29

1.1K 192 8
                                    

***

Tahun ini akhirnya berganti, namun waktu berlalu begitu saja. Sudah lama sekali sejak pernikahan Jiyong dengan istrinya, namun semuanya berlalu begitu saja. Dua tahun berlalu begitu saja, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Dalam urusan pekerjaan, Jiyong dan Lisa punya banyak sekali pencapaian selama pernikahan mereka. Mereka menghasilkan banyak karya, banyak keuntungan, banyak perayaan. Sayangnya dalam urusan rumah tangga, mereka melewatinya begitu saja. Kedua tidak bisa fokus pada dua urusan sekaligus– urusan pekerjaan juga romansa yang harus mereka buat. Meski kini– setelah Lisa mengatakan kalau mereka tidur bersama– mereka tidak menerima desakan lagi dan bisa hidup dengan nyaman seolah seluruh dunia mendukungnya.

"Maaf karena harus menunda debut kalian selama ini, kalian sudah siap kan?" tanya Lisa, kepada empat gadis yang kini jadi kebanggaannya.

Bangchan dan teman-temannya bisa mengurus musik mereka sendiri, meski tanpa Minho. Lisa ingin memutus kontrak eksklusif dengan sepupunya itu, namun semua orang menentangnya. Lantas ia kirim bocah itu ke psikiater untuk mendapat perawatan. Bagaimana pun caranya, Lisa tidak ingin melihat bocah itu ada di sekitarnya.

Lee Know baik-baik saja, namun ia butuh bantuan seorang ahli untuk mengatasi tekanan yang mengganggunya, karena itu kami mengirimnya ke rumah sakit untuk mendapat perawatan– setelah meeting panjang, begitulah keputusannya. Para eksekutif di agensinya menentang keras pengusiran Minho hanya karena lelucon sepele, meski bagi Lisa lelucon itu benar-benar keterlaluan. Lisa kehilangan banyak hal karena lelucon itu.

Tuntutan Lisa dengan pamannya pun di selesaikan secara kekeluargaan, sebab tidak pantas seorang keponakan dan paman bertemu di pengadilan hanya karena beberapa tamparan. Terlalu membesar-besarkan masalah, tidak akan baik untuk citra Lisa sebagai seorang CEO, begitu anggapan mereka yang jauh lebih berpengalaman. Meski pembatalan itu tidak terlalu buruk karena Lisa mendapat banyak uang damai dari paman dan bibinya. Kedua orang itu pun diasingkan oleh tuan Lee– ayah Lisa. Mereka dikirim untuk mengelola cabang kecil di luar kota. Kali ini Tuan Lee benar-benar berusaha untuk menjauhkan putrinya dari keluarga sang paman.

Kembali pada Karina dan teman-temannya yang akan debut, Lisa meminta keempat wanita itu untuk pulang ke rumah masing-masing selama satu minggu kedepan.  "Kalian akan debut dalam waktu dua minggu, minggu ini foto debut kalian akan di unggah, jadi nikmati momen itu bersama keluarga kalian. Minggu depan, kembali lagi ke sini untuk persiapan naik ke panggung."

"Ya!" seru keempat anak itu, luar biasa senang. "Tapi nyonya Lee, bisakah kami memberi hadiah untuk suamimu?" tanya Karina kemudian. "Meski tidak lama, tapi tips-tips yang dia berikan untuk kami sangat berguna. Kami sudah memberi hadiah untuk semua orang yang membantu, tapi khawatir kau akan salah paham kalau kami memberi suamimu hadiah," susul Karina, si juru bicara.

"Kalian ingin memberinya hadiah? Lalu bagaimana denganku?" tanya Lisa, membuat Karina langsung menoleh pada Ningning yang berdiri di ujung.

"Sudah aku kirim, nyonya Lee belum menerimanya?" tanya Ningning, balas menatap satu persatu orang yang menatapnya.

"Belum, apa yang kau kirim?" balas Lisa dan Ningning mengangkat bahunya, menolak menjawab pertanyaan itu. "Baiklah, lalu apa hadiah yang akan kau berikan pada suamiku?" tanyanya, lantas Winter meletakkan sebuah amplop di depan Lisa.

Sementara Lisa yang baru saja pulang dari Jepang langsung pergi ke kantornya, Jiyong sudah satu minggu tidak keluar dari rumahnya. Minggu ini pria itu tengah berada di masa-masa tersulit dalam pekerjaannya. Bukan skandal atau berita miring yang membuat hari-harinya terasa berat. Skandal dan berita miring tidak pernah membuat Jiyong berantakan seperti sekarang. Wajahnya pucat dan lesu, tubuhnya lelah tidak bertenaga, nafasnya sesak dan sesekali ia batuk, pria itu kehilangan semangatnya, seolah kehilangan alasan untuk terus hidup namun mati pun ia tidak sudi.

Jiyong berbaring di sofa, dengan sebuah boneka beruang besar yang berada dalam pelukannya. Seluruh lampu sudah ia padamkan, tirai sudah ia tutup dan penutup mata sudah melekat di matanya. Ia berencana tidur siang ini, namun ia masih saja terjaga meski sekitarnya sudah cukup gelap. Sudah dua puluh tujuh jam Jiyong berusaha untuk tidur, namun ia belum juga berhasil sampai di pukul tiga sore, Lisa datang sepulang kerja. Gadis itu langsung pulang ke rumah setelah selesai menemui gadis-gadisnya juga menandatangani beberapa berkas di hari Sabtu yang cerah ini.

"Kau sudah pulang?" tegur Jiyong, berdiri di depan saklar lampu, menyalakan lampu yang sudah ia padamkan selama satu minggu terakhir ini. Pria itu berdiri di sana, menatap Lisa dengan boneka beruang dalam rangkulannya, juga kacamata tidur yang masih melekat di dahinya.

"Ya- oppa, ada apa? Kau sakit?" tanya Lisa, terlihat khawatir meski sebelumnya ia begitu ceria karena bisa pulang setelah beberapa kali pergi keluar negeri.

Lisa menghampiri Jiyong, sementara pria itu justru berjalan menjauh menaruh boneka beruangnya di kursi pijat kemudian memijat boneka itu dengan kursi pijatnya– seperti Simon Dominic dalam acara ragam I Live Alone-nya.

Jiyong menghela nafasnya kemudian menganggukan kepalanya. "Aku insomnia, tidak nafsu makan, kesepian, stress, depresi sampai kehilangan gairah seksual," keluh Jiyong sembari membaringkan lagi tubuhnya di sofa.

"Sudah berapa lama? Kenapa tidak bilang saat aku meneleponmu tadi pagi? Aku bisa langsung pulang kalau oppa memberitahuku," resah Lisa yang mulai mencari-cari rumah sakit terbaik untuk membebaskan Jiyong dari semua masalahnya itu.

"Tidak tahu," ucap Jiyong, menjawab semua pertanyaan Lisa sekaligus. "Aku muak mendengar laguku sendiri tapi aku harus menyelesaikan lagu itu. Augh! Aku bahkan bisa mendengar lagu itu sekarang! Sial! Benar-benar sial!" omel Jiyong membuat Lisa duduk di sebelah perut pria itu kemudian menariknya untuk bangun.

"Sudah ku bilang keluar dari studiomu, lakukan hal lainnya dulu. Tidak ada yang mendesakmu untuk segera menyelesaikan lagunya, kenapa memaksakan diri? Ayo makan sesuatu yang enak lalu istirahat," ajak Lisa sembari membuat Jiyong duduk di sebelahnya. Dengan tubuh yang lesu itu, Jiyong kemudian terkekeh. "Apa yang lucu?" susul Lisa, membuat Jiyong mengulurkan tangannya menunjuk boneka beruangnya.

"Lehernya lucu... Dan dia terlalu pendek untuk dapat pijatan di kaki," jawab Jiyong dengan kekehan lesunya– pria ini sudah hampir gila, yakin Lisa.

"Boneka siapa itu? Oppa membeli sebuah boneka? Karena kesepian?"

***

slice of lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang