MIRA

2.2K 42 0
                                    

MIRA

            “Hati-hati di jalan, pa…” sayup-sayup, Mira mendengar suaranya sendiri berkata pada Antonius yang melambai dari balik dalam mobilnya. Antonius tersenyum terkembang dengan sinar mata seolah berkata, “Aku pasti kembali…”

Lalu Mira melihat angin berputar begitu kencang menggulung kendaraan yang dinaiki Antonius, membawa pergi mobil itu berikut Antonius di dalamnya… Lalu Mira terlempar ke sebuah masa, dengan padang rumput yang luas… salah satu memorinya sewaktu masih kuliah dulu… Ia berada di acara MAKRAB Fakultas Teknologi Kelautan yang diadakan di Pangrango, Kaki Gunung Gede. Ia melihat sebarisan pemuda meneriakkan yell yell dengan lantang,,, “Bang! Cape, Bang! Tapi mau lagi!!!” Matanya menumpu pada pemuda kurus yang awalnya tidak terlihat tinggi. Kedua kakinya kurus seperti sepasang kaki meja. Rahangnya menonjol tegas, mempertegas pula kekuatan tekad untuk tidak mengalah pada intimidasi macam apapun juga,,, di balik tubuhnya yang hanya selembar itu. “Anton!!!” Terdengar seorang senior berambut agak gondrong dan ikal, mendatangi pemuda kurus itu dengan gegap nafsu ingin menghardik lebih jauh. Senior itu memukul kepalanya. Mira melihat semuanya itu dengan nyeri seolah ia mengenal pemuda itu sejak dahulu kala, terpisah sekian tahun, lalu dipertemukan kembali. Rasa rindu, sebuah rasa yang aneh, merogoh ke dalam sanubarinya, mengacak-acak perasaannya… seolah ia benar-benar pernah dekat dengan pemuda itu di kehidupan sebelumnya. Ia merasa sesak. Ia menangis diam-diam dalam hati. Bukan karena menyaksikan bagaimana para senior mengerjai pemuda itu habis-habisan. Tapi rasa terharu karena ia bisa melihat seseorang yang seolah-olah pernah menjadi bagian terdekat dari hidupnya. Padahal baru hari inilah ia melihatnya. Namanya pun, Mira belum tahu. Seseorang yang terpisah darinya sekian lama,,, begitu lama… dan kini mereka dipertemukan kembali. Jauh di kedalaman hatinya, ia melebur dengan perasaan aneh yang tak bisa dijelaskan… Lalu ia seperti melayang dan melihat wajah pemuda itu di hadapannya… Bicara begitu dekat… “Aku mencintai kamu. Gak perduli siapa kamu, siapa aku. Gak perduli kamu suku apa, aku suku apa… Gak perduli kamu lebih atau kurang… tanpa syarat… aku mencintai kamu tanpa syarat…" Ia bisa merasakan wajah berahang tegas itu tak sekeras yang kelihatannya. Air mata bening menggenang di pelupuknya saat tangan kurusnya menjamah wajah Mira… Lalu katanya, “Aku mencintai dan mengasihi kamu apa adanya.”, kata pemuda itu sebelum mengatupkan bibirnya yang masih merona kemerahan selayaknya pemuda usia dua puluh tahunan, tidak pernah merokok, tidak pernah minum kopi. Mira menangis… menitikkan bulir-bulir air mata hingga memburai, meruah seperti gelombang laut besar yang sekian lama terbendung dan kini terbuka… Gelombang laut itu menghanyutkannya pada pembaringannya di atas sebuah ranjang dengan permukaan seprei bernuansa mawar yang indah, ranjang pengantin… ia bisa merasakan permukaannya yang halus… namun terasa dingin… lalu sayup-sayup didengarnya lantunan lagu Dewi Sandra, “Kapan… lagi… kau bilang I Love You… Seperti… saat… engkau mengejarku…”

Mira terbangun dari mimpi anehnya… Ia menyeka piluh dingin di dahinya. Ditatapnya jam bundar di dinding… Pukul 7 malam… Ia terenyuh teringat anak-anaknya… Tapi kemudian, disadarkan kembali dirinya, kalau kedua anaknya sedang menginap di tempat mamanya. Ia pun duduk kembali dengan setengah bergetar. Ditolehnya cermin lemari baju dari kayu mahogany gelap di sisi kanannya. Lalu menatap ke TV LCD 29 inch tepat di depannya. Dewi Sandra sedang tampil secara live menyanyikan hits “Kapan Lagi Bilang I Love You.” Lagu sudah di penghujung saat Mira ikut menyanyikannya… Di ujung kalimat terakhir, sedih tertahan di sudut lidahnya saat ia turut menyelesaikan lagu itu bersama Dewi Sandra. Ia gundah gulana akhir-akhir ini. Ia kembali menatap ke dinding… Dan mengingat

kalau ini adalah malam minggu… Ia berharap Antonius segera pulang…

            Satu jam berlalu sudah… melewati angka 7 pada jam dinding… Mira meirik ke sebuah foto ukuran 5R berbingkai bahan sejenis duplex bekas, hasil buatan tangannya sendiri. Dulu, kehidupannya dengan Antonius sangat susah. Ia begitu ingin membingkai foto itu tapi tak mampu membeli sebuah frame. Ia bahkan tak mampu membeli air isi ulang seharga dua ribu lima ratus rupiah di saat itu. Di foto itu ada Antonius sedang mencium pipi kanan Mira. Wajah Mira sedang merona malu. Dengan pipi yang kemerah-merahan. Mira pun menoleh kembali ke cermin di sisi kanannya… menatap dirinya di cermin. Ia tampak begitu berbeda sekarang… usianya sudah 35 tahun… Pipinya yang dulu tembam berisi, kini mulai turun tanpa bisa dihindari… ia tidak bisa mencegah usianya yang terus bertambah… dan memperlihatkan prosesnya di wajahnya… Rambutnya yang lurus panjang tampak lebih panjang dibandingkan dengan yang di foto. Dan tampak lebih tipis serta kering. Dulu, rambut inilah yang disukai Antonius dengan teramat sangat. Ia bahkan tidak diperbolehkan untuk memotongnya tanpa seijin Antonius. Sekarang, berkali-kali Antonius menyuruhnya untuk memotongnya. Tapi tak dilakukannya. Memotong rambutnya seakan memotong kenangannya selama 10 tahun mengenal Antonius… Ia merasa sayang bila harus membuangnya… membuang bagian dari rambutnya yang bagaikan sudah menjadi bagian dari kenangannya…

NURANIحيث تعيش القصص. اكتشف الآن