6

1.1K 191 17
                                    

***

Jiyong melangkah masuk ke dalam gedung agensinya, YG Entertainment. Sama seperti Lisa yang mendapatkan ucapan selamat di tiap langkahnya di kantor, Jiyong pun mendapatkan banyak sekali ucapan selamat atas pernikahannya. Kelihatannya semua orang berbahagia atas pernikahannya kemarin, meski pengantin yang menikah tidak bisa menyebut diri mereka bahagia. Bukan sedih, kecewa apalagi marah, pengantin baru itu hanya tidak merasakan apapun, meski keduanya tetap mencoba untuk memenuhi kewajiban masing-masing. Tetap ingin berusaha memerankan peran masing-masing dengan baik.

Setelah beberapa ledekan, serta beberapa pertanyaan-pertanyaan menggoda di studio rekaman Big Bang, Jiyong menghampiri Yongbae. Ia duduk di sebelah sahabatnya itu kemudian berbisik- "Ya. Berapa uang belanja yang kau berikan pada Hyorin noona tiap bulannya?"

"Uang belanja?" tanya Yongbae, dan Jiyong menganggukan kepalanya. Pria itu kemudian mengatakan kalau ia juga harus memberi Lisa uang belanja tapi tidak tahu berapa jumlah yang harus ia berikan. "Aku tidak tahu persis berapa pengeluaran kami tiap bulannya tapi aku memberikan semua gajiku padanya," jawab Yongbae.

"Semuanya?" ragu Jiyong. "Lalu bagaimana dengan kebutuhanmu sendiri? Bagaimana kalau kau ingin berbelanja?"

"Aku mengajaknya berbelanja kalau memang ingin. Aku memberitahunya apa saja yang ku butuhkan, apa saja yang ku inginkan, lalu aku mendapatkannya? Kalau uang yang ku pegang setiap harinya... Dia memberiku uang setiap bulannya, untuk keperluan-keperluan tidak terduga seperti mentraktirmu minum-minum misalnya," jawab Yongbae membuat Jiyong yang ragu kini menatap managernya. Ia hendak mengajukan pertanyaan yang sama namun sang manager sudah lebih dulu membuka mulutnya- ia punya nasib yang sama dengan Yongbae.

"Kalau Yongbae memberikan semua gajinya pada istrinya... Istriku justru mengambil semua gajiku, dia bilang uang suami adalah uang istri tapi uang istri tetap milik istri," jawab sang manager membuat Jiyong mengangguk-anggukan kepalanya. Pria itu masih ragu harus memberikan semua gajinya atau tidak.

"Kenapa kau tidak bertanya saja pada istrimu, berapa uang bulanan yang dia butuhkan setiap bulannya?" celetuk Seunghyun, menebak kalau Jiyong sebenarnya ragu untuk memberikan semua uangnya pada Lisa. "Tapi memberikan semua gajimu bulan ini pada Lisa tidak akan membuatmu miskin kan? Kau masih punya banyak uang tabungan," susul Seunghyun, membuat Jiyong lantas mengangguk, menyetujuinya. Jiyong menyetujui saran kedua Seunghyun.

Hari itu juga, setelah panjang berfikir- sejak jam makan pagi sampai makan siang- Jiyong membuat keputusannya. Ia kirimkan semua gajinya pada Lisa, pada rekening rumah tangga mereka yang Lisa simpan sebagai uang belanjanya setiap bulan sepanjang pernikahan mereka nanti. Di jalan kembali dari kafeteria agensinya, Jiyong mengirimkan uang itu. Namun beberapa menit kemudian, tepat setelah Jiyong keluar dari lift dan hendak kembali ke studio rekamannya, Lisa menelepon.

"Aku sudah mengirim uangnya," ucap Jiyong membuka pembicaraan mereka.

"Ya, aku tahu. Karena itu aku menelepon... Kenapa oppa mengirimnya banyak sekali?" tanya Lisa. "Ini untuk satu tahun? Atau ini termasuk uang asisten rumah tangga dan tagihan-tagihan lainnya? Ku pikir oppa yang akan mengurus tagihan-tagihan lainnya?"

"Ya, aku memang akan mengurus asisten rumah tangga dan tagihan-tagihan lainnya. Itu untuk makanan, camilan, dan belanja barang-barang lainnya. Apa terlalu banyak?" tanya Jiyong, yang langsung Lisa iyakan dengan sedikit kekehan diakhir ucapannya.

"Tentu saja itu terlalu banyak, kecuali kita akan memberi makan lima puluh orang setiap harinya," balas Lisa yang dua menit kemudian panggilan itu berakhir dengan kesimpulan kalau Jiyong tidak perlu mengirim uang lagi sampai tahun depan. Pria itu hanya perlu membayar gaji asisten rumah tangga serta beberapa tagihan lainnya. Kerja sama yang bagus, pikir Lisa meski ia sendiri ragu apakah yang mereka lakukan itu benar atau justru sebaliknya.

Dengan semua rasa tanggung jawab yang keduanya miliki sekarang, pernikahan mereka bisa berjalan lancar sampai di bulan ketiga. Masalahnya baru datang setelah orangtua Jiyong menyadari kejanggalan dalam rumah tangga itu. Jiyong masih belum mengenal Lisa, begitu juga sebaliknya. Nyonya Kwon bahkan berfikir kalau sepasang suami istri itu tidak pernah mengobrol di rumah.

Meski kenyataannya tidak begitu, namun Nyonya Kwon juga tidak seratus persen salah. Selama tiga bulan menikah, Jiyong dan istrinya tidak setiap hari bertemu. Mereka berbincang hanya ketika kebetulan sarapan atau makan malam bersama di rumah- yang hanya terjadi beberapa kali- kemudian menelepon hanya saat salah satu dari mereka punya sebuah atau dua buah pertanyaan. Kalau dirata-rata, pasangan menikah itu hanya bertemu kurang dari lima menit dalam sehari. Hampir tidak ada informasi atau perasaan baru yang muncul bahkan setelah tiga bulan menikah.

"Kalian harus menghabiskan lebih banyak waktu bersama," omel Nyonya Kwon, yang datang ke rumah pengantin itu untuk mengantarkan beberapa lauk buatannya.

Mendengar ibunya mengomel, Jiyong bersyukur karena Lisa tidak ada di rumah. Rasanya, pria itu akan sangat malu kalau Lisa melihat omelan ibunya sekarang. Mereka masih terlalu asing untuk bersikap apa adanya di depan satu sama lain.

"Tidak bisa," jawab Jiyong menanggapi omelan itu. "Sedang ada banyak masalah pekerjaan-"

"Ya! Keluargamu lebih penting daripada pekerjaanmu!" potong Nyonya Kwon. "Maksudku, Lisa lebih penting daripada pekerjaanmu. Kau kepala keluarganya, kau yang harus mendekatinya lebih dulu."

"Kami sudah sepakat untuk melakukannya pelan-pelan," balas Jiyong bersikeras.

Namun sekeras apapun Jiyong dengan pendapatnya, Nyonya Kwon masih tetap lebih keras. Mereka memang sepakat untuk berusaha mulai saling mengenal dan mencintai pelan-pelan, tapi tiga bulan tanpa kemajuan terlalu pelan untuk di sebut berusaha. Keduanya masih terlalu kaku dan Nyonya Kwon ingin Jiyong yang memulai pendekatan itu lebih dulu. Setidaknya Jiyong bisa belajar mencintai Lisa lebih dulu, kemudian membuat wanita itu balas mencintainya.

"Tidak masalah siapa yang mencintai lebih dulu, toh kalian sudah menikah..." ujar Nyonya Kwon berusaha menyadarkan Jiyong dan rasa malasnya untuk memulai sesuatu. Sayangnya itu sia-sia, Jiyong memang mengiyakannya, tapi pria itu tetap tidak ingin berusaha dan memutuskan untuk membiarkan semuanya mengalir begitu saja.

Omelan yang sama juga terjadi pada Lisa, di agensinya, namun Jennie yang mengomelinya. Wanita itu terdengar seperti juru bicara orangtua Lisa saat sedang mengomel di siang hari yang terik begini. Jennie mengomeli adik iparnya yang terlihat tidak berusaha membuat Jiyong tertarik padanya dan si adik ipar membalas dengan keluhan kalau ia sudah cukup berusaha.

"Aku sudah berusaha tampil cantik setiap hari... Aku bahkan memakai sandal yang berbeda di rumah," ucap Lisa membela diri atas omelan Jennie. "Padahal memakai slippers karet di rumah itu nyaman sekali... Tapi karena ingin terlihat cantik, aku memakai slip on dengan hak pendek di rumah... Setiap kali ingin mengambil minum di dapur," jelasnya, yang sama sekali tidak membuat Jennie terkesan.

"Kau ingin menggoda suamimu atau pria di tempat kerjamu? Untuk apa bersikap berlebihan begitu? Bersikap saja seperti biasa! Pakai baju tidur seksi atau sesuatu yang manis, cari tahu seleranya, tidur bersama dengannya-"

"Stop! Dia bukan pria yang mau tidur dengan sembarang wanita... Dia bukan tipe yang langsung terangsang melihat wanita telanjang di depannya. Kurasa Jiyong oppa justru akan menelepon polisi kalau melihat wanita telanjang di depannya," potong Lisa membuat ruang CEO itu berisik dengan kata-kata vulgar mereka.

Di tengah-tengah perdebatan itu, Kim Jisoo- asisten Lisa mengetuk pintunya. Dengan tenang, namun pasti wanita itu kemudian mendekat dan melaporkan kalau Lee Minho- alias Lee Know- memaksa untuk menemui Lisa. Bahkan sebelum Lisa memutuskan untuk menerima atau menolak permintaan itu, si idol sudah lebih dulu menerobos masuk ke dalam ruang kerja Lisa.

"Tsk... Bukankah kau seharusnya masih ada di Daegu sekarang? Kenapa kau ke sini?" jengah Lisa, yang terlihat tidak senang atas kunjungan itu.

"Kenapa lagi? Tentu saja untuk menemui noona," santainya, sembari meletakan sebuah tas kertas berisi makanan di meja pendek, di depan Lisa. "Kenapa noona ada di sini? Tidak ada syuting? Kalian sedang membicarakanku ya?" ucapnya menyinggung kehadiran Jennie di sana.

***

slice of lifeWhere stories live. Discover now