Happiness

2.4K 353 136
                                    

Aku kembali~


Happy reading!^^



~°~°~



Aku menatap kosong secangkir teh hangat di depanku. Uap mengepul di atas sana, memanggilku untuk segera meminumnya. Namun, aku sama sekali tak bergerak. Aku sudah melakukan ini selama satu jam.

Wonwoo terus mengusap bahuku, sesekali meremasnya pelan untuk membuatku merasa lebih tenang. Tetapi, itu sama sekali tak membantu. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan. Aku tidak bisa melakukan apa-apa sampai Jisoo Oppa menghubungiku.

Sayangnya, selepas pertemuan rahasia itu ia tak membalas pesanku juga tak mengangkat teleponku. Appa dan eomeoni juga sama-sama tak bisa dihubungi. Bedanya, ponsel appa selalu sibuk sedangkan ponsel eomeoni mati.

Sepertinya mereka sibuk mengurus pemberitaan yang tiba-tiba merajalela di beberapa situs. Mereka sepertinya sengaja tak menghubungiku supaya aku tak memikirkan itu. Ya, mereka memang membuatku tak bisa berpikir. Serius. Aku tidak tahu apa-apa tentang bisnis dan media.

"Hey, jangan diam saja ... katakan sesuatu," ucap Youngmi. Ya, sekadar informasi berita-berita itu begitu cepat menyebar dan sampai ke telinganya. Maka dari itu, ia dan Jihoon datang ke rumah Minji sehingga saat ini kami berkumpul dengan anggota lengkap.

"Aku tidak tahu harus mengatakan apa," balasku dengan nada monoton. Seperti orang yang tak punya harapan hidup. Ya, kira-kira separah itu kondisiku sekarang.

Youngmi menghela napas. Ia menyentuh keningnya dan bersandar pada sandaran sofa. "Astaga, kau yang kena masalah tapi aku yang paling cemas. Sikapmu ini membuatku semakin cemas."

"Sudahlah, (y/n) pasti perlu waktu." Sepertinya aku harus bersyukur ada Jihoon di sini. Meski sejak tadi diam saja, rupanya ia yang paling mengerti bahwa aku membutuhkan waktu.

Masalahnya, aku tidak tahu sampai kapan.

"Ohh tidak," gumamku. Aku langsung menghadap Wonwoo dan menyembunyikan wajahku di bahunya. Kedua tanganku memegang lengannya erat. "Minji, kupinjam dulu bahu orang menyebalkan ini."

"Heh! Masih untung aku datang. Kalau tidak kau takkan tahu apa yang sesungguhnya terjadi," protes Wonwoo tak terima.

"Justru itu," sahutku tanpa merubah posisi, "kalau kau tidak datang aku pasti tenang-tenang saja."

"Yakin tidak tahu akan membuatmu lebih baik? Kau mungkin takkan tahu bagaimana kerasnya Hyung berjuang untuk membersihkan namamu, meski namanya lebih tercemar."

Ohh sial, tutup mulutmu!

Aku ingin mengumpatinya, tetapi tenagaku sudah habis. Aku memilih untuk diam dan menenangkan diri. Masih terus berharap ponselku akan berdering dengan nama Jisoo Oppa, appa, atau eomeoni di layar ponsel.


"Ponselmu!"

Aku langsung menegakkan tubuh ketika Minji berseru. Aku langsung meraih ponselku di atas meja lalu memeriksa layar ponsel. Sayang seribu sayang, bukan orang yang kuharapkan yang menelepon. Melainkan atasanku di kantor.

Ohh ayolah, aku takkan diberikan pekerjaan di H-1 pernikahanku dan di tengah kekacauan ini, kan?

Aku menghela napas kemudian mengangkat teleponnya. Berusaha menanggapi dengan kepala dingin.

"Hallo?"

"Kau di mana, (y/n)?"

Tunggu ... ini bukan suara Jiyong!

Brother in Law [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now