10.2

25.4K 5.3K 355
                                    


Selamat membaca


19 BULAN SEBELUM PERTEMUAN

DAVID tahu apa yang sudah dia lakukan kepada Rukma tidak termaafkan, tetapi mengabaikan kesempatan bagus setelah terperangkap di situasi tak ada pilihan ....

Dia tidak bisa.

Dia ingin mencoba, walau sekali saja.

Puluhan hari berlalu sejak Rachel mengumumkan niat bercerai, sampai akhirnya mereka resmi tidak terikat apa pun. Dia berusaha menjalani hidup seolah masih tidak memiliki pilihan selain melepaskan Rukma, tetapi setiap kali bertemu Alfa—David merasa sedang disodorkan pilihan.

Puluhan malam—David mengingatkan diri sendiri untuk bertahan di jalurnya—tetapi keinginan menemui Rukma tidak juga mereda.

"Kenapa dia ada di sini?" Satu pertanyaan memecahkan keheningan yang terbentuk sejak sepuluh menit lalu.

Meski Ghina, istri Alfa, sekaligus sahabat Rukma—berusaha mengucapkan kalimat itu langsung ke kuping sang suami dengan nada pelan. Tetap saja David bisa mendengar kalimat, yang diucapkan penuh kebencian itu.

Alfa menatap sang istri sebentar, lalu memandang David. Spontan, dia duduk tegak bagai seorang terdakwa yang siap menerima persidangan. Kedua tangan David terkepal dan menekan kedua lutut, menyembunyikan rasa panik yang membesar ketika Ghina ikut memandangnya.

"Aku cuma diminta ajak kamu ke sini, sisanya ..." Alfa bersandar santai di punggung kursi, melipat kedua tangan di depan dada sembari memberi kode kepada David untuk mulai bicara. "David yang mau bicara sama kamu."

Ghina mengerutkan kening sangat dalam. Perempuan itu memandang bingung ke arah Alfa, tetapi melemparkan tatapan peremusahan saat melirik David. Dia tidak berani merasa kesal, apalagi marah. Alfa sudah pernah memperingatkan hubungan Ghina dan Rukma sangat erat. Bahkan, saat David bertanya apakah Alfa tahu tentang keberadaan Rukma yang tiba-tiba menghilang, Alfa menjawab Ghina yang berurusan sama Rukma. Kalau dia mau bertemu Rukma, temui Ghina lebih dulu.

Keraguan sempat memaksa David untuk mundur, mengingat moto yang pernah diucapkan Alfa tiga hari setelah pernikahannya dan Rachel; menyakiti Rukma, menyakiti Ghina.

Pasti sulit. Namun, dia tetap duduk di sini—mengabaikan segala bentuk permusuhaan Ghina. Selain dia memang layak mendapatkan itu, tekadnya menemui Rukma makin bulat.

Tiba-tiba, Alfa berdiri dari kursi seraya memegang satu bahu Ghina—seolah sedang memerintahkan sang istri tetap duduk. "Ini urusan kalian, aku nggak tahu apa-apa dan nggak mau ikut campur. Apa pun yang dilakukan David, nggak ada hubungannya sama pertemana baik kami. Dan apa pun reaksi kamu ke David, nggak ada hubungannya sama pernihakan kita."

Setelahnya, Alfa pergi meninggalkan David dan Ghina di ruang makan VIP salah satu restoran Chinnese di daerah

"Ghina, saya—"

"Jangan ganggu Rukma," potong perempuan itu. "Saya tahu Dokter sudah pisah. Saya juga bisa menebak kenapa kita ada di sini. Jawabannya, nggak."

Tatapan mereka berserobok. Ruangan yang sebenarnya sangat besar untuk menampumg dua orang mengecil setiap detiknya, bahkan David merasa begitu terdesak dan sesak. Seluruh skenario yang dia susun sebelum berangkat, di perjalanan, sampai menunggu kedatangan Alfa dan Ghina—buyar.

Sorot mata Ghina penuh kebenciaan, disisipi tuduhan, seakan-akan dia bukan hanya melepaskan genggaman Rukma tetapi juga menghancurkan kehidupan Rukma.

"Saat itu saya nggak punya pilihan. Dari sisi mana pun," kata David. "Saya dibebaskan dari penjara anak-anak sama bapaknya Rachel, saya dijadikan anak asuh sama beliau, sampai begelar dokter spesialis begini." Bibir Ghina sudah terbuka, jelas bersiap menyerang. "Malam itu saya belum sempat menjelaskan bagian ini, saya baru sampai tentang beliau yang minta saya menjaga Rachel, tetapi Rukma sudah terburu-buru pergi. Saya—"

"Rukma punya anak."

David tercenung. Berusaha memproses maksud dari Rukma punya anak, bahkan sedikit berharap itu adalah anaknya.

"Bukan anak Dokter. Saya tahu apa yang terjadi karena keteledoran Rukma, tetapi alasan dia melakukan hal gila itu yang membuat saya nggak bisa mengizinkan Dokter menemui dia." Ghina tidak menunjukkan tanda-tanda melunak sedikit pun, sorot mata istri Alfa itu menegaskan niat bertemu Rukma tidak akan pernah terwujud. "Mau Dokter menjelaskan alasan Dokter saat itu, nggak bakal merubah kehidupan Rukma. Dokter udah milih meninggalkan dia."

"Saya—" Kalimat yang ingin David sampaikan tertahan di ujung lidahnya.

Pantas saja Ghina semakin memusuhinya, David alasan Rukma kesusahaan sampai sejauh itu. Kepalan kedua tangannya makin kuat terkepal, hingga David merasakan kuku-kukunya mulai menebus telapak tangan.

"Sampai detik ini." David berhasil mendapatkan lagi kekuatan buat melanjutkan kalimat yang ingin dia sampaikan kepada Ghina. "Saya masih sayang sama Rukma. Saya—"

"Kalau memang Dokter David sayang tulus ke Rukma, saya minta jangan temuin dia. Jangan ganggu hidup dia lagi. Besok, besoknya lagi, selamanya!" tegas Ghina, lalu perempuan itu keluar ruangan menyusul Alfa.

Gabungan rasa putus asa dan bersalah dalam diri David menyedot habis seluruh tekad yang tadinya enggan merelakan kesempatan bertemu Rukma. Secara otomatis, David mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya—menyalakan layar dan memaku tatapan ke foto yang terpampang di sana.

Foto Rukma sedang tersenyum di depan mesin pembuat kopi, yang diambil secara diam-diam saat perempuan itu tengah sibuk membuat kopi pesanan. Foto yang selama setahun terakhir selalu jadi obat rindu, sekaligus penenang pada hari-hari buruk yang kadang terlalu mencekik David.

Perlahan, dia menggeser layar. Mencari aplikasi pesan singkat, dan langsung nama Rukma berada di bagian teratas. Dia pin. Tidak pernah bergerak turun, meski dia tahu Rukma langsung mengganti nomor setelah malam itu.

David memandang pintu yang menelan Alfa dan Ghina, lalu mengarahkan ponsel dekat bibirnya sambil menekan perekam suara di aplikasi pesan singkat itu.

"Hari ini aku ketemu Ghina, dan aku baru tahu kalau kamu—Rukma, maaf ..."

Pesan berdurasi beberapa detik itu melesat naik ke kolom pesan singkat, menyusul pesan-pesan lain yang nyaris setiap hari David kirimkan. Hanya mengirim begitu saja, tanpa berharap centang satu akan berubah cetang dua apalagi biru.

Terima kasih sudah membaca 💜

Maaf aku telat update mulu, yang follow ig aku : Flaradeviana , pasti tahu aku lagi kayak bola ping ponh urus kerjaan asli, anak yg sakit gigi, packingan The Risk. 🥲


Btw, buat yang belum tahu cerita Alfa-Ghina alias The Risk lagi ada promo ebook nih

Btw, buat yang belum tahu cerita Alfa-Ghina alias The Risk lagi ada promo ebook nih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pesennya di link yang aku share di wall wattpad ya

The TeaseWhere stories live. Discover now