MERPATI HATI

1.7K 35 4
                                    

MERPATI HATI

“Jadi… keputusan kamu udah bulat, Mir? Mau berhenti? Kamu cuma hadir untuk Hega? Ada Hega-Hega lainnya loh,,, di sini…” Monica langsung berseloroh panjang saat mendengar pengajuan Mira untuk mengundurkan diri dari posisi sebagai sukarelawan.

Mira hanya tersenyum. “Bu… mungkin panggilan Ibu di sini. Panggilan orang berbeda-beda, bu. Menjangkau orang lain tidak selalu harus di balik tembok atau label tertentu, Bu. Ada yang bertugas di balik tembok… ada yang bertugas di luar tembok… saya punya impian saya sendiri, Bu… Dan impian itu sempet pupus di amuk badai yang saya gak bisa cerita’in sama Ibu… tapi seperti yang Ibu bilang ke saya di malam itu…” Mira menarik nafas sambil menerawangkan matanya, “…tuntaskan…” Mira menatap lagi ke Monica yang sudah menyunggingkan senyumnya.

Monica mengangguk-angguk. “Jadi,,, apapun yang membawa kamu ke sini… udah tuntas, ya…”

            “Tuntas di balik tembok ini, Bu… tapi banyak yang harus saya kerjakan di luar tembok ini…”, sahut Mira sambil tersenyum.

            “Tapi ke ulang tahun tempat ini, kamu masih bisa dateng kan? Sedih juga kalo berpisah gini, ya…” Wajah Monica sedikit merunduk. Ada jejak-jejak luka dan kesepian di pancaran matanya. Dan begitu banyak cerita perih,,, terlukis di garis-garis lelah di sudut matanya...

            “Bu… kita gak pisah… kita sedang berpencar untuk memperluas aksi…” Mira berkelakar. Ia tak mau suasana menjadi larut dalam nuansa biru haru. “Dan saya pasti dateng kok, bu…”

Monica tersenyum. “Sukurlah… saya selalu ngerasa sedang melihat diri saya sendiri kalo liat kamu… hanya aja… kamu lebih beruntung dari saya… pendamping kamu masih ada, masih kamu liat dan kamu tau dia aman…” air mata yang selama ini disembunyikan Monica mulai menyeruak turun. “Kalo aja dulu… saya gak larut dalam ego dan kemarahan… mungkin Ryan; suami saya… masih tertolong…”

Mira membelai-belai bahu Monica yang mulai terisak. “Bu… saya turut prihatin… saya gak tau kalo suami Ibu udah… ah, tapi jangan disesali lagi… Ibu liat anak-anak ibu…”

            “Ya, ya… mereka berprestasi di sekolah mereka… saya gak perlu bayar uang sekolah lagi… karna mereka selalu dapet beasiswa…”, sambung Monica sambil mengangguk-angguk dan menyeka kedua matanya yang basah dengan sapu tangan. “Cuma satu yang jadi beban hati saya selama ini… kalo kamu gak keberatan,,, saya mo berbagi…” Monica kembali terisak.

Mira terdiam lalu hanya mengangguk kecil. Monica pun melanjutkan, “Saya ingin tahu… apa dia meninggal dalam kesalahannya tanpa minta ampun sama Tuhan? Karna… kalo nanti saya berpulang nanti… apa saya gak akan ketemu lagi sama dia…” Monica mulai meledak dengan tangisannya. Mira bisa merasakan beban itu sudah begitu lama di simpan Monica. “Padahal…", Monica masih menyambung, "Saya sangat mencintai dia… bagi saya,,, menikah adalah sekali seumur idup… saya sangat nyesel…” Monica melanjutkan tangisan pilunya lagi. Mira benar-benar tak tahu perkataan apa yang bisa meringankan beban Monica selain merangkul dan memeluknya sambil berbisik. “Bu… saya gak tau jawabannya… kita gak boleh berpikir terlalu jauh di luar akal kita, Bu… Itu perkaranya Tuhan…”

Monica terus terisak… “Saya hanya berharap… seandainya Ryan sempat meminta ampun…” Monica terus sesegukan, mengeluarkan semua yang menghimpit batinnya selama ini. “Saya cuma bermimpi tepat di malam sebelum saya temukan dia meninggal dalam keadaan terentang di atas ranjang… dalam mimpi... saya liat dia duduk di sofa ruang tamu, di saat-saat terakhirnya,,, memandangi foto saya dan anak-anak… saya denger mulutnya bergerak-gerak kecil mengatakan kalo dia sayang sama saya dan anak-anak… kalo dia nyesel… lalu dia minta ampun sama Tuhan sebelum dia pergi selamanya…” Monica semakin kencang dengan erangan pilu dalam tangisannya. “Dia tertidur di sofa dan gak bangun-bangun lagi! Tapi itu cuma mimpi… dia terbaring di kasur… bukan di sofa… saya cuma pingin tauuuu… cuma ituuu… saya gak bisa maapin diri saya sendiri membiarkan dia meninggal di dalam kesalahan dan penyesalan… dia blon denger bahwa saya gak pernah brenti mencintai dia… saya nyeselll… huhuhuuuuuuu…” Bahu Monica bergetar hebat. Mira terus mempererat pelukannya. Tak dapat dapat dibayangkannya,,, bila itu terjadi dalam kehidupannya dengan Antonius… Tidak melihat Antonius… di saat Antonius dan dirinya belum berdamai? Mira mengerjap-ngerjapkan matanya agar bayang-bayang mengerikan yang menyayat hati itu menghilang dari pikirannya. Ia bisa membayangkan hati Monica yang mencintai suaminya, kira-kira seperti dirinya yang mencintai Antonius…

NURANIWhere stories live. Discover now