2 | Saling Terbuka

897 98 6
                                    

Mika menatap Santi yang saat itu sedang membantunya menyiapkan perlengkapan ke dalam mobil. Santi tidak mengatakan apa-apa, dan terus saja membantunya menyiapkan hal yang Mika butuhkan. Sejenak ia terdiam sambil memandangi wanita yang baru saja sah menjadi istrinya beberapa jam lalu. Ia tahu bahwa seharusnya saat ini Santi tak boleh ditinggalkan, karena mereka bahkan belum sempat bicara lagi berdua setelah acara pernikahan selesai. Namun apa yang dihadapi oleh seluruh anggota timnya saat itu benar-benar mengharuskan Mika untuk ikut pergi. Ia jelas tidak mungkin akan lepas tangan begitu saja, terutama saat sahabatnya tengah mendapat ancaman dari seseorang yang tidak punya hati seperti Faisal.


"Apakah jika aku ikut pergi bersama yang lain artinya aku egois dan bisa dibilang tidak mementingkan kamu?" tanya Mika, tiba-tiba.

Santi pun berhenti mengerjakan yang sedang ia kerjakan, lalu menoleh untuk menatap ke arah Mika sambil mengerenyitkan keningnya.

"Gimana, Mas? Coba ulangi pertanyaannya," pinta Santi.

"Aku tanya sama kamu ... apakah jika aku ikut pergi bersama yang lain sekarang juga, artinya aku egois dan bisa dibilang tidak mementingkan kamu?" ulang Mika, seperti yang Santi inginkan.

Santi pun langsung mencubit lengan Mika dan membuat Mika meringis kesakitan.

"Egois? Tidak mementingkan aku? Wah ... terkadang pikiranmu benar-benar ajaib, ya, Mas. Bisa-bisanya kamu memikirkan hal seperti itu disaat sahabatmu sedang mendapat masalah. Katakan ... kenapa kamu sampai berpikir bahwa dirimu egois dan tidak mementingkan aku? Apakah karena hari ini kita baru saja menikah dan kamu harus pergi membantu rekan satu timmu? Iya? Benar begitu, Mas?" tanya Santi.

Mika pun segera menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban atas pertanyaan yang Santi ajukan.

"Ya Allah, Mas. Bagaimana mungkin aku berpikir kamu egois atau tidak mementingkan aku pada saat seperti ini? Kamu lihat sendiri tadi, bagaimana reaksi semua sahabat yang juga adalah anggota timmu ketika terjadi sesuatu padamu. Mereka tidak peduli dengan keadaan diri sendiri yang juga sedang memiliki masalah. Mereka mengutamakan dirimu dan aku pada saat bersamaan, Mas. Kamu ditangani dengan cepat oleh Mas Rasyid, Mas Raja, Mas Alwan, dan Mbak Ziva. Dan aku sendiri pun segera ditenangkan oleh Mbak Tari dan Mbak Hani. Bayangkan, Mas, aku ini belum lama mengenal mereka. Tapi mereka tahu bahwa aku tetap perlu ditenangkan ketika terjadi sesuatu kepadamu. Mereka sadar bahwa aku saat ini sudah berstatus sebagai Istrimu, padahal seharusnya mereka masih merasa asing dengan perubahan itu, Mas. Tapi mereka sama sekali tidak pernah menganggapku asing di tengah-tengah mereka. Jadi kalau saat ini kamu merasa dirimu egois atau merasa dirimu tidak mementingkan aku, artinya ada yang salah dengan jalan pikiranmu. Kamu tidak boleh berpaling dari mereka, karena mereka juga tidak pernah berpaling dari kamu, Mas. Kalau ada apa-apa pada diri kamu, mereka adalah yang paling pertama turun tangan untuk membuatmu tetap baik-baik saja. Sekarang saatnya bagi kamu untuk melakukan hal yang sama. Kamu harus turun tangan, agar hati Mbak Ziva dan Mas Raja tidak goyah meskipun terus diancam oleh orang bernama Faisal itu. Kamu harus ada di sisi mereka dan pastikan kalau laki-laki itu akan membayar mahal perbuatan jahatnya."

Santi terlihat sangat serius soal apa yang ditekankannya kepada Mika. Mika bisa melihat betapa marahnya Santi pada Faisal, meskipun Santi tidak pernah bertemu Faisal sama sekali.

"Aku tidak bisa terima kalau ada manusia yang ingin sekali menghancurkan rumah tangga orang lain, sampai berani memberi ancaman-ancaman yang tidak masuk akal. Kalau aku bisa berhadapan dengan orang itu secara langsung, aku pasti akan langsung membuatnya babak belur di tempat. Benar-benar tidak tahu malu manusia macam Faisal itu!" omel Santi, sambil melanjutkan kegiatannya menyiapkan hal yang Mika perlukan.

Mika pun segera melingkarkan lengannya pada pinggang Santi dari arah belakang. Santi pun membiarkan Mika memeluk dan bersandar pada pundaknya selama beberapa saat.

"Ya, kamu benar. Aku pun tidak bisa terima dengan apa yang dilakukan oleh Faisal terhadap Ziva dan Raja. Aku tahu betul bagaimana Ziva dan Raja selama ini, meski aku lebih banyak tahu soal Ziva karena kami memang sangat dekat sejak masih remaja. Mereka berdua tidak pernah benar-benar bisa dekat dengan lawan jenis. Mereka selalu membuat dinding yang sangat tebal ketika ada yang mencoba mendekati, untuk membatasi diri. Mereka hanya ingin membukakan jalan bagi orang yang benar-benar datang sebagai jodoh dari Allah. Bahkan meski Ziva pernah bertunangan sebelumnya dengan Almarhum Gani, tetap saja Ziva membangun dinding tebal yang sama dan menetapkan jarak di dalam hubungan pertunangan itu. Hanya kepada Raja pada akhirnya Ziva benar-benar membuka diri dan tidak membangun dinding yang tebal. Begitu pula dengan Raja, yang pada akhirnya membuka diri terhadap Ziva dan tidak membangun dinding untuk menjauh. Jadi ... saat ada seseorang yang benar-benar ingin menghancurkan rumah tangga mereka dan meminta mereka untuk berpisah, rasanya aku ingin marah. Aku bersikeras agar mereka tetap bertahan, karena aku tahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa menemukan orang yang tepat untuk kedua kalinya jika sampai benar-benar berpisah. Ziva akan menghabiskan hidupnya sendirian, begitu pula dengan Raja. Dan aku tidak mau hal itu terjadi pada kedua sahabatku. Aku ingin mereka terus bersama sampai ajal yang memisahkan mereka," ungkap Mika, tentang hal yang tak bisa diungkapkannya di hadapan Raja ataupun Ziva.

Santi pun berbalik, hingga kini dirinya benar-benar berhadapan dengan Mika.

"Kalau begitu Mas harus ikut dengan mereka dan tetap berada di sisi mereka sampai akhir. Pastikan bahwa tidak akan ada hal yang bisa menggoyahkan rumah tangga dan keyakinan tentang perasaan mereka. Aku akan tetap berada di rumah bersama Papi dan Mami sambil menunggu Mas pulang. Mas tidak perlu khawatir."

Mika kembali menganggukkan kepalanya dan Santi memeluk Mika dengan erat demi memastikan bahwa Mika tidak perlu merasa ragu untuk pergi. Pria itu kini telah benar-benar siap untuk pergi bersama yang lain, setelah membicarakan hal yang akhirnya ia sepakati bersama Santi. Clarissa--yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan itu dari balik pintu samping rumah--jelas tidak bisa menahan perasaannya. Ia kini benar-benar paham mengapa Mika tidak goyah sama sekali saat diminta untuk memikirkan ulang soal keseriusannya terhadap Santi. Mika jelas sudah bisa mengenali jati diri Santi sejak awal, bahwa Santi adalah sosok yang memiliki rasa peduli tinggi terhadap orang-orang di sekitarnya. Hal itu pasti adalah pertimbangan yang paling utama bagi Mika, sehingga Mika benar-benar mantap memilih Santi dan menikahinya.

"Mereka jelas benar-benar cocok satu sama lain dalam berbagai hal. Sekarang hanya perlu mempercayakan saja pada keduanya agar mereka bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan keinginan mereka," batin Clarissa, seraya tersenyum ketika melangkah ke dalam rumah.

* * *

TELUH BONEKAWhere stories live. Discover now