14 | Menemukan Rumahnya

705 82 3
                                    

Tujuan mereka sekarang adalah perumahan tunggal yang disewakan. Di lokasi itu benar-benar hanya ada enam rumah. Keenam rumah itu sudah terisi, namun para penghuninya mungkin belum pulang kerja karena kondisi di perumahan itu masih sangat sepi. Tatapan Ziva dan Raja pun langsung tertuju pada salah satu rumah yang berada di ujung perumahan tunggal tersebut. Mereka bisa melihat dengan jelas ada beberapa sosok yang berdiam di atap dan sekitaran rumah itu. Ziva bahkan bisa merasakan adanya energi negatif yang berasal dari boneka teluh yang saat ini sedang tidak digunakan. Apa yang Alwan pikirkan ternyata benar-benar sesuai dengan fakta yang mereka dapatkan di lapangan.


"Rumah yang paling ujung," ujar Ziva.

"Ya, dan tampaknya rumah itu dijaga oleh beberapa makhluk. Mungkin makhluk-makhluk itu sengaja diutus oleh orang yang membantu laki-laki itu menjalankan ritual teluh boneka," tambah Raja.

Setelah mendengar mengenai informasi itu, Rasyid pun langsung mengajak Alwan untuk mengamati keadaan di sekitar perumahan. Tari membiarkannya pergi dan tetap stand by di tempat bersama Hani.

"Dan menurut kalian, apakah Faisal saat ini sedang berada di rumahnya?" tanya Rusli.

"Tidak, Pak Rusli. Dia sedang tidak berada di rumah itu. Kalau dia ada di rumah itu, maka seharusnya aku bisa merasakan energi negatif yang lebih kuat karena ritual teluh boneka yang dia lakukan tidak berhenti seperti saat ini," jawab Ziva.

"Baiklah, kalau begitu akan aku coba untuk menghubungi pemilik perumahan tunggal ini agar bisa segera menemui kita di sini. Kita jelas tidak boleh masuk ke rumah itu tanpa izin. Kita bisa terkena masalah jika Faisal sampai menuntut soal masuk tanpa izin ke dalam rumahnya," ujar Rusli, yang kemudian menjauh untuk menghubungi seseorang.

Rasyid baru selesai mengamati keadaan di sekitar perumahan tunggal tersebut bersama Alwan. Ia mendekat pada yang lainnya dan berdiri tepat di samping Mika yang masih menatap ke arah rumah paling ujung.

"Setelah kami mengamati, perumahan ini benar-benar sangat dekat dengan rumah Keluarga Wiratama. Faisal tampaknya sangat sering mengawasi kalian berdua sejak dia tinggal di sini. Sehingga akhirnya dia benar-benar tahu semua hal yang kalian lakukan, termasuk bagaimana cara kalian mengurus hadiah-hadiah yang dia kirim," ujar Rasyid.

Alwan membetulkan letak kacamatanya, lalu menatap ke arah rumah yang sedang Mika perhatikan.

"Dia memilih rumah yang letaknya berada paling ujung dari semua rumah yang ada di sini. Berarti dia benar-benar ingin privasinya tidak diganggu sama sekali oleh siapa pun. Dia ingin berada jauh dari orang lain dan tidak diganggu. Aku yakin, orang-orang yang tinggal pada lima rumah lainnya bahkan tidak pernah melihat sosoknya sama sekali. Dia hanya akan keluar rumah jika keadaan sudah sepi, yang mana itu adalah saat penghuni rumah lain sudah pergi bekerja," ujar Alwan.

"Dan menurutmu tidak ada ibu rumah tangga di perumahan ini, Al?" tanya Tari.

Alwan pun menunjuk ke semua rumah yang ada di sekitar mereka, tepatnya ia menunjuk ke arah lampu teras yang menyala.

"Lampu teras kelima rumah itu menyala, Tari, tapi tidak dengan lampu bagian dalam rumah. Itu menandakan bahwa tidak ada ibu rumah tangga di lingkungan ini. Semua orang yang tinggal di sini adalah pekerja kantoran, baik itu suami ataupun istri di setiap rumah. Aku menyimpulkan seperti itu karena hal paling utama yang dilakukan ibu rumah tangga ketika waktu maghrib tiba atau mulai sekitar pukul setengah enam sore adalah menyalakan seluruh lampu rumah tanpa terkecuali. Jika pada suatu rumah hanya lampu teras yang menyala, berarti hal tersebut menandakan penghuni rumah itu sudah pergi sejak pagi dan akan kembali saat larut malam," jelas Alwan.

Tari, Hani, dan Mika kini menatap ke arah Alwan dengan tatapan heran yang tidak bisa mereka tutupi.

"Al ... apakah kamu yakin, waktu masih kuliah kamu hanya kuliah di jurusan kedokteran? Kamu tidak kuliah di jurusan yang merujuk pada pengamatan lingkungan bermasyarakat, 'kan?" tanya Hani.

"Iya, loh. Jawaban-jawabanmu terkadang membuat kita heran sekaligus bingung. Kamu itu Dokter atau pengamat lingkungan sosial, sih, sebenarnya?" heran Tari.

"Mungkin Al sering bergaul dengan emak-emak di komplek tempat tinggalnya. Jadi dia jelas tahu apa saja kegiatan emak-emak di dalam rumah jika sudah menjelang waktu maghrib," celetuk Mika.

"Almarhumah Istriku dulu mengabdikan diri sepenuhnya untuk menjadi ibu rumah tangga, Mik. Jadi aku sama sekali enggak perlu bergaul dengan emak-emak komplek, untuk tahu apa saja kegiatan sehari-hari seorang ibu rumah tangga," sahut Alwan, terdengar santai.

Tari dan Hani pun langsung membekap mulut Mika dengan tangan mereka, karena telah berani memancing Alwan mengungkit soal almarhumah istrinya. Mika sendiri juga menyesali hal itu sekarang, karena sejujurnya ia tidak pernah berpikir kalau Alwan akan memberi jawaban yang terkait dengan Almarhumah istrinya.

"Kamu itu kalau ngomong coba disaring-saring sedikit, Mik! Enggak enak tahu, kalau sampai Al harus mengungkit lagi soal Almarhumah Istrinya!" omel Hani, dengan suara berbisik.

"Iya, Mik. Hati-hatilah bicara mulai sekarang. Di antara kita dalam tim ini, ada perasaan yang harus dijaga sebaik mungkin. Jadi bibirmu itu tolong dikondisikan kalau mau mengeluarkan celetukan," tambah Tari.

Rusli kembali tak lama kemudian bersama seseorang yang tampaknya baru saja tiba di perumahan itu. Pria paruh baya yang datang bersama Rusli kini menatap ke arah semua orang yang sedang menunggu.

"Perkenalkan, ini Pak Egi. Beliau adalah pemilik perumahan tunggal ini," ujar Rusli, menjadi penengah di antara pemilik rumah dengan anggota tim yang akan pergi ke rumah Faisal.

Rasyid menjabat tangan Egi sebagai perwakilan yang lainnya.

"Perkenalkan, Pak Egi. Saya Rasyid dan mereka yang ada di belakang saya ini adalah sahabat serta anggota tim saya," ujar Rasyid.

"Iya, saya sudah dengar dari Pak Rusli tentang kalian. Oh ya, saya dengar kalian ingin masuk ke rumah yang paling ujung, yang ditempati oleh Bapak Faisal Adriansyah. Benar begitu?" tanya Egi.

"Iya, Pak Egi. Benar sekali," jawab Rasyid.

"Saya akan bukakan pintunya dengan kunci cadangan yang saya pegang. Hanya saja ...." Egi mendadak menghentikan kalimatnya.

"Hanya saja apa, Pak Egi?" Rasyid tampak heran.

"Hanya saja, saya hanya akan mengantar kalian sampai di depan rumah dan hanya akan membukakan pintu rumah itu saja. Saya tidak mau ikut masuk ke dalam. Saya takut. Karena sebenarnya, sudah beberapa kali penghuni rumah lain melaporkan pada saya soal ...."

"Soal adanya makhluk-makhluk halus yang sering bermunculan secara tiba-tiba," potong Ziva dengan cepat. "Benar begitu 'kan, Pak Egi?"

* * *

TELUH BONEKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang