31. Kampung Arta.

Start from the beginning
                                    

“Kapan berangkatnya?”

“Nanti sore.”

*****

Sore hari pun tiba-tiba. Mereka sudah siap untuk berangkat ke puncak. Yang tak lain adalah perkampungan Atra. Selly berjalan beriringan dengan Fita. Geno mencium puncak kepala Selly sebentar lalu memeluknya erat.

Geno menepuk pundak Zidan pelan. “Jaga Selly selama kamu menemaninya. Jangan sampai anak Papah kenapa-kenapa.”

Zidan mengangguk. “Pasti dong Pah. Ya udah kita pamit dulu ya. Takut kemaleman soalnya.”

Geno tersenyum dan mengangguk. Lalu Zidan menyalami tangan Geno dan diikuti oleh teman-temannya. Mereka melambaikan tangannya ke arah Geno. Mobil Zidan melaju sangat cepat karena takut jika malam nanti mereka sampai.

Jarak dari Jakarta ke kampung Atra menang jauh. Malahan lebih jauh dari Jakarta ke Bandung. Selly masih sibuk dengan buku keluarganya yang ia baca selalu. Sedangkan teman-temannya yang lain berfoto-foto dan ada juga yang bernyanyi.

Nando, Hanan, Fita, Zidan dan Selly saling berdiskusi. Kemana mereka akan tinggal nanti, dan Zidan sudah memutuskan kalau mereka akan membuat tenda selama perjalanan.

3 jam kemudian.

Hari sudah mulai malam. Zidan merasakan kalau mobilnya terasa mogok. Ia pun memarkirkan mobil itu ke pinggiran jalan yang sepi. Rumah-rumah di sana sangat jauh dari hutan, jadi jalanan itu sepi tak ada siapapun yang lewat.

“Ehh, ini kenapa mobilnya?” tanya Nando merasakan mobil yang di dudukinya tidak enak.

“Mobil gue mogok.” Singkat Zidan keluar dari mobil.

Fita yang sibuk dengan handphonenya pun mengalihkan pandangannya. Fita merasakan aneh saat memegangi handphonenya seingatnya handphone itu sudah terisi baterai. Namun saat ingin menelpon bodyguard-nya. Tiba-tiba handphone Fita mati.

“Yah handphone gue mati lagi, perasaan baru tadi dah gue cas,” celetuk Hanan mengecek handphonenya.

Fita menoleh dan kaget. “Lah, kok sama. Handphone gue juga tiba-tiba mati. Aneh banget deh.”

Zidan bungkam saat melihat banyak arwah di dekat teman-temannya. Namun sayangnya hanya bisa dilihat oleh Zidan dan Selly saja. Teman-temannya yang lain tidak bisa melihatnya.

Selly menyenggol lengan Zidan agar segera  meninggalkan jalanan itu. “Kak, aku yakin mereka nggak suka deh kita berhenti disini. Saran gue sekarang, mending kita cepet-cepet kabur dari sini dan bawa barang-barang kita. Kakak nggak lihat dibelakang aku banyak makam.”

Zidan mengangguk dan melirik makam itu sekilas. Ia berjalan menuju teman-temannya yang sedang kebingungan. “Bawa barang-barang kalian. Kita akan berjalan menaiki puncak, lewat jalan sana.”

Zidan menunjukan ke arah tangga yang dikerumuni banyak pepohonan. Mereka pun menuruti instruksi dari Zidan. Semua perlengkapan mereka bawa, hanya mobil saja yang mereka tinggalkan di jalanan tersebut.

Sepanjang perjalanan menuju puncak gunung. Mereka sama sekali tidak mendapatkan rumah atau gubuk apapun, dengan terpaksa mereka melaksanakan ibadah shalat di tengah hutan. Untung saja disana terdapat sumur yang jernih, namun sayangnya sumur itu sangat sunyi dan sepi.

“Kok kayak ada yang narik-narik tangan gue ya ..... Ah, mungkin cuma perasaan gue aja,” gumam Fita mengambil air wudhu di sana.

Mereka sudah selesai berwudhu dan bersilat berjamaah. Tidak di sadari banyak arwah yang sedang mengikuti mereka sepanjang perjalanan. Mereka tersenyum dan ikut shalat di jajaran belakang.

Selesai shalat mereka membuat tenda untuk dirinya beristirahat. Nando mengeluarkan semua peralatannya yang dibutuhkan dan di buatkan 2 tenda. Ya satu untuk Fita dan Selly. Dan yang satunya lagi untuk Nando, Hanan dan juga Zidan.

“Menurut lo, peta ini bener nggak sih?” tanya Zidan melirik ke arah Nando yang sedang menyalakan api unggun.

Setelah apinya menyala, barulah Nando menghampiri Zidan. “Gue kira sih ini benar. Kan kita aja udah sampe pohon keramat, tinggal sungai Arta yang belum kita lewatin. Tapi gila ini jauh banget coy!”

Selly merampas peta yang berada di tangan kakaknya. “Kok jauh banget sih, kalau begini caranya, kapan kita nyampe ke Gua Atra nya?”

Mereka semua menunduk. Benar juga apa yang dikatakan oleh Selly. Mereka akan menghabiskan waktu selama berjalan mengunjungi Gua Atra. Dan lebih parahnya lagi, cuaca disana tidak menentu. Sehingga membuat mereka bingung ingin berteduh dimana.

Zidan melirik jam yang berada di tangannya. “Udah malem. Mending kita omongin lagi besok, hari ini kita istirahat dulu disini. Gue rasa disini cukup aman untuk kita tidur.”

Teman-teman Zidan mengangguk. Mereka masuk ke tenda masing-masing. Dan pada saat bersamaan para arwah-arwah di sana pun ikut masuk ke dalam tenda. Sebenarnya Selly sudah tahu apa yang mereka inginkan. Namun Selly yakin kalau arwah disana pasti tidak akan membahayakannya. Karena Zidan telah meminta izin kepada arwah yang mempunyai hutan tersebut. Hanya saja teman-temannya tidak tahu akan hal itu.

Fita membulak-balikan badannya tidak nyaman. Ia merasa kalau udara di hutan sangat dingin dan sunyi. Fita melirik ke arah Selly. Ternyata dia sudah tertidur pulas, namun ia memaksakan tidur walaupun sebenarnya ia tidak nyaman dan takut.

Kok gue ngerasa selimut gue ditarik-tarik mulu ya, mau bangunin Selly. Tapi gue takut. Udah lah biarin aja, batin Fita.

Satu penghuni arwah disana sedang bermain dengan selimut yang di pakai oleh Fita. Dan ya, Fita sangat takut sekarang. Oleh karena itu ia membiarkan tubuhnya yang tidak memakai selimut. Walaupun udaranya sangat dingin, namun Fita hiraukan saat mendengar bisikan-bisikan menyeramkan dari para arwah disana.

Cepat tidur. Atau kau akan aku ajak main terus-menerus hi-hi-hi.

________Lorong kematian_______

Lorong Kematian [SELESAI]Where stories live. Discover now