NURANI

TUNTAS...

TUNTAS…

Hega merenung di ruang terapi untuk stimulasi gerak motorik pasien. Ia melihat seorang anak gadis berkepala hampir botak seutuhnya, sedang berlatih untuk melangkah setahap demi setahap. Di sampingnya ada seorang pemuda yang terus menyemangatinya agar terus melangkah menggerakkan kaki-kakinya. “Ayo, sayang… kamu bisa… aku mo liat kamu jalan dengan gaun pengantin di pesta pernikahan nanti…” Hega mendengar laki-laki itu berbicara dengan gegap gempita, di sambut senyum penuh semangat berapi-api dari si gadis yang sedang belajar berjalan kembali seperti anak bayi itu…

Hega melihat ke dirinya sendiri yang terduduk di kursi roda. Beberapa bulan terakhir, ia mulai bisa merasakan mulas di perutnya pada saat hendak buang air besar. Ia tidak mengenakan popok lagi sekarang. Ia hanya harus terus melatih kedua tangannya untuk beradaptasi menyokongnya di dalam berkegiatan. Kedua tangannya tampak lebih berotot dari sebelumnya. Bahunya semakin melebar dan dadanya juga semakin membidang. Ia sudah menjuarai beberapa kali kompetisi balapan dengan kursi roda di event-event yang diadakan setiap minggu. Dan itu menambah rasa percaya dirinya. Hanya satu hal yang masih dinantikannya untuk melengkapi kehidupan barunya yang sekarang…

belahan jiwanya…

Hega semakin percaya diri untuk bisa tampil menarik di dalam memikat lawan jenisnya kembali… dengan bobot tubuhnya yang perlahan-lahan mulai bertambah kembali seperti bobotnya yang dulu dan wajahnya yang terlihat segar serta berseri-seri. Kecantikan yang memang sudah menjadi anugerahnya sejak awal ia dilahirkan, berangsur-angsur mulai bersinar kembali. Meski ia harus tetap menyiapkan mentalnya untuk menghadapi segala kemungkinan di dalam kenyataan hidupnya ke depan,,, ia belum bisa berjalan lagi di atas kedua kakinya seperti dulu. Dan itu bisa saja membuatnya patah hati lagi… meski ia tak terlalu khawatir dengan keadaan finansialnya. Karena ia telah disalurkan untuk bekerja secara on line oleh pusat terapi tempatnya di rawat ini, ke sebuah perusahaan asuransi kesehatan… dengan latar belakang pekerjaannya yang dulu dan kemampuannya di dalam berdiplomasi,,, ia mampu berperan tak hanya sekedar sebagai seorang telemarketing saja. Ia mampu berperan seperti agen asuransi sungguhan. Ia mulai berani mendatangi langsung setiap calon prospeknya dengan keadaannya yang menggunakan kursi roda untuk beraktivitas ke sana-kemari... Hasilnya,,, ia sudah mendapatkan banyak aplikasi di beberapa bulan pertamanya bekerja. Raymond masih berjasa besar untuk selalu membantu mendampingi dan mengantarnya... Tapi kali itu, Friska turut serta untuk mendampingi beberapa kali...

Dan seperti hari ini... Raymond masih datang menyambangi Hega di pusat terapi...

            “Bu…” Suara Raymond muncul berbarengan dengan tangan yang mendarat lembut di bahu Hega. Hega menoleh dan mendapati Raymond serta Friska sudah mengembangkan senyum bahagia mereka… Raymond dan Friska sudah berpacaran selama beberapa bulan ini. Meski sedikit rasa tersisih kadang mengusik batin Hega, tapi Hega tidak lagi membiarkan perasaan-perasaan semacam itu kembali melemahkannya. Ia sangat menginginkan agar Raymond berbahagia dengan belahan jiwanya, seorang perempuan baik hati yang benar-benar mencintainya apa adanya…

Raymond dengan kikuk mengeluarkan sesuatu dari balik tasnya. Sebuah kartu undangan… “Bu… saya bakal bertunangan sama Friska hari minggu besok, Bu…” Raymond menyodorkan undangan bernuansa emas itu ke hadapan Hega. Friska berdiri dengan sikap santun di sampingnya. Mulut Hega sedikit ternganga dengan rasa terkejut karena… “Cepet… sekali…”, gumam Hega tanpa sadar. Tapi ia langsung mengumbar senyum bahagianya pada Raymond dan Friska. “Selamat, ya…” Hega merentangkan kedua tangannya pada Friska untuk memberi pelukan. Tapi ia hanya menyalami Raymond saja, berhubung Raymond sekarang tidak single lagi.

            “Saya akan jemput Ibu, nanti…”, kata Raymond.

Hega menggeleng cepat. “Eh,,, jangan… masa mo tunangan, kluyuran… repot… gak usah…”