25 | Menjadi Umpan Tak Tersentuh

806 91 2
                                    

Merasa tidak lagi memiliki jalan keluar, Faisal pun segera beranjak menuju ke mobilnya. Ia menuju ke pintu mobil yang terbuka sejak tadi, lalu meraih boneka teluh atas nama Raja yang tadi ia tunjukkan kepada semua orang. Tak lupa, ia juga meraih sebuah pisau lipat dari laci dashboard dan kembali berjalan ke tempat di mana ia berdiri tadi. Boneka teluh tersebut kembali ia perlihatkan pada Ziva dan Raja beserta pisau yang digenggamnya saat itu.


"Siapa bilang aku sudah tak punya jalan keluar, hah??? Siapa bilang???" bentak Faisal.

Laki-laki itu kini sudah tidak peduli lagi dengan perasaan Ziva. Baginya, Ziva tetap saja tidak akan pernah menatapnya seperti menatap Raja. Jadi ia merasa tidak perlu lagi dirinya menjaga perasaan wanita itu seperti sebelumnya.

Ziva menatap ke arah boneka teluh yang sedang dipegang oleh Faisal, sementara Raja kini tengah melirik ke arah tempat di mana Alwan berada. Alwan melihat ke arah Raja dan tahu kalau pria itu sedang menatapnya. Ia hanya menganggukkan kepalanya satu kali, sebagai tanda bahwa Raja tidak perlu ragu akan hal apa pun yang akan terjadi ke depannya. Raja bisa melihat anggukkan kepala yang Alwan lakukan. Hal itu membuatnya segera menghilangkan rasa ragu yang bersarang di dalam hatinya. Ia harus yakin bahwa apa yang Alwan janjikan tadi benar-benar akan menjadi nyata.

"Al memberi tanda untuk tidak ragu. Ayo, sebaiknya kita segera serang laki-laki itu," ajak Raja, berbisik.

"Ya, akan aku ikuti arahan Al malam ini. Semoga saja arahannya benar dan tidak menyesatkan kita sama sekali," tanggap Ziva.

Mereka berdua pun segera maju dan menyerang Faisal dari dua arah yang berbeda. Hal itu jelas membuat Faisal sedikit kewalahan karena harus menangkis semua serangan yang datang mendadak. Sementara itu di dalam lingkaran yang Ziva buat tadi, keempat orang yang berada di dalamnya kini sedang menatap jengkel ke arah Raja dan Ziva yang bisa bebas bertarung untuk menyerang Faisal.

"Ada yang merasa kalau kita seperti baru saja dijebak oleh Raja dan Ziva? Entah kenapa kok rasanya aku merasa seperti itu, ya?" tanya Rasyid.

"Bukan cuma kamu, Ras. Aku juga merasa begitu, kok. Entah dapat ide dari mana mereka berdua itu, sehingga mengurung kita di sini agar bisa melihat wujudnya setan dongga yang terus saja keliling-keliling di sekitar kita sejak tadi," omel Hani.

"Aku sepertinya tahu mereka dapat ide dari mana," ujar Tari.

"Oh, ya? Dari mana kira-kira mereka berdua dapat ide mengurung kita di sini dan menjadikan kita umpan tak tersentuh untuk mengacaukan setan dongga itu?" tanya Mika.

Tari pun langsung menunjuk ke arah Alwan, hingga Rasyid, Hani, dan Mika ikut menatap ke arah yang sama.

"Sejak tadi tampaknya Al selalu memberikan kode pada Raja ataupun Ziva. Aku bisa melihat hal itu dari sini. Itulah mengapa Raja dan Ziva tetap berani menyerang ke arah Faisal, meski Faisal sudah memegang boneka teluh atas nama Raja dan juga pisau di tangannya. Al mendorong mereka dari jauh, seakan dia adalah pembuat taktik yang dipercaya sepenuhnya oleh Raja dan Ziva," jelas Tari.

"Hm ... kalau begitu tolong ingatkan aku untuk memberikan dia ceramah rohani setelah urusan kita dengan Faisal selesai. Aku jelas tidak bisa menerima karena dia hanya membicarakan taktik dengan Raja dan Ziva, sementara kita harus menjadi umpan tak tersentuh untuk mengalihkan perhatian setan dongga," pinta Rasyid, sambil meremas semua jari-jarinya hingga berbunyi gemeretak.

"Uh ... tolong jangan libatkan aku, ya, Ras. Kalau urusan kita dengan Faisal selesai, aku jelas ingin menghabiskan waktu untuk berbulan madu dengan Istriku, bukan untuk memberi ceramah rohani pada Al," harap Mika.

"Aku dan Tari akan menculik Santi, lalu membawanya ke tempat yang jauh dari jangkauanmu. Agar kamu bisa ikut menceramahi Al seperti yang akan Ras lakukan," ujar Hani, sudah siap dengan rencananya sendiri.

"Astaghfirullahal 'azhim," keluh Mika, sambil menepuk keningnya berulang-ulang kali. "Kok aku bisa lupa meminta Istriku untuk sembunyi saat akan pergi tadi? Andai aku sudah menyuruhnya sembunyi, maka jelas Hani tidak akan bisa mengancam aku."

SLABH-SLABH-SLABH!!!

Ayunan pedang jenawi yang Ziva layangkan ke arah Faisal terus saja berhasil dihindari oleh laki-laki itu. Faisal cukup lincah, karena dia jelas sudah terbiasa berlatih untuk menghadapi sebuah pertarungan selama menjadi Polisi. Pertarungan jelas bukan hal baru yang dihadapi oleh Faisal, sehingga hal tersebut membuat Ziva dan Raja cukup kewalahan.

"Kita akan menghabiskan banyak tenaga jika terus begini. Apakah ada saran?" tanya Ziva, ketika dirinya dan Raja berhasil mundur sejenak.

"Aku sedang tidak bisa berpikir jernih saat ini, Sayang. Maaf. Tapi intinya kita harus mencoba menjatuhkan salah satu benda yang dipegang laki-laki itu. Entah itu boneka teluhnya ataupun pisau lipatnya," jawab Raja.

"Oke. Kalau memang dia tidak bisa kita serang dengan pedang jenawi, maka sebaiknya kita fokus untuk menjatuhkan salah satu dari kedua benda yang ada di tangannya. Bagus, Sayang. Kamu tetap bisa berpikir meski mengatakan sedang tidak bisa berpikir jernih saat ini," puji Ziva, sambil tersenyum penuh cinta ke arah Raja.

Kini mereka pun segera kembali mencoba berpura-pura menyerang lagi ke arah Faisal, padahal sebenarnya mereka sudah punya tujuan yang terkait dengan rencana dari Raja. Alwan masih menunggu waktu yang tepat, sebelum melakukan hal yang harus ia lakukan. Ia tidak bisa gegabah saat ini, karena nyawa Raja akan menjadi taruhan jika ia sampai bertindak gegabah.

"Ih!!! Aku gemas dan ingin sekali ikutan menyerang si Faisal!!!" geram Hani.

"Jangankan kamu, Han. Aku pun maunya juga ikutan menyerang Faisal seperti yang Ziva dan Raja lakukan. Tapi apa boleh buat, 'kan? Kita tidak bisa keluar dari lingkaran ini, atau si setan dongga itu akan berhasil menyakiti kita seperti yang diinginkan oleh Faisal," sahut Tari.

"Dan kalau sampai setan dongga itu berhasil menyakiti kita, artinya kita akan menghancurkan rencana Ziva dan Raja. Faisal akan kembali memiliki bala bantuan dan akan semakin sulit dikalahkan, Han," bujuk Rasyid.

"Tapi aku gemas luar biasa dari tadi, Ras. Lihat sendiri ... Ziva dan Raja terus saja maju-mundur begitu karena tidak ada yang menyerang Faisal dari belakang. Percuma rasanya aku pegang belati dari tadi. Harusnya aku bisa menancapkan belatiku di punggungnya jika ada kesempatan seperti itu," rengek Hani, sambil memukuli punggung Mika dengan penuh keikhlasan.

"Terus apa salahnya aku, Han? Kenapa jadi aku yang kena getahnya dan kenapa aku harus menjadi samsak untuk tangan kekarmu itu?" omel Mika.

* * *

TELUH BONEKAWhere stories live. Discover now