Bagian 9

1.4K 93 5
                                    

California, Beverly Hills
Minggu, 21 Maret 12.30 PM

Max dan beberapa orang lainnya termasuk Annabeth masih berada di lokasi kejadian perkara. Tubuh Paige sudah di tangani para penugas ME sejak beberapa jam yang lalu. Sedangkan Max dan Annabeth serta beberapa polisi yang berada dalam divisi pembunuhan masih melakukan olah TKP. Max berusaha mencari sesuatu yang akan menunjukkan jejak si pembunuh. Namun nihil, pria itu tidak mendapatkan sedikit pun bukti yang membawanya kepada si psikopat gila.

Max menatap Annabeth yang sibuk mengamati layar komputer yang masih menyala dalam keadaan layar dan bagian lainnya terasa panas. Mungkin sudah sejak beberapa jam yang lalu komputer tersebut menyala.

"Annabeth?" panggil Max. Annabeth menatap Max tanpa mengucapkan apapun.

"Di persimpangan jalan terdapat McD. Apa kau ingin makan siang bersamaku--- maksudku kita bisa membicarakan hal-hal yang janggal mengenai Skin Face."

"Sepertinya itu bukan ide yang bagus." ujar Annabeth mencoba menolak.

Max menatap Annabeth dengan pandangan penuh harap. "Hanya makan siang, kumohon."

"Hanya makan siang, tidak ada maksud lain?" Annabeth berusaha membiarkan suaranya terdengar sedingin mungkin, namun yang didapatinya hanyalah cicitan pelan dengan nada penuh keraguan.

"Tentu saja kita harus membicarakan beberapa hal." Tentang hubungan kita, mengapa kau meninggalkanku malam itu. Memutuskan hubungan kita secara sepihak?

"Membicarakan mengenai Skin Face. Kita perlu membicarakan banyak hal mengenai psikopat itu, An." sambung Max yang sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan batinnya.

"Baiklah, tidak ada hal lain yang perlu dibicarakan selain masalah pekerjaan." Annabeth  dapat bernafas lega ketika ia dapat membuka suara sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Max hanya mengangguk. Pria itu membawa Annabeth memasuki mobilnya. Max memutar kearah pintu penumpang, membukakan pintu mobil sebelum Annabeth membukanya sendiri. Reaksi Annabeth hanya diam sambil menatap Max dengan wajah datar. Sedangkan pria itu hanya bisa tersenyum tipis sambil berjalan kembali kearah kursi pengemudi.

Max menjalankan mobilnya dalam keadaan pelan. Entah untuk apa pria itu melakukan ini---mungkin agar dapat berlama-lama bersama dengan Annabeth---ketika di persimpangan jalan, Max memberhentikan mobilnya di sebelah kiri di depan McD yang terlihat penuh oleh beberapa orang pekerja kantor. Tanpa menunggunya keluar, Annabeth memutuskan membuka pintu mobil dan berjalan terlebih dahulu memasuki McD. Max hanya menggelengkan kepala, sambil melangkah lebar menyusul Annabeth yang sudah dihampiri pelayan wanita.

"Mengapa kau meninggalkanku? Kita bisa berjalan bersama."

"Perutku sudah berdemo untuk diberi makan. Aku memerlukan makanan lebih cepat dari apa yang kau pikirkan." bohong Annabeth.

Max hanya mengangguk membenarkan kebohongan Annabeth yang dianggapnya dapat di cerna oleh akal sehat. Tak lama dua porsi triple burger with cheese berukuran jumbo tanpa sayuran yang membuat Max ingin muntah memakannya. Di balik mejanya, Max menarik kedua ujung bibirnya menjadi sebuah senyuman kebahagiaan, ia  senang Annabeth masih ingat makanan kesukaannya jika mereka pergi ke McD.

"Jadi, mari kita mengobrol.” ucap Annabeth membuka suara ketika Max hanya diam sambil menikmati makanannya.

Annabeth kembali mengambil nafas ketika Max tidak juga mengeluarkan sepatah kata pun. "Semuanya tidak akan selesai dengan cepat, jika kau tidak berbicara sedikit pun."

"Max diam. Ia menggigit kembali burger nya dengan gigitan besar. Matanya menatap kedalam manik cokelat yang dimiliki Annabeth. Mencari sebuah rasa yang pernah bersemi beberapa tahun yang lalu. Mata yang selalu memandangnya dengan pandangan penuh cinta kini berubah dengan pandangan dingin seakan Max adalah musuh terbesar wanita itu saat ini. Kedua sudut bibir yang selalu terangkat ketika mereka saling bertemu kini berubah dengan garis lurus tanpa bergerak sedikit pun. Hal itu sontak membuat perasaan Max menjadi sakit, rasanya menyakitkan diperlakukan oleh orang yang pernah hadir di dalam hidupnya, seseorang yang pernah memberi warna dalam hari-hari melelahkan yang dilaluinya.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Annabeth dengan wajah kesal menahan amarah.

"Aku yakin kau tahu banyak mengenai Skin Face karna kau sudah lama menanganinya." sambung Annabeth dengan wajah datar.

Max kembali ke masanya, masa dimana ia sedang makan berdua bersama Annabeth. Ia berdeham sebelum mengangguk dengan penuh wibawa. "Yah, kau benar. Dia sangat licin, seperti hantu. Tidak pernah dapat dideteksi dengan apapun. Aku dan Revan sempat ingin menyerah, namun rasanya waktu yang telah kugunakan untuk menangkap Skin Face, akan terbuang sia-sia jika kami berhenti di tengah jalan."

"Dia selalu membunuh model." sambung Max.

Alis Annabeth mengernyit bingung. Bukankah Paige bukan seorang model. Lalu mengapa pembunuh itu membunuh Paige. "Paige bukan seorang model."

"Itu yang membuatku bingung beberapa jam belakangan ini. Mengapa pembunuh gila itu  mengincar Paige."

"Apa mereka pembunuh yang sama? Maksudku orang yang telah membunuh Kenya dan Paige, apa mereka orang yang sama?"

Max menggelengkan kepalanya. "Aku tidak yakin Skin Face yang membunuh Paige. Ada beberapa fakta yang sangat jauh berbeda, An. Kau tau, semuanya sangat berbeda. Skin Face tidak pernah mengeluarkan isi perut korbannya bahkan membakar wanita itu. Lagi pula Paige tidak berprofesi sebagai model. Ia hanya tukang rias di sebuah agensi model terkenal."

"Apa ada pembunuh lain selain Skin Face?"

"Aku tidak yakin dengan apa yang kita selidiki. Untuk pertama kalinya korban pembunuhan ditemukan dalam keadaan terbakar selama dua tahun terakhir. Bahkan tubuh Paige tidak selayu seperti para model yang terbunuh. Mungkin kau benar, kita memiliki dua musuh yang harus kita basmi saat ini."

Max memijit kepalanya menggunakan kedua tangannya. Lelaki itu pusing, benar-benar pusing. Satu pembunuh saja membuatnya hampir gila apalagi jika ada tamu lain yang tak di undang. Bisa-bisa ia mati berdiri dalam waktu  dekat."Kita harus berbicara kepada dokter William secepatnya." usul Annabeth dengan semangat tinggi. Namun sepertinya Max tidak memahami semangat yang ditunjukkan wanita itu. Hatinya memanas ketika Annabeth menyebut nama dokter William dengan mata yang berbinar.

***

California, tempat yang dirahasiakan
Minggu, 21 Maret 19.30 PM

Seseorang yang disebut sebagai Skin Face tertawa menggelegar di dalam kamarnya. Ia senang bukan main, seseorang berambut sangat pendek bahkan hampir botak tersebut tersenyum bangga kepada dirinya sendiri. Skin Face atau Rose, panggilan kesukaannya. Panggilan yang membuatnya mengingat seseorang yang sangat menyukai bunga mawar, seseorang yang sangat ia sayangi, ia cintai.

"Dasar, para detektif bodoh. Hanya karna Paige penata rias saja mereka terkecoh. Apa mereka mikir ada orang bodoh yang berani melakukan itu selain aku."

Lagi-lagi Skin Face tertawa keras. Dia terlihat seperti manusia yang belum selesai melakukan pengobatan di rumah sakit jiwa. Selalu tertawa lalu menangis dalam kesempatan yang ada.

Permainan kita akan semakin menyenangkan Max. Aku tau kau menyukai rekanmu. Batinnya sambil tersenyum mengerikan seperti Joker dalam film Batman (The Killing Joke), dan film-film lain yang dimainkan oleh Joker.

 A Lady of Killer (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now