Kedelapan siswa tersebut meluncur ke kolam dan segera menunjukkan kebolehan mereka dalam berenang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Sebelum tubuhnya bersentuhan dengan air kolam, Kyra lebih dulu memejam mata dan merasakan terpaan angin dingin mulai menyelimuti tubuhnya yang mulai gemetaran.

Jangan takut. Ini cuma air. Ya, ini sekadar air. Bukan hal yang mesti dicemaskan. Setelah dirasa siap, Kyra pun ikut berbaur dengan ketujuh temannya yang sudah lebih dulu berenang melebihi seperempat besar kolam. Kyra memantapkan hati, meski rasa dingin makin menembus pori-pori kulit, dirinya berusaha menghalau datangnya ingatan samar-samar yang membuatnya merasa sesak.

•oOo•

8 tahun lalu

"Will, hati-hati! Ombak di sana masih terlalu besar untukmu," teriak seorang anak laki-laki bertumbuh gempal sambil menenteng papan seluncur yang akhirnya dia dapatkan setelah merengek seharian penuh pada ayahnya.

Sementara itu, anak gadis berusia tujuh tahun yang menyukai gelombang ombak yang menyerbu tubuhnya hingga merasa kalau-kalau tubuhnya terhempas kesana-kemari menjadi sensasi yang menyenangkan baginya.

Makanya, saat pengawasan dari orang tuanya melonggar dan hanya menyisakan seonggok manusia yang sebaya dengannya, tetapi malah sering kali meminta perlindungan dari gadis bernama Willa ketika orang tua anak laki-laki itu sedang tidak akur.

Kesempatan yang tidak datang dua kali, karena orang tuanya berada jauh dari bibir pantai akibat urusan bisnis mereka, Willa mengabaikan seruan anak bertubuh gempal tersebut dan makin makin mendekati ke arah pantai yang memiliki gelombang ombak cukup besar baginya.

"Willa, kembali ke sini! Kamu nggak takut tenggelam apa?" seru anak gempal untuk sekian kalinya. Dia mengkhawatirkan keadaan Willa. Mukanya memerah akibat terkena sinar matahari-juga kelakuan anak perempuan yang keras kepala dan mesti diperhatikan baik-baik olehnya.

Willa menoleh sebentar, sekadar untuk mengejek. "Kamu terlalu penakut, Aaron." Dia menyeringai saat memergoki Aaron yang menatap ngeri pada gumpalan ombak setinggi pinggang orang dewasa.

"Kemari saja kalau kamu berani. Tidak apa-apa, tuh." Willa yakin, jika anak bernyali kecil itu tidak akan memaksakan diri untuk mendekat ke arahnya. Bahkan dengan dalih, hanya untuk sekedar memastikan dirinya baik-baik saja.

Aaron memandang ngeri gelombang ombak yang menerjang Willa beberapa kali. Namun, gadis itu malah tertawa sendiri ketika tubuhnya dihempas oleh gelombang berbuih itu. Dia mengeratkan pegangannya pada papan seluncur, sambil mengikatkan kain pengingatnya ke pergelangan tangan.

Meski dia takut dengan bayangan mengerikan yang pernah dia lihat pada film-film yang menampilkan kejadian tsunami laut, misalnya. Aaron melangkah sedikit demi sedikit agar bisa menjaga gadis pemberani itu dari dekat. Kalaupun bisa, dia akan menyeret paksa gadis bebal itu supaya tidak membuatnya kalang-kabut seperti ini.

"Aku harus bisa, Om sama Tante udah percayain Willa ke aku. Willa harus baik-baik aja."

Berbekal dengan tekad yang penuh rasa tanggung jawab, karena sudah terbiasa dibebankan tugas dari sang ayah, sehingga anak sebaya dengan Willa itu, sepertinya sudah terbiasa dengan namanya sebuah kepercayaan yang selalu beriringan dengan kewajiban untuk menjaga kepercayaan itu tetap utuh.

Meski langkahnya melambat tiap kali air laut yang volume-nya makin tinggi mengenai tubuh Aaron, dia tetap melangkah walaupun harus tertatih-tatih. Akhirnya Aaron berhasil memegangi tangan mungil Willa. Gadis itu terkejut mendapati keberadaan Aaron yang berada tepat di sampingnya sambil memegangi tangan Willa dengan tangan yang gemetar.

"A-aron! Kamu ... bagaimana bisa?" Willa pengap-pengap karena merasa panik sekaligus heran dengan tekad Aaron yang dia kenal memiliki nyali kecil.

Aaron menampakkan senyum lebar, meski kakinya terasa lemas karena menerjang batas keberanian yang dia miliki, demi berada di samping Willa. Dia merasa berbangga hati dengan perjuangannya. "Su-sudah kukatakan, bukan, kalau aku tuh, pemberani, tahu!"

Willa menggeleng seraya berdecap pelan. Lalu dia menarik tangan Aaron supaya segera ke bibir pantai bersamanya. Tangan laki-laki itu masih bergetar dan sangat dingin ketika Willa menggenggamnya. Bisa-bisanya orang macam Aaron memaksakan diri, sehingga berakhir dengan kondisi yang seperti sekarang. "Ayo, kita kembali aja."

"Kenapa? Bukannya kamu suka ombak di sini, 'kan?"

Willa memejamkan matanya, berusaha membohongi orang memang bukan keahliannya, tetapi jika hal tersebut dapat membahayakan nyawa orang lain, maka mau tak mau, Willa mesti melakukan akting!

Yah, setidaknya dia sudah lama mengamati kepura-puraan yang ditampilkan ayah-ibunya itu. Jadinya, tidak akan ada masalah jika dia membohongi Aaron juga, 'kan?

Willa berbalik, dia menatap Aaron cukup lama. Kemudian ketika jeda satu napas telah usai, dia melengkungkan bibirnya selebar yang dia bisa, lalu berkata, "Aku udah nggak suka main ombak di sana. Lebih baik, kita main rumah-rumahan pasir aja, yuk!"

Aaron yang mungkin masih polos saat itu, hanya bisa mempercayai perkataan Willa. Meski sebetulnya Willa merasa skeptis jika Aaron benar-benar mempercayainya, atau kemungkinan buruknya-berpura-pura memahami Willa. Entahlah. Untuk saat itu, Willa tidak ingin memikirkan hal yang membuat kepalanya terbebani.

Lalu kebohongan lain pun muncul secara terduga. Willa sendiri tidak menyangka jika bakat berbohongnya berefek kuat pada Aaron. Makanya, ketika kebohongan yang sering kali Willa lakukan kepada Aaron berakhir dengan tragis, Willa menyayangkan keputusan yang pernah diambilnya. Dia merasa menjadi orang paling bodoh.

Sejak hari di mana Willa menyesali ucapan yang tidak jujurnya dengan dalih untuk kebaikan Aaron sendiri, perasaan hangat yang Willa rasakan ketika berada di pantai saat usianya masih muda, tidak pernah dia rasakan lagi dari orang lain.

Mungkin itu juga bagian dari karma untukku, pikirnya kala itu.

Maka, ketika mengingat Aaron yang memutuskan untuk pergi, meninggalkan jejaknya pada hati Willa, kehangatan yang pernah singgah padanya, perlahan ditelan oleh waktu. Sayang sekali, Willa tidak pernah lagi mendapatkan kehangatan yang di nantikannya. Seolah mereka semua lenyap dan segan dekat-dekat dengan Willa.

1825 [ON HOLD]Where stories live. Discover now