa benar?” tanya Selly ragu-ragu.

Mbah Matora mengangguk. “Benar sekali. Tetapi apa gunanya liontin itu?”

“Liontin kegelapan dan liontin kematian itu terpisahkan oleh dua orang yang jahat. Dia adalah seorang pesugihan lorong kematian di sekolah aku. Tapi Aini aku nggak tau pasti. Karena dia tinggal di Gua Atra udah lama,” Selly semakin serius dengan ceritanya. Ia menceritakan semua kejadian-kejadian yang mengenaskan. Bahkan Selly menceritakan lorong kematian itu secara detail membuat Mbah Matora menatap Selly tajam.

Setelah itu Selly menundukkan kepalanya. Ia melihat Nando yang terasa damai dari tidurnya. Tangannya kini mengusap rambut Nando pelan.

“Saya akan bantu kamu,” ucap Mbah Matora yang membuat senyuman Selly mengembang.

“Tapi nggak ngerepotin Mbah. Aku aja udah banyak ngerepotin Mbah karena sudah menginap disini.”

Mbah Matora menggelengkan kepalanya. Lalu ia mengusap kepala Selly pelan. “Nggak papa, saya senang kamu datang kesini. Jadi saya ada yang nemenin.”

Selly mengangguk sambil tersenyum manis. Ia melirik ke sekitarnya merasa dingin dan juga sunyi. Menurut Selly tempat yang seperti ini sangat cocok untuk para hantu bergantayangan. Namun nyatanya tidak ada satupun arwah yang muncul disana.

Selly menghela nafas panjang. Lalu menatap Mbah Matora kembali. “Kapan kota berangkat ke Gua Atra, Mbah?”

Mbah Matora mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Lalu ia tersenyum ke arah Selly. “Secepat mungkin kita akan kesana. Kalau bisa besok juga bisa.”

“GUE IKUT!!”

_____Lorong kematian____

Menuju End. Jangan lupa vote and coment.

Mampir juga ke cerita aku yang sebelah. Sekian dan terimakasih;-)

Lorong Kematian [SELESAI]Where stories live. Discover now