30. Liontin kegelapan × liontin kematian.

2.8K 346 7
                                    

Taman belakang sekolah, atau yang paling dikenal taman kematian yang dengan lorong kematian ini tengah di tempati oleh Selly beserta ketiga sahabatnya. Mereka sedang berbincang-bincang mengenai lorong kematian tersebut. Ya, Selly sudah memberitahukan kalau Mamah angkatnya yang membuat pesugihan itu.

Dan oleh sebab itulah Selly semalaman tidur di rumah Geno, bukan kembali ke keluarga palsunya. Alasannya hanya satu, ia takut kalau hidupnya akan bernasib sama seperti Kania yang mati sia-sia.

“Aku takut buat ngambil kalung Mamah, tapi kalau kita nggak ambil itu kalungnya kita nggak bisa menghentikan pesugihan ini, dan pasti setiap bulan purnama bakalan ada korban. Mungkin rakyat disini pun akan habis karena dijadikan tumbal,” ucap Selly memegangi buku Gardenia yang selalu ia bawa kemana-mana.

Zidan menatap Selly sekilas. Lalu ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Kalau lo nggak ambil itu kalung, berarti lorong ini akan abadi?”

Selly mengangguk, ia melihat lorong itu dari kejauhan. Cukup sunyi dan sangat menyeramkan sehingga Selly bergidik. lalu ia mengalihkan pandangannya kepada Hanan yang terus saja melamun.

Selly ikut sedih melihat Hanan yang terus-menerus melamun seperti itu, entah di dalam kelas atau pun diluar kelas. Malahan di rumahnya pun sama, akhir-akhir ini juga Hanan jarang sekali bermain dengan teman-temannya karena terus memikirkan Kania.

Nando yang tau akan hal itu, menyenggol lengannya pelan. “Lo harus move-on Han, kalo lo gini terus, Kania juga ikutan sedih.”

Hanan melirik ke arah Nando sinis. “Lo sih enak cuma bilang move-on aja, lah gue yang ngerasain. Sakit Nan.”

Nando menghela napas panjang. Sebenarnya ia tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu, Nando hanya refleks berbicara move-on karena melihat Hanan yang terus-menerus galau.

Tanpa berpamitan kepada ketiga temannya. Hanan berjalan meninggalkan mereka yang menampilkan berbagai tanda tanya. Selly hanya bisa diam memperhatikan ketiga teman laki-lakinya yang terasa kurang akur. Mungkin karena suasana mereka lagi memburuk untuk saat ini.

Selly membaca buku yang sama sekali tidak di pahami olehnya. Lalu ia mendongak menatap kakaknya. “Kak, ngerti nggak sih ini artinya apa?”

Zidan menoleh ke arah Selly, tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya tidak paham. “Gue nggak tau, tapi gue pernah denger kalau Papah bisa baca tulisan yang begituan. Kalau menurut gue sih itu kode-kode kekeluargaan.”

Selly termenung sejenak. “Ya udah deh, nanti aku tanya Papah aja.”

Zidan tersenyum dan mengacak rambut adiknya gemas. Nando yang melihat kedekatan mereka pun mengepalkan tangannya menahan api cemburu, Selly tidak sadar apa kalau Nando tengah menatapnya dalam.

Zidan yang tau akan hal itu menjauhkan tangannya dari kepala Selly. Ia bersiul dan berjalan meninggalkan mereka di taman belakang sekolah.

Baru saja Nando duduk di sebelahnya. Tiba-tiba Selly beranjak dari duduknya sambil berkata. “Udah bel deh kayaknya. Aku duluan ya Nan.”

Senyuman Nando pudar kala mendengar Selly yang akan masuk ke kelasnya. Nando menghela nafas panjang dan menyusul Selly yang sudah melangkah menjauhi taman tersebut.

Susah banget mau deket sama nih anak.

*****

Selly menunggu Geno di ruang keluarga. Sehabis sekolah ia tidak pulang ke rumah Cleo. Sebenarnya ia sudah lelah tinggal seatap dengan seorang pembunuh, namun Selly meminta izin kepada Cleo untuk tinggal bersama Neneknya di Bandung. Meskipun nyatanya Selly tidak tinggal disana.

Lorong Kematian [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang