The Reason

2.8K 470 208
                                    

Harusnya update sequel cerita sebelah dulu. Tapi aku gak tahan pengen nulis yang ini :v

Semoga menghibur kalian-kalian yang sedang patah hati sebagaimana hatiku hancur lebur menjadi tak berbentuk karena hal yang tidak perlu disebutkan pasti sudah kalian ketahui :'


Happy reading!^^



~°~°~



"Ohh... Jinhwan?"

Aku mengerjap pelan ketika menemukan Jinhwan tengah berkutat di dapur dengan apron biru tua. Ia melihat ke arahku dan tersenyum lebar. Tangannya berhenti mengaduk spatula di penggorengan untuk melambai ke arahku.

"Pagi!" sapanya.

Aku kembali sadar dari lamunanku ketika ponselku berdering. Ketika kuperiksa, alarm untuk sarapan berbunyi. Aku segera memasukkan ponsel ke dalam ransel, lalu berjalan menghampiri Jinhwan dan duduk di meja bar.

"Kenapa kau ada di sini?" tanyaku.

Jinhwan kembali tersenyum, tapi tak melihat ke arahku. "Jisoo Hyung menghubungiku pagi tadi. Dia bilang akan ada perjalanan ke luar kota pukul lima. Wonwoo tidak bisa dihubungi, jadi dia memintaku mengantarmu ke kantor."

"Dan memasak untukku?" tanyaku memastikan.

Jinhwan tertawa pelan. "Tidak, ini inisiatifku karena kulihat tidak ada yang bisa kau makan untuk sarapan. Aku tidak mungkin membiarkanmu melewati sarapan, bukan?"

Aku tersenyum lebar dan sedikit menggodanya, "Pengertian sekali."

Jinhwan hanya menanggapiku dengan tawa pelan. Aku beranjak menuju kulkas dan mengeluarkan sekotak susu berukuran satu liter. Aku membawanya menuju bar, menuangkannya ke dalam gelas, dan segera meminumnya.

"Harusnya minum air putih dulu," ujarnya.

"Sudah, sebelum mandi. Sepertinya sesaat sebelum kau tiba," sahutku.

Jinhwan hanya mengangguk. Ia mematikan kompor, lalu menaruh telur yang sejak tadi diaduknya di atas wajan pada piring. Menemani selembar roti panggang dan dua buah sosis mini di sampingnya.

"Ini... makanlah," ujarnya lalu menaruh piring itu di depanku sedangkan ia duduk di sampingku dan menuangkan susu ke dalam gelas.

"Sejak kapan kau bisa masak?" tanyaku sebelum mencicipi.

"Semenjak menjadi manajer," sahutnya. "Model perlu asupan makanan yang tepat. Terkadang aku harus menyiapkannya."

"Kau hebat," pujiku. Aku kemudian melanjutkan makan dan membiarkan Jinhwan fokus pada hal lain. Dia memang tidak terbiasa sarapan, jadi aku tidak menawarinya.

"Sudah selesai?" tanya Jinhwan setelah aku menghabiskan sarapanku.

Aku mengangguk pelan. "Aku mau menaruh ini dulu di wastafel. Nanti siang Bibi Park datang."

"Kalau begitu kutunggu di depan ya?"

Aku mengangguk mengiyakan. Jinhwan tersenyum sebelum berjalan menuju pintu depan. Aku merapihkan piring dan gelas, menumpuknya di wastafel, lalu mengambil ransel dan menyusul Jinhwan.

Brother in Law [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now