第一 : It's Not What I Want

301 34 59
                                    

Neji dan Suigetsu berjabat tangan tanda permainan mereka berakhir. Karena pemenangnya adalah Neji Hyuga dan Eiji Hyuga. Sedangkan, Suigetsu dan Kabuto kalah.

Suigetsu dan Kabuto kemudian pergi dan hanya disambut senyuman dari Eiji serta tatapan ketus dari Neji.

"Ayo pulang!" ajak Eiji.

Neji mengangkat tangannya dengan isyarat bahwa dirinya tidak ingin sekarang. "Ada yang harus aku urus."

Eiji hanya mengangguk dan langsung berjalan pergi tanpa peduli pada kakaknya. Toh, kakaknya lebih kuat darinya jika adu pedang. Buat apa dirinya khawatir. Ia justru merasa kasihan dengan musuh yang menyerang kakaknya itu.

Percayalah, Neji tidak akan mengampuni orang yang mencoba membunuhnya secara diam-diam atau menyerang dari belakang.

Eiji pun tak berminat menguntit kakaknya dan mencari tahu apakah kakaknya pergi menemui kekasih rahasianya atau menyembunyikan mayat hasil pembunuhan.

Neji kemudian berjalan mengitari hutan mencari sesuatu yang menjadi beban pikirannya. Ia harus menemukan hal itu sebelum matahari tenggelam.

Dirinya pun tak berminat menimbulkan bunyi berisik di hutan yang tenang ini. Setelah sekian lama, akhirnya ia menemukan kedamaian yang indah ini. Kesunyian pun ada di istana. Namun, itu adalah sunyi yang membuat Neji takut dan penuh beban.

'Tuk'

Sebuah biji buah mangga dengan tepat sasarannya mengenai kepala Neji. Sontak, Neji yang sama sekali tidak peduli langsung berjalan pergi tanpa menoleh darimana asal biji buah mangga itu. Sedangkan, orang yang sengaja melemparnya sedikit menyeringai.

"Beruntung aku tidak melemparkan anak panah ke arahmu," gumamnya. Ia kembali memakan mangganya.

"Tenten Hozuki!" panggil seseorang dengan suara berat. Orang itu berdiri tepat di hadapan Tenten, di sebuah dahan yang Tenten duduki.

Tenten tidak terkejut. Ia sudah tahu jika Pangeran Hyuga ini memiliki kemampuan dalam menyerang secara diam-diam. Jadi, tidak heran jika Neji tahu-tahu sudah melompat ke atas dahan tanpa dirinya sadari.

Tenten yang tadinya duduk santai langsung berdiri dan mensejajarkan dirinya dengan Neji. Sorot mata Neji menunjukkan dirinya benci Tenten.

"Turunkan sorot matamu sebelum aku colok matamu itu!" titah Tenten.

"Kau sudah tahu inti dari sorot mata ini, kan?" sinis Neji.

Tenten menatapnya acuh tak acuh. Ingin rasanya, Tenten mengeluarkan pedangnya dan menusukkan pedang ini tepat di mata Neji. Namun, sudahlah. Ia tidak ingin membuat kakaknya kesulitan dengan tingkahnya.

Tenten kembali duduk dan memetik sebuah buah mangga untuk di makan dengan santai. Sedangkan, Neji ingin protes. Gara-gara meladeni tuan putri ini, dirinya jadi gagal mencari sebuah benda yang menjadi beban pikirannya.

Sebelum matahari terbenam, sebaiknya ia cepat pergi dan mencari hal itu. Namun, ada sesuatu yang membuat pandangan matanya terhenti. Bukan, bukan pada Tenten yang tengah asyik memakan buah mangga dengan mata terpejam. Tetapi, benda berwarna biru tua dan agak cerah itu. Seekor ular aneh yang pernah ia temukan di istana.

Dan setahu dirinya, ular itu memiliki bisa yang tidak ada obatnya dan mangsa akan mati dalam sekejap. Satu-satunya orang yang bisa mempertanggung jawabkan itu adalah ibu selir Tsunade.

Neji dengan cepat menarik ular itu dengan memegang area dekat lehernya itu. Tenten yang menyadari itu, dengan cepat mengeluarkan pedang dari sarungnya dan memenggal kepala ular itu, sebelum sang ular menggigit tangan Pangeran Neji yang sialannya tiada tara, bagi Tenten loh, ya.

Tell Me, What I Feel?Where stories live. Discover now