4. Have A Sweet Dream

Beginne am Anfang
                                    

Karna panik dan khawatir bersamaan, gue langsung ngebuka pintu kamar Yuta yang syukurnya gak dikunci. Gue terdiam sejenak, nahan pintu yang kebuka sambil merhatiin Yuta dari ambang pintu.

"Geez!"

Gue langsung masuk ke dalam kamarnya yang lampunya udah dimatiin. Ternyata Yuta lagi mimpi buruk, gue ngelihat dia teriak ketakutan dalam tidurnya, bergerak-gerak gak nyaman.

Gue nyamperin kasur dan duduk di ujungnya. Gue ngelus pipi Yuta. "Hey hey it's okay, it's okay..." ucap gue lembut, coba nenangin Yuta yang lagi ngigau.

"It hurts Nena, it hurts!!!" teriaknya, belum berhasil bangun.

Who is Nena?

"It's fine Na Yuta, it's fine, you're safe..."

"Nena!!!"

Dalam sekali kedipan mata dia bangun. Secepat dia ngebuka matanya, secepat itu juga dia ngeraih pistol di bawah bantalnya dan nerjang gue, ngebuat gue telentang di atas kasur sementara Yuta ada di atas gue, lagi nodong pistolnya di bawah dagu gue.

Nafasnya masih menggebu, gue ngelihat ketakutan dan amarah tercampur jadi satu di matanya.

Gue neguk liur, mata gue merhatiin setiap inchi wajah Yuta. Dagu tegasnya, hidung mancung, dan matanya yang baru gue sadari kalo dia punya mata yang bagus. Tangan gue tanpa sadar nyentuh pipi Yuta dengan lembut dan hati-hati.

Seharusnya dalam posisi ditodong pistol begini gue bakal ketakutan, but nah, gak hari ini. Rasanya gue kayak ngelihat sisi lain dari Nakamoto Yuta yang biasanya strict dan tajam.

Mata gue terarah ke pipinya dan tangan gue masih ngelus pipinya itu. "Don't suffer alone." ucap gue dengan suara kecil, nyaris gak kedengeran.

Gue juga gak tau kenapa gue bilang begitu, tapi gue mau Yuta percaya dan ngebagi semua yang dia rasain ke gue. I want him to trust me.

Yuta mejamin matanya, ngenikmatin sentuhan gue di pipinya.

"Are you hurt?" tanya gue, masih dengan suara kecil.

Yuta ngebuka matanya, maniknya lurus ke manik gue. Alisnya sedikit nyatu, bukan marah, lebih ke ekspresi sedih. Tatapannya dalam banget dan entah kenapa rasanya nusuk gue.

"Nahan semuanya sendirian sama sekali gak berguna, Na Yuta."

Dia masih fokus natap gue dengan ekspresi yang sama sebelum dia neguk liurnya dan menyingkir dari badan gue, berhenti nodong pistol.

Gue menghela nafas dan kembali duduk. Yuta mijat pelipis pake sebelah tangannya, sementara gue noleh ke arah lain ㅡbukan fokus ke Yuta.

Gue jadi mikir-mikir sebenernya apa yang terjadi sama Yuta. Siapa Nena? Dan punya peran apa Nena di hidup Yuta? Kenapa dia kayak ketakutan sama si 'Nena' ini?

"You're holding it alone, aren't you?" tanya gue masih noleh ke arah lain. Gue diam sebentar sebelum noleh ke dia. "But i'm here... Incase you wanna share that pain of yours... I'm here, Na Yuta."

Yuta itu tertutup dan misterius. Tapi lo tau, gue gak kenapa-napa kalo Yuta mau nge-share sedikit masalah atau ceritanya ke gue. Gue janji bakal gue dengerin.

Sekali lagi gue menghela nafas dan berdiri dari kasur. "Good night." pamit gue, mau balik ke kamar soalnya pikiran gue jadi berantakan karna Yuta.

Yuta gak ngeluarin satu kalimat pun dari bibirnya, gue anggap itu persetujuan buat pamit gue.

"Rui," panggilnya.

Guns & Yuta ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt