23 | Dorongan Dari Alwan

793 87 5
                                    

Mendengar apa yang dikatakan oleh Tari dan Hani membuat Faisal kembali tertawa. Laki-laki itu seakan merasa terhibur dengan apa yang didengarnya saat itu. Rasyid dan Mika sampai tidak habis pikir dengan tingkah laku Faisal saat itu yang tampak seperti orang hilang kewarasan. Pak RW kini saling menatap ke arah Pak RT dan Egi, saat melihat tingkah aneh Faisal. Mereka juga menjadi semakin tidak berani untuk keluar dari halaman rumah nomor empat, sejak diminta bersembunyi di sana oleh Rusli.


"Ja, bawalah Ziva menjauh untuk menenangkan dirinya lebih dulu. Keadaannya akan semakin kacau kalau Ziva tidak bisa menenangkan dirinya," bisik Mika, agar Faisal tak bisa mendengar.

"Iya, akan aku coba menenangkan Ziva lebih dulu," sambut Raja, setuju.

Raja pun segera menjauh sebentar menuju ke arah pagar depan rumah yang disewa oleh Faisal. Dirinya menatap ke arah Ziva yang telah berulang-ulang kali ia seka airmatanya, agar tidak lagi membanjiri wajah cantik yang selalu ia rindukan setiap detiknya. Ziva benar-benar sangat kacau malam itu--baik itu perasaannya maupun pikirannya--akibat dari perbuatan dan ancaman Faisal.

"A--aku ... aku be--benar-benar tidak tahu ha--harus mengatakan a--apa, sekarang. Pe--perasaanku ti--tidak bisa tenang sama se--sekali. A--aku enggak ma--mau kamu disakiti o--oleh laki-laki i--itu. Aku enggak a--akan sanggup melihat ka--kamu menderita akibat si--siksaan yang akan dia beri me--melalui bo--boneka teluh i--itu," ungkap Ziva, terbata-bata akibat menangis.

Alwan jelas bisa mendengar hal yang tengah Ziva ungkapkan pada Raja. Ia sudah kembali ke posisinya semula ketika Raja dan Ziva mendekat ke arah pagar rumah itu. Nafas Alwan masih naik-turun, namun ia berusaha membuat agar nafasnya tidak terdengar memburu oleh orang lain.

"Aku paham, Sayang. Aku paham tentang apa yang menjadi ketakutanmu saat ini. Tapi kita ...."

"Bagaimana kalau ki--kita penuhi sa--saja apa kemauan la--laki-laki itu," potong Ziva, sebelum Raja bicara soal terlalu panjang. "Aku enggak sanggup ka--kalau harus melihat ka--kamu kenapa-napa. Aku sayang kamu, dan tidak pe--pernah terlintas di dalam be--benakku bahwa aku a--akan melihat kamu disakiti o--oleh seseorang me--menggunakan teluh. De--demi Allah a--aku sayang kamu. Demi Allah."

Airmata Raja akhirnya benar-benar pecah dan membanjiri wajahnya. Mulutnya benar-benar terkunci dan tak lagi bisa mengatakan apa-apa setelah mendengar hal yang Ziva cetuskan. Raja jelas tidak bisa menyalahkan Ziva jika memang merasa takut kehilangan sampai tidak bisa berpikir jernih, karena sejujurnya Raja pun sedang merasakan hal yang sama. Ia terlalu takut kehilangan Ziva, seperti bagaimana Ziva takut kehilangan dirinya.

"A--aku tahu, bahwa aku enggak akan bi--bisa membangun kembali ikatan dengan se--seseorang jika sa--sampai aku berpisah dengan kamu. Ta--tapi aku rasa, jika aku te--tetap bisa melihat kamu hidup dengan te--tenang meski ti--tidak lagi memiliki ikatan apa pun, a--aku rasa i--itu jauh lebih baik daripada aku harus melihat kamu meninggal a--akibat teluh. Se--setidaknya, aku tidak perlu me--menyesal terlalu ...."

"Cukup," perintah Alwan, dengan suara yang rendah dari balik pagar rumah yang Faisal sewa.

Ziva maupun Raja langsung menoleh ke arah dalam pagar dan melihat sosok Alwan tepat di bawah bagian gelap rumah itu. Alwan tengah menatap mereka berdua, setelah sejak tadi mendengarkan pembicaraan kedua insan tersebut.

"Berhenti memikirkan soal perpisahan. Kalian berdua tidak tahu rasa sakitnya sebuah perpisahan. Saat ini kalian masih berandai-andai, tapi aku adalah orang yang sudah mengalaminya. Aku tahu bagaimana rasa sakitnya yang begitu menyiksa dari sebuah perpisahan. Jadi berhentilah membicarakan perpisahan kalau kalian sadar bahwa kalian tidak akan sanggup berpisah satu sama lain. Allah menakdirkan kalian bersama, dan hanya Allah yang akan memisahkan kalian melalui mautnya. Sekarang hapus airmata kalian dan hadapi Faisal dengan berani. Apa pun yang dia katakan sebagai ancaman, jangan hiraukan. Percaya saja padaku. Aku akan menjamin bahwa malam ini kalian berdua tidak akan kalah dari dia dan tidak akan pernah berpisah seperti yang dia inginkan. Insya Allah," janji Alwan, setelah meyakinkan Raja dan Ziva.

"Bagaimana kamu bisa menjanjikan sesuatu seperti itu kepada kami, padahal kamu tahu kalau ...."

"Ziva Wiratama, jangan keras kepala pada saat seperti ini," potong Alwan, tetap dengan suara rendah.

Ziva pun langsung bungkam dalam sekejap setelah Alwan memintanya untuk tidak keras kepala.

"Demi ikatan pernikahan kalian yang sedang berusaha kalian pertahankan dan demi Suami kamu yang selalu kompak dengan Mika dalam urusan membuatku darah tinggi, sehingga aku bisa mulai melupakan rasa sakit akibat kehilangan ... tolong, percaya sepenuhnya padaku. Maju dan hadapi Faisal seperti biasanya kamu menghadapi para pengirim teluh yang menyakiti korban pada kasus-kasus sebelumnya. Insya Allah, tidak akan terjadi apa-apa terhadap Raja malam ini. Aku yang akan menjamin itu, dan Allah adalah saksiku jika kamu merasa ragu."

Raja dan Ziva masih ingin banyak bertanya serta protes pada Alwan. Namun mereka sadar bahwa waktu mereka menipis, karena api di dalam wadah yang sedang terbakar sudah mulai hampir tidak lagi berkobar seperti tadi. Keduanya segera menghapus air mata di wajah masing-masing, lalu beranjak dari depan pagar rumah yang disewa oleh Faisal ke tempat mereka berada tadi.

Tawa Faisal masih terdengar, karena tampaknya laki-laki itu sedang ingin mengejek Tari dan Hani habis-habisan malam itu.

"Kalian berdua bilang apa? Kalian akan berupaya sekuat tenaga untuk melindungi Ziva dan Raja? Dengan cara apa? Kalian bisa apa tanpa Ziva dan Raja? Di dalam tim kalian, kalian adalah empat orang yang paling lemah. Tanpa keahlian Ziva untuk mematahkan teluh dan juga keahlian Ziva serta Raja melihat makhluk-makhluk tak kasat mata, maka kalian tidak akan bisa apa-apa. Jadi sebaiknya kalian jangan sombong. Jangan terlalu banyak bicara. Mundur saja, sebelum aku menginginkan kalian disakiti oleh makhluk yang sedang menjagaku saat ini," saran Faisal, seraya mengejek.

"Kami tidak akan menampik hal yang kamu sebutkan barusan," sahut Rasyid. "Benar adanya bahwa aku, Mika, Tari, dan Hani hanya empat orang manusia biasa yang tidak punya kelebihan. Tapi jangan salah, kami punya Allah yang akan selalu memberikan perlindungan terhadap hamba-hamba-Nya yang meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Jadi kamu juga jangan menganggap remeh kami berempat. Hati-hati, setan dongga yang diutus untuk menjaga kamu tidaklah sepenuhnya akan patuh padamu. Dia akan berbalik menyerangmu, kalau sampai dia mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan keluar dari mulutmu."

Faisal bisa melihat senyum mengejek yang tercetak di wajah Rasyid saat itu. Kemarahannya pun mendadak kembali lagi, dan ia merasa sudah tak bisa lagi menahan diri.

"Beri mereka pelajaran!" perintah Faisal, kepada setan dongga yang menjaganya.

* * *

TELUH BONEKAWhere stories live. Discover now