31

1.1K 196 11
                                    

***

G Dragon duduk di sofa, menatap kosong ke TV yang menyala. Sementara Lisa, baru saja keluar dari kamarnya setelah beberapa jam tidur. Mereka makan malam di luar tadi, menikmati dua porsi gurita tumis yang amat pedas di dekat taman kemudian pulang dan mandi. Lisa terlelap setelah mandi, sementara Jiyong masih terjaga tidak bisa tidur.

"Oppa, sudah bangun? Apa yang kau tonton?" tanya Lisa, sementara Jiyong sudah mematikan TV di ruang tengah itu.

"Young Mother."

"Ya?"

"Film semi," jawab Jiyong membuat Lisa mengangguk namun masih dengan wajah bingungnya.

Lisa memperhatikan suaminya, yang kembali duduk di sofa seperti mesin rusak. Jiyong hanya duduk, di sudut sofa, bersandar pada sofa juga boneka beruangnya, terus menghela nafas berat berkali-kali. Tentu saja berjalan-jalan di taman dan makan makanan pedas satu kali tidak cukup untuk menyembuhkan insomnia dan stres Jiyong.

"Masih tidak bergairah?" tanya Lisa kemudian dan Jiyong menganggukan kepalanya. "Tidak bergairah, tidak bisa tidur dan tidak nafsu makan- Ah tapi oppa sudah makan dua mangkuk nasi tadi lalu tidur sekitar tiga puluh menit. Lalu bagaimana? Apa ada sesuatu yang ingin kau lakukan? Beritahu aku... Aku akan khawatir kalau oppa terus seperti ini," susul Lisa, yang sengaja menggeser kaki Jiyong agar ia bisa duduk di sebelah kaki yang naik ke sofa itu.

"Tidak tahu, aku sempat tidur selama itu tadi?"

"Ya, saat aku berendam, kira-kira selama itu..." ucap Lisa yang kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Jiyong. "Kau pucat tapi tidak demam, tubuhmu sakit?" tanya Lisa dan Jiyong mengangguk, sama sekali tidak bertenaga– katanya.

Rasanya seperti ada yang tertahan, cerita Jiyong. Seperti ada segumpal masalah yang harus Jiyong keluarkan dari tubuhnya, sayangnya pria itu tidak tahu apa dan bagaimana cara mengeluarkan segumpal masalah itu. Sampai handphone Jiyong kemudian bergetar. Sebuah pesan baru saja masuk di handphone pria itu, dari teman sekaligus penggemarnya di luar negeri– "GD! Bagaimana kabarmu? Kapan akan segera merilis album lagi? Sangat merindukan musikmu! Omong-omong, aku di Korea sekarang," baca Jiyong atas pesan yang baru saja masuk itu.

"Augh! Sial! Dia pikir membuat album semudah memutar lagu?! Buatkan aku lagu kalau kau ingin aku cepat merilisnya! Berengsek!" susul pria itu sembari melempar handphonenya ke arah pintu balkon yang terbuka. Hampir saja handphone itu jatuh ke jalanan di bawah apartemen mereka.

"Ya!" seru Lisa, hampir memukul Jiyong dengan telapak tangannya. "Oppa bisa membunuh orang kalau handphonenya jatuh ke bawah! Kita di lantai empat puluh lima!" omel gadis itu yang kini bergerak mengambil handphone di balkon, di atas pot sebuah kaktus kemudian kembali masuk dan menutup pintu balkon itu. "Kejatuhan handphone dari lantai empat puluh lima tidak akan membuat orang senang. Pasti sakit sekali kalau kena kepala, berhati-hati lah, pot mu jadi retak oppa," gerutu Lisa sembari meletakan handphone Jiyong di tanah.

"Bolehkah aku menangis?" tanya Jiyong kemudian. Ia bisa mengumpat dengan lantang, namun kini mengeluarkan suara memelas khas seorang anak yang baru saja di marahi ibunya setelah mengambil rapor di sekolah.

"Ya, menangis lah," balas Lisa.

Lisa duduk pada sandaran lengan, di sofanya. Gadis itu duduk menyamping di belakang Jiyong dan bonekanya, kemudian memijat bahu pria itu. Jiyong lantas merengek. Ia tidak bisa benar-benar menangis sekarang, perasaannya terlalu mengambang dan sangat mengganggu. Jiyong terlihat seperti Lisa setiap kali ia datang bulan, uring-uringan.

Setiap kali Lisa uring-uringan, dia selalu bergerak sembari menggerutu. Mirip seperti Jiyong saat ini, namun gadis itu lebih suka berjalan kesana-kemari, mengeluh sembari terus bergerak, bukan bergelung di sofa seperti Jiyong sekarang. Di saat seperti itu, Jiyong hanya mendengarkan Lisa, terus bicara dengannya sampai gadis itu lelah kemudian berpamitan untuk tidur. Sedang kali ini, Lisa tidak bisa diam saja dan memperhatikan Jiyong. Kali ini, pria itu terlalu menggemaskan untuk diabaikan.

"Kenapa hari ini kau sangat baik?" tanya Jiyong kemudian, menyamankan posisinya di sofa untuk menerima pijatan Lisa yang tidak seberapa kuat. "Kau melakukan kesalahan atau menginginkan sesuatu?"

"Whoa... Apa aku seburuk itu? Aku istrimu, oppa... Apa yang salah kalau aku baik padamu?"

"Bukan salah... Hanya aneh? Kau jatuh cinta? Padaku?" tanya penasaran pria itu.

Lisa tidak memberinya jawaban pasti, mungkin ia jatuh cinta, namun itu bukan jawaban yang mengejutkan. Dua tahun sudah berlalu, meski tidak banyak hal spesial terjadi. Sayangnya, jatuh cinta bukan alasan Lisa bersikap begitu penuh cinta hari ini. Gadis itu sedang berbahagia, sedang sangat senang sebab gadis-gadisnya akan debut. Bulan ini, tidak ada yang lebih membahagiakannya selain rencana debut itu. Lisa yang berbahagia, Lisa yang senang, ingin menunjukkan perasaan itu tapi ia tidak bisa pergi kemana pun karena itu. Lisa tidak punya pilihan lain selain melampiaskan rasa syukurnya, rasa senangnya, rasa bahagianya pada suami yang sedang uring-uringan itu.

Suasana hatinya sedang luar biasa baik, hingga bagaimana pun sikap Jiyong hari ini, ia tetap menyukainya.

"Oppa, maafkan aku... Tapi suasana hatiku hari ini sedang sangat baik... Aku sedang luar biasa senang hingga tidak bisa menyembunyikannya," susul Lisa yang kemudian memeluk bahu Jiyong. "Aku... Akhirnya bisa mendebutkan gadis-gadis cantik yang sudah ku urus sejak mereka masih sekolah. Saat Chan dan teman-temannya debut, aku tidak sebahagia ini karena aku tidak melakukan banyak hal untuk mereka," cerita Lisa. "Aku tidak terlalu kejam padamu kan? Karena bahagia di saat kau sedang-"

"Tunggu di sini," potong Jiyong yang kemudian bangkit dari duduknya, meninggalkan Lisa menuju studio rekamannya dan meraih alat tulis di sana. "Aku baru saja terpikirkan sesuatu," susul pria itu sementara Lisa mengekor di belakangnya.

Jiyong menulis di atas selembar kertas, sementara Lisa memperhatikan pria itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Beberapa menit Jiyong fokus pada tulisannya, lalu di detik selanjutnya ia meminta Lisa untuk duduk dan menceritakan lagi perasaannya hari ini.

"XXX tersenyum sepanjang tahun. Orang bilang, bersabarlah, ada pelangi setelah hujan. Dulu aku mempercayainya, tapi kini aku enggan. XXX selalu bahagia, saat hujan dan saat pelangi tiba. XXX selalu tersenyum, diteriknya matahari bahkan kelabunya langit," baca Lisa, di kertas yang baru saja Jiyong raih. "Apa itu? Lirik? Apa itu XXX?"

"Kau."

***

 

slice of lifeWhere stories live. Discover now