23.1

7.8K 1.5K 105
                                    




***

Selamat membaca

Jangan lupa taburan bintang dan komen, Bestie! 🤌🏻🤣







RUKMA TIDAK percaya jika dirinya benar-benar mengulang masa lalu; duduk di mobil David dan membiarkan lelaki itu menentukan tempat kunjungan mereka.

Mungkin seharusnya dia tidak keluar rumah selama apa pun David menunggu. Mungkin apa pun yang harus mereka selesaikan bisa dilakukan di teras rumah saja. Kemudian Rukma mengusap-usap rahang kanannya sembari melirik David, dan belum apa-apa rasa menyesal sudah menggigit hatinya kencang-kencang.

Kenapa hobi banget cari penyakit sih, Ma? tanyanya pada diri sendiri.

Meski niat untuk kembali sudah hilang, di bagian terdalam hati Rukma sesekali masih memanggil nama lelaki ini.

Dan sekarang, Rukma dipeluk ketakutan.

Bagaimana kalau ternyata niat yang dia punya tidak kuat. Bagaimana kalau akhirnya dirinya masih Rukma yang begitu mencintai David, hingga rela mengabaikan rasa sakit demi menyambut uluran tangan lelaki itu. Bagaimana jika posisi Steven sama saja dengan Edo ....

"Sudah puas ngeliatin muka aku? Apa ada yang berubah? Pasti ada, sih. Aku tambah tua." David memulai obrolan untuk pertama kalinya sejak mobil meninggalkan rumah.

Rukma tertegun saat mata David yang jernih mengunci matanya secara mendadak, lalu dia tersadar mobil sudah berhenti berjalan. Rukma mencoba mengelak, tetapi hanya mampu meringis gugup. Benar-benar mengingatkannya pada masa-masa, ketika bicara sembari menatap David lebih sulit daripada memecahkan rumus stuktur bangunan.

Rukma meluruskan pandangan. Spontan rasa terkejut menyergap, membuatnya mengernyit dan menoleh lagi ke David.

"Apa nggak ada tempat lain?" tanya Rukma.

"Tempat lain banyak, tapi tempat yang kamu suka sedikit," jelas David, lalu keluar dari mobil tanpa memberi kesempatan untuknya membalas.

Rukma menggunakan waktunya sendirinya yang terbatas untuk mengembuskan napas pelan-pelan. Entah ini hasil diam-diam mengikutinya selama berbulan-bulan, atau memang David masih mengingat jelas apa saja yang mampu menarik perhatian Rukma.

Selagi mengamati David yang memutari mobil, Rukma tersadar isi otak lelaki itu. Dia  buru-buru membuka pintu mobil dan keluar, hingga langkah David terpaksa dihentikan sebelum mencapai tempat tujuan. Pintu Rukma.

"Mulai rame tuh," kata Rukma, berjalan melewati David.

Dia tidak tahu tujuan David langsung ke pusat acara, atau mengajaknya makan lebih dulu di restoran sekitar. Namun, Rukma masih kenyang dan tidak akan sanggup berlama-lama duduk berhadapan sembari disuguhkan senyum berbahaya David. Karena dari itu, Rukma mengizinkan kakinya menelusuri lorong gelap sebelum benar-benar tiba di pintu masuk acara pameran seni. Tadinya Rukma ingin membayar sendiri, meski melihat harga tiket masuk ke acara tersebut membuatnya menahan ringisan. Beruntung atau tidak, tetapi David lebih dulu menunjukkan tiket early bird dari aplikasi website penyelenggara pameran ke petugas.

"Thank you." Rukma mengucapkannya dengan kaku, setelah menerima tiket serta pamflet panduan yang diberikan petugas tiket.

"Yang penting kamu enjoy di sini," sahut David.

Rukma berhasil bertahan dipilihan tidak akan menanggapi apa pun perkataan David, dengan berjalan terburu-buru menuju ke tengah ruang gelap yang dikelilingi lukisan-lukisan abstrak berteknologi imersif 360 hasil dari perpaduan teknologi dan seni.

"Wah," ucap Rukma tanpa sadar, saat dirinya memasuki ruangan yang menampilkan lukisan bunga matahari setiap kali kakinya bergerak.

Semakin tidak memedulikan keberadaan David, Rukma membiarkan dirinya terhipnotis oleh karya-karya pelukis favoritnya sejak dulu. Dia berjalan semakin dalam melewati satu demi satu ruangan yang mengusung tema lukisan berbeda-beda, hingga memutuskan berhenti dan duduk di ruangan bertema Starry Night.

David ikut duduk di sampingnya.

Ketika selang beberapa waktu hanya duduk diam, David bicara, "Aku udah tepatin janji ya, Ma."

Rukma menoleh, kebingungan.

"Waktu itu aku janji mau ajak kamu lihat pameran ini di Singapore, tapi yah ... gitu deh." David mengalihkan pandangan dari wajah Rukma ke layar biru dengan sedikit guratan kuning. "Aku langsung semangat beli tiket pas tahu pamerannya dibuka di Bandung, padahal belum pasti kamu mau ikut aku."

Rukma memaksa dirinya untuk menikmati gambar biru yang bergerak-gerak, daripada meneliti ekspresi tak terbaca yang ditampilkan David. Dia kan tidak boleh mengendurkan tekat mengabaikan lelaki ini, dan berlama-lama memandangi David berpotensi membangkitkan rasa-rasa berbahaya dari kuburan.

"Seperti yang kamu tahu, aku diangkat anak dan disekolahkan sama Bapak sampai jadi dokter spesialis kayak sekarang. Bapak itu orangtua Rachel. Perempuan yang—"

"Harus banget ngerusak suasana bagus di sini sama masa lalu?"

Bertahun-tahun Rukma sudah ratusan kali membayangkan dan melatih dirinya supaya siap menghadapi situasi seperti saat ini, mendengarkan alasan David menikahi perempuan yang kata lelaki ini bukan karena cinta. Namun, mendengar langsung ternyata tidak semudah yang di dalam pikirannya. Dia bisa saja mendengarkan tanpa merespon, tetapi Rukma tidak mau.

Mungkin Rukma belum siap mengetahui kenyataan kondisi David lebih menderita darinya, mengalami hari-hari lebih sunyi darinya. Jadi, dia ingin mempertahankan posisi korban, posisi yang paling kesakitan.

"Ma, aku utang penjelasan sama kamu."

Rukma menggeleng tegas. "Dokter David, pasti gampang ya buat kamu bersikap kayak gini, kerena kamu yang ninggalin saya. Tapi nggak buat saya, ini menyakitkan, sangat. Karena saya yang kamu tinggalin, dan sekarang kamu maksa saya dengar alasan kamu setelah waktu udah berjalan cukup jauh."

David menggeser duduk, nyaris rapat dengan Rukma. Dia bisa merasakan kerinduan bercampur frustrasi memancar dari tubuh pria ini. Atau jangan-jangan itu apa yang dikeluarkan oleh dirinya sediri. Jadi, Rukma bergeser ke sisi kosong, hingga ada cukup jarak bagi mereka.

"Rukma, seenggaknya kamu tahu alasan terbesar aku—"

"Dokter David." Lagi-lagi, Rukma memotong. Kali ini dia memberanikan diri mengawasi mata David saat berkata, "Kamu tahu nggak buat sampai di tahap di mana saya udah nggak peduli lagi tentang kamu, saya harus melewatin ratusan malam berharap kamu datang dan bilang; Aku milih kamu, Rukma. Aku—bukan aku—kita. Kita akan cari jalan keluar buat masalah Rachel bareng-bareng."

Rukma bisa mendengar embusan napas frustrasi David di sela lagu klasik yang mengalun lembut ke seluruh penjuru ruangan. Untuk menyembunyikan debaran dan tangan yang mulai gemetar, Rukma berdiri.

"Daripada kamu maksa saya dengerin alasan masa lalu yang nggak bisa ngubah apa pun sebagai upaya menyelesaikan apa-apa di antara kita, lebih baik kamu ngelakuin kayak ini," kata Rukma pelan. "Tepatin janji-janji kamu."


Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca.

Seperti biasa buat kalian yang mengintip spoiler, mencari tahu tentang naskah-naskah aku yang lain. Kalian boleh follow akun2 berikut

Instagram : Flaradeviana

Tik-tok : Flaradeviana

LOVE, FLA! EHEHEHE

The TeaseWhere stories live. Discover now