LANGIT CHAPTER 4

6 3 0
                                    

Malam itu, langit sepertinya sedang bahagia. Tak seperti sang fajar yang malu-malu untuk menampakkan sinarnya. Sang rembulan masih enggan pulang, begitu hangat menyapaku. Ditemani ribuan bintang yang menghiasi dinding langit, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di balkon lantai 2 rumahku, ditemani dengan secangkir kopi dan alunan melodi ringan. Sepertinya, aku sangat senang berada di antara ketinggian dan kesendirian, dibandingkan bertukar kehangatan bersama manusia lainnya.

Pagi kembali datang dan seolah mengetuk kedua bola mataku yang masih nyaman untuk terlelap. Argo kehidupanku kembali mulai berhitung, menungguku untuk mulai menjalani aktivitas Seperti biasa, bersama kuda besi warna biru, aku membelah riuh jalanan kecil Kota Hujan untuk bergegas ke kampus. Ditemani dengan rintik hujan, aku tiba di kampus dengan jaket denim yang sedikit basah karena air hujan. Aku memarkir motorku di parkiran Gedung Kampus A dan melepas helm. Sejenak mencoba menata pakaianku yang sedikit berantakkan karena diterpa angin.  Aku baru menyadari, hari itu aku datang lebih awal dari biasanya. Kelas pagiku masih akan dimulai setengah jam lagi. Tanpa pikir panjang, aku segera mengenakan headphone dan bergerak menuju rooftop. Tempat yang secara otomatis menjadi pelarianku di saat-saat seperti ini.

Ternyata, sudah ada yang datang ke kampus sepagi ini sama sepertiku. Kami berpapasan ketika aku akan menaiki anak tangga. Aku pun berhenti untuk berbincang sejenak dengannya. Saling menertawakan seberapa teladannya kami tiba di kampus sepagi ini. Ia mengajakku ke kedai kopi kampus membeli segelas kopi guna mengusir kantuk yang cukup mengganggu ini, namun aku menolaknya. Aku lebih ingin menunggu di rooftop saja, lagi pula aku tidak begitu ingin kopi saat itu. Kami berpisah kemudian, dan aku kembali beranjak menapaki anak tangga menuju rooftop.

Hari itu, jadwal kuliah ku cukup padat, terhitung 3 mata kuliah harus ku hadiri secara beruntutn, tanpa ada jeda sedikit pun. Otakku sepertinya akan meledak sebentar lagi jika semua ini tak kunjung berakhir. Jam dinding menunjukkan pukul 4 sore, saat sang dosen menutup kelas terakhir hari ini. Para mahasiswa bisa sedikit bernafas lega, setelah semua penyiksaan ini akhirnya menemui titik akhir. Tapi tidak benar-benar berakhir, karena segudang tugas kampus telah menunggu untuk menghajar otak yang sudah sangat kehabisan tenaga ini.

Aku pun memutuskan mengunjungi kedai kopi yang sempat dibahas pada obrolanku dengan teman tadi pagi. Kedai kopi yang tak terlalu jauh dari Gedung kuliahku, tepatnya di pusat kampus. Sesampainya di sana, aku langsung memesan caffe latte dengan saus caramel. Otak harus diberi makan dengan baik setelah bertempur seharian bukan? Setelah memutuskan minuman yang kuinginkan, sang barista memintaku untuk menunggu sebentar seraya ia meracik minuman pesananku. Aku pun bergeser ke sudut kedai kopi dan melihat sekeliling. Kedai kopi ini cukup nyaman untuk disinggahi. Bernuansa alam dengan sebagian besar kursi dan meja berada di bagian luar bangunan, berlatarkan pepohonan yang rindang, tempat ini terasa sejuk dan mendamaikan. Sampai akhirnya, lagi dan lagi, perhatianku terhenti pada sosok wanita yang duduk di salah satu kursi kedai, khas dengan kamera yang sedang ia mainkan, dan tentu secangkir kopi di meja menemani aktivitasnya saat itu.

Aku baru teringat, dia adalah wanita yang pernah aku lihat di perpustakaan, dan yang aku pernah kuamati saat aku berada di rooftop beberapa hari lalu. Sepertinya dia sangat senang bekutat dengan fotografi. Dia asyik sendiri memotret ke arah langit dari beberapa sisi berbeda. Langit sore itu memang sedang indah-indahnya, merah merona khas warna senja. Mungkin dia memang menyukai keindahan. Sesekali, dia beralih menyeruput segelas kopi yang sedari tadi menganggur di meja sembari tetap mengamati hasil jepretannya. Saat aku tengah asyik mengamati apa yang dilakukan olehnya, perhatianku terpecah kala sang barista menyebut nama "langit" sebagai tanda bahwa pesananku telah siap. Aku pun bergegas menuju bangunan dalam kedai untuk mengambil pesananku.

Hari telah sore, dan tugas kampus telah menungguku. Aku tidak bisa lebih lama lagi berada di sini. Sambil melirik ke arahnya sekali lagi, aku pun berbalik arah untuk menuju parkiran kampus. Dalam benakku, semoga saja ada kesempatan untuk bertemunya lagi. Entah mengapa, aku merasa ada frekuensi yang sama di antara kami berdua. Dan aku akan membuktikannya kelak.

LANGIT & MELODI [ON GOING]Where stories live. Discover now