Bab 09 Despacito

9.4K 1K 38
                                    

Bintang tahu kalau ucapan Rio menyakitkan. Tapi dia bukan wanita yang bisa dengan mudah terintimidasi dengan sesuatu. Dia memang yang paling lemah diantara saudara-saudaranya. Paling bergantung kepada orang lain dan juga paling manja kepada kedua orang tuanya. Tapi dia tidak mudah menyerah.

Dia tahu kalau Rio menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi entah apa itu, dan Bintang berniat mencari tahunya. Hanya saja dalam posisi ini dia tidak bisa melangkah mundur. Dua hari yang lalu mungkin dia akan menangis kalau mendengar ucapan Rio yang kejam itu. Rio tidak mau ada keromantisan di dalam rumah tangga mereka. Rio hanya mengatakan kalau dia akan menjadi istrinya selamanya. Tapi itu tidak cukup untuk Bintang.

Maka dia bertekad akan membuat Rio membalikkan kata-katanya. Bintang tahu kalau Rio ada sesuatu. Menikahinya hanya untuk tujuan yang mungkin memang sangat rumit.

Bintang sudah menetapkan hatinya untuk berjuang mendapatkan cinta Rio. Mulai dari detik ini.

Bintang mematut dirinya di dalam cermin. Dia tidak akan lagi berada di balik tempurung kenyamanan keluarganya. Tidak akan lagi bersembunyi. Dia akan menunjukkan kalau dia adalah Bintang yang dapat bersinar tanpa cahaya yang lainnya.

"Kamu mau kemana?" Rio tertegun melihatnya kini sudah cantik sepagi ini.
Dilihatnya Rio mengusap rambutnya yang basah setelah mandi dengan handuk.

Bintang tersenyum. Setelah percakapan mereka kemarin, Rio memang lebih bisa diajak ngobrol. Bahkan seharian kemarin mereka memang berada di rumah. Dan Rio memang sepertinya masih sedikit tertutup kepadanya.

"Aku mau nemenin kamu ke rumah sakit. Aku udah buatin bubur buat papa. Nanti Mama gak usah ke rumah sakit. Kasihan. Pasti Mama capek. Biar aku saja yang jagain papa."

Ucapannya membuat Rio terdiam dan kini menatapnya dengan bingung. Tapi Bintang tidak mau mendengar penolakan dari Rio.

Dia segera menuju lemari pakaian dan memilihkan baju untuk Rio.
"Kamu mau berangkat ke kantor atau mau nungguin papa? Aku pilihan bajunya ya?"

Rio tetap terdiam menatapnya dan tidak bergerak. Tapi pria itu sepertinya tersadar kalau dia harus menjawab.

"Ehem sebenarnya aku mau ke kantor karena ada rapat penting." Rio akhirnya melangkah menuju tempat Bintang berdiri. Bintang langsung berbalik dan kini mengambil kemeja putih dan dasi. Lalu celana kerja Rio.

"Nih. Jasnya mau pakai yang apa?" Bintang memberikan kemeja dan celana itu ke tangan Rio yang sudah berada di belakangnya. Lalu Bintang beralih membuka lemari di sampingnya untuk mengambil jas yang ada di gantungan baju.

"Yang hitam saja." Rio masih menatap Bintang saat menjawabnya.

Tentu saja Bintang langsung mengambil dan meletakkan jas itu di atas kasur.

"Kamu bersiaplah. Aku mau buatkan kamu sarapan ya." Bintang langsung melangkah dengan cepat keluar dari kamar sebelum Rio mengatakan apapun. Dia tidak mau mendengar protes dari Rio.

Menuruni anak tangga dan langsung berbelok ke arah dapur saat sudah sampai di bawah. Tadi dia bangun lebih pagi untuk menyiapkan bubur untuk pala mertuanya. Dan memasakkan Rio macaroni schotel. Itu kesukaan Rio. Kemarin Bintang sempat bertanya kepada sang Mama.

Memasak macaron schotel tidak asing lagi baginya, karena dulu Kak Adrian juga sangat menyukai makanan itu. Jadi dalam sekejap Bintang sudah berhasil menghidangkannya di atas meja tepat saat Rio turun ke bawah.

"Ayo kita makan." Bintang menarik kursi untuk Rio duduk. Pria itu sudah rapi dan tetap diam. Menuruti ucapan Bintang. Tapi tetap menatap aneh kepada Bintang yang kini duduk di depannya.

H@NY@ S@TU BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang