32.Fact

4.7K 304 29
                                    


***


"Kau lihat 'kan Mila? Dia sekarat, mau kita apakan dia?"

"Bukankah pilihan Kakak lebih bagus?"

"Benar juga ya. Kita cambuk saja dia dulu, lalu kita jadikan dia boneka? Mau kelinci? Aku sering memainkannya."

.

.

.

.

.

Mila membuka matanya, keringat bercucuran membasahi tubuhnya. Hanya mimpi, hanya mimpi. Perlahan ia bangun dari posisi tidurnya, melihat sekeliling dan menemukan diri di ruangan bernuansa merah dan hitam, matanya dibuat sakit karenanya. Ia baru ingat kejadiannya, kekasihnya itu membuatnya tak sadarkan diri dan sekarang ia bangun di tempat seperti ini. Kepalanya semakin pening, tak ada ventilasi sama sekali di sini, tapi suhu ruangan tersebut sangat pas, tidak panas ataupun sebaliknya.


"Lumayan lama juga ya?" suara Freink memasuki indra pendengarannya. Mila menemukan pemuda itu duduk di pojok ruangan yang gelap sembari menggosok kukunya dengan pisau.

"Kau memang suka berada di tempat yang gelap ya?" Mila tersenyum kecut.

"Ya ampun." Freink menyeringai, lalu mendekati Mila. "Cara bicaramu berubah ya?"

"Kau juga," ujar Mila mendongak dengan berani. "Cepat pulangkan aku, Freink Halmer."

Freink hanya diam, kekasihnya sungguh tidak sabaran. Ia belum mengajak gadis itu tur keliling khusus markas Dresden. Seisi Dresden mempertanyakan siapa sekiranya gadis yang dicap sebagai milik Freink Halmer. "Kau akan kuajak berkeliling."

"Hentikan Freink!" Mila menggertak marah. "Aku, ingin, pulang."

"Kau seperti gadis kecil imut yang merengek ingin pulang." Freink mengeluarkan pistol kecil dari saku celananya. Dan menodongkannya ke arah Mila. "Tapi sayangnya kau milikku, kelinci kecil yang harus menurut pada majikannya."

Mila berdecak. "Itu pasti tidak ada pelurunya."

Freink menembak lukisan tepat di belakang Mila, dan kembali menodongkan pistolnya ke arah Mila sembari menampilkan senyum mengejek. Mila menelan ludahnya susah payah. Menyadari jika Freink sedang tidak bercanda. Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok anak kecil yang Mila kenal dengan nama Carmia.

"Elias, mereka tidak berciuman atau sejenisnya. Freink hanya menodongkan pistolnya ke arah gadis itu," ujar Carmia datar lalu memasuki ruangan itu.

"Apa?!" Elias muncul dengan penuh keterkejutan, lalu memeluk Freink dari belakang. Dengan maksud menghentikan apa yang ingin pemuda itu lakukan. "Aku tahu kau sangat perhatian kepadaku dengan memberiku makanan. Tapi aku tidak mau memakan daging kekasihmu, Freink. Itu kejam!"

"Apa maksudmu?" Freink menaikkan alis.

"Mikoto bilang tidak baik terlalu percaya diri, Elias." Carmia menatap Freink. "Freink, apa kalian berdua sedang berkelahi? Mengapa hanya menodongkan pistol begitu? Bukannya Roibeart dan Lucia bahkan lebih dari itu?"

"Carmia sayang," ujar Elias. "Roi dan Lu itu pasangan yang tidak patut dicontoh. Sebaiknya kau contoh saja Freink dan kekasihnya."

"Jadi menodongkan pistol itu baik?" dengan wajah polos.

"Anak kecil memang memiliki pemikiran yang cerdas." Elias menghela nafas. "Kau tidak boleh membunuh kelincimu, Freink. Dia mungkin akan menyelamatkanmu."

My Psychopath BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang