INDAH PADA WAKTUNYA

1.8K 28 1
                                    

INDAH PADA WAKTUNYA

 

            Waktu sudah berselang hingga sebulan. Raymond masih setia menjenguk Hega selama dua sampai tiga jam sehari, bila ia tak berhalangan. Ia tak bisa lagi berlama-lama menemani Hega. Meski jam besuk terbentang dari pukul satu siang sampai pukul delapan malam, sejak Hega di pindah ke pusat terapi yang direkomendasikan oleh Dokter Firman, Raymond juga mendapat tugas menjadi P.I.C. untuk mengawasi pameran di MOI selama hampir sebulan penuh. Raymond hanya bisa menyempatkan sebisanya di jam satu siang hingga jam tiga sore saja, sebelum ia harus memenuhi jadwal P.I.C. yang di mulai setiap jam empat sore. Dan Raymond harus bertugas sampai malam, sampai jam tutupnya mal. Dan di hari minggu pun, baru dua kali saja Raymond menemani Hega. Raymond pernah mendengar Hega berkata-kata tentang Mira yang menungguinya selama hampir sebulan ini. Tapi Raymond tak pernah terpikir tentang Mira yang mana yang dimaksud oleh Hega. Dan baru di hari inilah… Raymond bisa menyediakan waktu luang lebih panjang karena hari tutup D.O. di pekerjaannya... telah dilewatinya.

Raymond melarikan dirinya membesuk Hega sejak jam makan siang. Ia meminta ijin pada Martin, untuk bebas selama setengah hari di sisa waktu kerjanya demi mendampingi Hega sampai jam besuk selesai. Dan seperti biasanya,,, Raymond akan bertemu muka dengan Suster Malla yang mendampingi Hega untuk menjalani fisioterapi di siang hari. Raymond juga dengan rutin akan bertemu muka dengan seorang sukarelawan bernama Rena, yang selesai bertugas di jam dua siang. Lalu di shift berikutnya, akan digantikan oleh sukarelawan yang bernama Friska, yang bertugas dari jam dua siang sampai jam empat sore.

            “Gimana kabarnya…” Raymond membuka suaranya saat menapaki ruangan kamar. Hega masih tampak terdiam dengan dunianya sendiri. Suster Malla memberi jawab mewakili Hega, “Sehat semuanya”.

Suster Malla adalah suster perawat, perwakilan dari rumah sakit tempat Dokter Firman praktek. Ia sudah saling mengenal dengan Raymond untuk waktu yang cukup lama, sejak Suster Malla masih bertugas merawat Hega di rumah sakit sebelum Hega di pindah ke pusat terapi ini. Raymond mendekat pada Rena yang masih punya sisa waktu selama satu jam untuk menemani Hega. Rena tampak sedang mengisi laporannya. Raymond mulai mengintip isi laporannya. “Dia membaik hari ini. Udah semingguan gak ngamuk-ngamuk lagi…”, kata Rena memberitahu Raymond, sebelum Raymond berhasil membaca semua isi laporan yang di tulis Rena. “Iya”, Suster Malla menimpali, “Sekarang kalo di suruh minum obat,,, atau di suruh terapi,,, dia nurut aja. Ya… masih suka melamun sih, Pak… sesekali dia pernah ketawa… tapi kayaknya sambil mengkhayal apalaaah gituuu…”

Mendengar itu, raut Raymond langsung berubah. Raymond tahu, Hega takkan pernah membayangkan orang lain selain Antonius. Tak ada suster atau sukarelawan yang pernah menyampaikan laporan bahwa Hega menyebut-nyebut namanya. Tidak satu kali pun. Raymond melenguh panjang. Ia mulai berpikir bahwa Hega bahkan tak pernah menyadari keberadaannya. Bila Raymond merunduk sedih... Suster Malla yang sudah lama membaca perasaan khusus Raymond pada Hega, hanya menepuk-nepuk bahu Raymond yang mulai menipis. Raymond mulai berhasil dengan diet ketat dan olah tubuhnya. Ia mulai memperlihatkan dada yang membidang dan perutnya yang mulai mengecil. Raymond mulai melangkah mendekati Hega yang terus menerawangkan matanya ke langit-langit. Mengenang sesuatu sambil tersenyum-senyum. “Bu”, Raymond memanggil Hega dengan lembut. “Ini saya, Bu… Raymond…”

Hega pun mengalihkan pandangan matanya pada Raymond. Hega tersenyum. “Halo, mon…”, sapanya hangat. “Saya ngerasa seneng banget, mon…”

            “Ibu seneng ketemu saya?” mata Raymond tampak begitu antusias. Tapi dilihatnya Hega diam terpaku kembali... dengan mata yang menerawang lagi...

Raymond membatin lelah di hatinya… berpikir kalau Hega sedang membayangkan Antonius…

Tapi kemudian, meluncur keluar dari mulut Hega... seolah-olah Hega tahu apa yang Raymond pikirkan… “Saya seneng karna saya mama saya sering dateng ke mimpi-mimpi saya, mon…”

NURANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang