Note 1 [Tuanku]

65.7K 10.4K 2.4K
                                    

Saya pernah mendengar kalimat seperti ini dari sumber yang tidak saya ketahui. Ini kalimat seseorang yang tidak saya tahu namanya. “It’s a funny thing about mothers and fathers. Even when their own child is the most disgusting little blister you could ever imagine, they still think that he or she is wonderful.”

Saya pikir semua manusia menganggap anaknya menakjubkan, rupanya salah, manusia boleh saja punya rambut dengan warna yang sama, tapi soal isi kepala tetap saja berbeda. Tidak semua orang tua sayang kepada anaknya, dan bisa memandang anak dengan sama setelah dia melakukan kesalahan. Well, soal Zidan di sini saya lebih suka menyebutnya 'ketidak sengajaan' alih-alih kesalahan.

Tengah malam, Zidan dipaksa bangun oleh ayahnya yang menginginkan kopi. Dia anak laki-laki, tapi orang tuanya menyuruhnya semua pekerjaan rumah. Malam ini saya di kandang terjaga oleh teriakan yang nyaris menyerupai sangkal kala. Saya tahu dia membangunkan Zidan, maka saya langsung keluar dan menyelinap masuk ke dalam rumah untuk melihat apa yang terjadi. Jangan tanya saya masuk lewat mana, jendela kamar Zidan selalu terbuka untuk saya.

Di dapur, saya melihat Zidan tersandung dan menjatuhkan gelas kopi di tangannya. Dan si pria anjing itu, langsung bersuara.

"Kamu becusnya apa sih selain bikin masalah?!"

Zidan tidak menjawab. Tapi matanya memancarkan emosi luar biasa.

"Jawab, sialan!"

Zidan bungkam. Karena menjawab atau tidak, akan sama saja baginya.

Melihat Zidan diam ayahnya semakin emosi. Sedetik kemudian memukul anak itu dengan tangannya. Zidan tersungkur, bibirnya berdarah. Tapi dia diam, menunggu hantaman selanjutnya dari pria itu.

Saat seperti ini lah saya benci menjadi ayam. Saya tidak bisa menolongnya meski pria anjing itu mencambuk punggung Zidan berulang kali.

"Kenapa nggak kamu aja yang mati, hah?!"

Lalu Zidan dipukul lagi. Saya hanya bisa menatap dari kejauhan, Zidan tau saya ada di sana, dia melarang saya mendekat dengan delikan mata.

Setelah ayahnya pergi barulah saya melangkah ke arah tuan saya yang tak bisa menggerakkan tubuh. Saya benci Zidan, karena di saat seperti ini dia masih tertawa melihat saya. Kalau kata anak jaman sekarang, 'goblok!'

"Sakit, Just," begitu katanya. Tapi dia tidak menangis. Sedangkan saya tidak bisa berbuat apa pun selain mendekatinya lalu menjatuhkan tubuh di dekatnya. Di rumah yang dingin ini, Zidan tidak punya siapa-siapa selain saya.

Zidan sepi.

Keberuntungan yang dia punya hanyalah teman-temannya yang absurd itu. Saya memang pernah bilang jika saya membenci bocah sialan bernama Kenzo, tapi saya juga menyukainya karena dia menyayangi Zidan sebagai sahabat, benar-benar sahabat.

"Lo lapar nggak?"

Oke. Semua akan menggap Zidan gila karena bicara dengan ayam seperti saya. Padahal tidak ada yang tahu jika saya mengerti apa yang dia katakan.

Saya tidak merespon apa pun dan membiarkan dia memeluk saya erat, dan sarat kasih sayang. Wajahnya yang putih kini memar, tambah kemerahan karena dia menangis.

Saya ingin bilang jika saya ada untuk dia. Saya ingin bilang, jika saya akan menjadi saksi dia bahagia suatu hari. Saya juga ingin mengatakan saya selalu ada untuk dia sampai kapan pun.

Tapi yang bisa saya lakukan hanya diam tanpa suara. Sebab saya tau, apa pun yang saya katakan dia tidak akan mengerti.





Aceh, 26 Januari 2021

Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum