Bagian 5

1.5K 131 8
                                    

California, Beverly Hills
Sabtu, 20 Maret, 02.35 AM

Rose---begitu ia menyebut dirinya sendiri---berdiri di pinggir trotoar sambil mengamati sebuah rumah minimalis berwarna hijau di seberangnya. Matanya terus saja menyusuri bagian rumah tersebut, bahkan sampai celah terkecil sekalipun. Dia tahu, bahwa seseorang yang mendiami rumah tersebut telah melihatnya semalam. Jangan pikir, Rose terlalu bodoh untuk hal seperti ini. Sebelum ia menusukam pisau di tenggorokan Kenya, Rose dapat melihat sebuah bayangan wanita di depan pintu. Wanita itu benar-benar bodoh walau hanya untuk mengintip.

Dari mana Rose tahu bahwa itu Paige? Tentu saja karna kotak rias wanita itu. Saking takut kehilangan benda-benda meriasnya, wanita itu sampai menamai setiap brand make up dengan namanya. Benar-benar bodoh! Pikir Rose.

Dari tempatnya berdiri, Rose dapat melihat Paige sedang duduk gelisah di kamarnya yang mengahadap langsung pada jalanan. Wanita itu menatap sekitarnya, seakan takut sedikit saja Paige lengah, maka suatu bencana akan menimpanya. Mungkin benar, namun bukan bencana yang akan menghampiri wanita itu melainkan kematian. Kematian yang diciptakan Rose sendiri untuk orang-orang penjilat seperti Paige.

Paige sempat menatapnya sesaat. Rose dapat melihat kilat ketakutan ketika wanita itu menatapnya. Ia yakin bahwa Paige pasti menyadari siapa yang mengamatinya. Namun bersyukurlah karna jaket hoodie dan celana jins belel kebesaran yang dikenakannya, Paige pasti tidak dapat mengenalnya apalagi menyebutkan ciri-cirinya secara spesifik kepada kepolisian. Jins belel membantunya untuk menyamarkan bentuk tubuh.

Tidak lama Paige meraih teleponnya, wanita itu meletakannya di dekat telinga sambil berjalan kesana kemari tanpa arah. Rose dapat mengambil beberapa kata yang diucapkan Paige di dalam pembicaraanya. Kata-kata itu membuatnya tersenyum senang, 'Detektif' dan 'Max' ini pasti akan menjadi petualangan yang menyenangkan. Bermain petak umpat bersama detektif Max yang benar-benar bodoh.

Lama berdiri di pinggir jalan, Rose bersembunyi di antar tiang-tiang listrik besar saat melihat mobil van hitam berjalan pelan mendekatinya. Mobil tersebut berhenti di depan rumah Paige. Seorang wanita turun, wanita yang belum pernah dikenalnya. Namun Rose menampilkan senyumnya saat melihat lencana di saku jins yang dikenakan wanita itu. Kini Rose memiliki teman bermain tambahan untuk permainannya. Seorang detektif perempuan.

Tak lama kemudian ia melihat Max keluar dari mobil van-nya. Pria itu telihat gagah dengan kemeja serta topi koboi yang dikenakannya. Hampir saja Rose tertawa karna style yang digunakan Max benar-benar ketinggalan jaman. Pria itu seharusnya berkerja sebagai penunggang kuda bukannya seorang detektif dengan gayanya seperti koboi.

Paige membuka pintu. Wanita itu melihat kearah tempatnya berdiri sebelumnya, namun kembali menatap Max dan dan detektif wanita saat Paige tidak menemukannya dimana pun.

Dasar orang-orang bodoh!

Rose dapat melihat perkenalan membosankan yang terjadi diantara mereka sampai Paige mendekat dan berbicara membisik seakan suatu yang dikatakannya sangatlah rahasia. Rose benar-benar bosan dengan pandangan di depannya.

***

Sabtu, 20 Maret, 23.55 PM

Rose kembali ke rumah Paige menggunakan mobil mini van tuanya yang berwarna merah pudar. Ia menghentikan mobilnya jauh beberapa meter dari rumah Paige karna beberapa polisi yang berjaga di sekeliling rumah wanita itu.

Rose mendecih marah, ia benci para polisi. Rose membenci seluruh polisi di muka bumi. Ia sangat tidak suka dengan orang-orang yang memanfaatkan pekerjaannya untuk mendapatkan uang orang lain. Polisi melakukan itu terhadap masyarakat. Mereka akan memeras para orang-orang bersalah demi kepentingan mereka sendiri. Memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan.

Polisi yang dianggap baik oleh masyarakat, namun Rose memiliki pandangan berbeda terhadap mereka. Menurutnya mereka hanyalah sekumpulan orang menjijikan yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah mereka dapatkan.

Mungkin Rose juga termasuk orang-orang seperti itu. Orang-orang yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah ia miliki saat ini. Rose akan melakukan apapun demi sesuatu yang entah kapan akan tercapai. Ia tidak akan pernah puas membunuh satu nyawa saja. Rose membutuhkan nyawa lain untuk membuat nafsu membunuhnya tertutupi. Namun rasanya hal itu mustahil, membunuh sudah mendarah daging di dalam tubuhnya. Hal itu akan sulit untuk dilepaskan begitu saja.

Mungkin Rose akan melakukan ini selamanya demi memenuhi nafsu membunuhnya yang menggebu-gebu. Rose pasti akan berhenti, tapi nanti. Saat ia sendiri menutup matanya, di saat itu lah ia berhenti.

"Dasar, orang-orang keparat!" umpatnya kesal.

Rose sudah mempersiapkan segalanya. Ia sudah mengenakan jubah hitam panjang yang selalu digunakannya ketika berkerja. Di antara jubahnya, Rose sudah menyelipkan sebilah pisau yang membuatnya tertawa bahagianya ketika menggunakannya. Rose juga meletakan beberapa pisau kecil yang diselipkan di sepatu bots besar berwarna hitam. Tangannya mengambil pistol salah satu jenis pisau klasik yang paling mematikan.

Pistol colt 1911, senjata ini dibuat oleh pengrajin pistol kenamaan bernama John Browning pada tahun 1911 dan 1924. Pistol ini juga di kenal dengan nama M1911, didesain dengan type semi-automatic dengan berat 2.44 lb (1.105 kg) empty, w/magazine. Panjang 8.25 in (210 mm) dengan kaliber 45 ACP (11,43 × 23 m) . Colt 1911 berisi 7 buah peluru yang setiap pelurunya dimuntahkan dengan kecepatan 1,225 kaki per detik.

Benar-benar jenis senjata yang tepat untuk membunuh para lintah darat.

Rose keluar dari mobilnya. Ia berjalan santai mendekati para polisi yang berjaga dengan senjata Famas 5,56. Salah satu jenis senapan serbu dengan peluru 5,56×45 mm, berat 3,8 kg, dan panjang 757 mm. Rose hampir saja tertawa melihat senjata yang mereka bawa. Sebenarnya apa yang dilakukan mereka? Berjaga atau ingin berburu. Dasar para polisi bodoh! Memilih senjata saja tidak pandai. Cemoohnya dalam hati.

Karena pergerakan yang dibuat Rose. Keempat polisi yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing kini berhadap menatap Rose sambil mempersiapkan senjata mereka masing-masing. Namun sebelum mereka mengangkat senjatanya, Ross sudah menembak mereka semua dengan pistol yang dibawanya.

Door!!!

Doorrrr!!!

Doorrrrr!!!!

Satu peluru yang dimuntahkan berhasil membuat mereka terbunuh dengan cepat.

Kalau dipikir, Rose lebih suka melihat korbannya mati dengan tersiksa dari pada harus mati secara langsung seperti ini. Tidak menyenangkan. Membosankan. Tidak memicu adrenalin. Sangat mainstream, dan membuatnya tidak akan puas. Namun bagaimana lagi, Rose harus melakukan dengan cepat kali ini.

.
.
.
.
To Be Continue

 A Lady of Killer (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang