15.2

25K 4.7K 131
                                    

Selamat membaca


Jangan lupa taburan bintang dan komennya


OTAK STEVEN masih menimbang-nimbang, tapi sekali lagi fisik lebih dulu membuat keputusan daripada pikiran. Ditambah fakta, dia memang tidak mau bergelung di ranjang yang dingin setelah aktivitas seks gila-gilaan. Dia mau melewati pergantian tanggal di samping Rukma sembari memeluk perempuan itu. Dengan terburu-buru Steven menuruni tangga ditemani pengulangan adegan dari awal mereka bertemu. Dan sejauh apa pun ingatannya berputar, tidak ada sosok Rukma yang seperti hari ini; Rukma yang bertindak bebas. Rukma yang tersenyum lebar tanpa binar ketakutan.

Ketika dia membuka pintu kamar, ruangan seluas 5x6 itu kosong—tidak berpenghuni. Artinya, sejak memberitahu Rukma kamar mandi sudah bisa dipakai dan dia berpamitan ganti baju di atas—perempuan itu mengurung diri di sana. Apa yang dilakukan Rukma selama kira-kira dua puluh menit? Di akhir permainan pertama mereka, waktu di kamar mandi Rukma jauh lebih pendek.

Sambil memandangi sisi kamar yang tidak terjangkau lampu tidur, banyak pertanyaan yang ogah dipikirkan bergaung dalam benak Stevan. Apa Rukma menyesal? Apa dia harus bersiap dipaksa mundur ke garis awal? Apa situasi bakal lebih berantakan? Cengkeraman di gagang pintu menguat, sementara umpatan untuk nafsu sialan berbagi tempat dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

"Pelan-pelan," bisiknya seraya menabrakkan kening ke pinggiran pintu. "Harusnya nggak perlu buru-buru ke tahap ini. Goblok. Goblok!"

Ketika dia berbalik untuk menggedor pintu kamar mandi, Rukma sedang berdiri dan bersedekap di belakangnya. Perempuan itu memiringkan kepala sedikir ke kiri, memasang ekspresi bingung sepersekian detik, lalu kilatan jail tiba-tiba melintasi mata Rukma.

"Kenapa tegang gitu? Kamu pikir aku kabur ala-ala film romance?" Sudut-sudut bibir tipis perempuan itu sedikit tertarik ke atas, lalu menghampirinya dan berdiri di samping Steven. Dengan segaris senyum tertahan, Rukma berbisik di telinga Steven, "Ini tempat tinggal aku." Napas Steven tercekat di kerongkongan. Setelah yang terjadi saraf-saraf badannya jadi responsif. "Dan udah tengah malam, aku nggak bakat kabur gelap-gelap."

Tanpa sadar Steven mengembuskan napas lambat-lambat. Walau perasaannya masih terombang-ambing, setidaknya ada sedikit kelegaan melihat Rukma tidak menjaga jarak dengannya.

"Berarti pas terang ada potensi?" Steven memosisikan diri berdiri di depan Rukma, sementara perempuan itu memunggungi pintu kamar.

"Jangan-jangan kamu punya pikiran besok pagi aku mau ninggalin surat depan pintu kamar kamu." Rukma membiarkan senyum lebar lepas menghiasi wajah, dan wow—meraka tidak bergelung di ranjang. Apa ini kemajuan? "Ya udah. Biar kamu tenang, kamu maunya gimana? Kamu tidur bareng aku?" Rukma bertanya setelah mundur selangkah darinya. Dan sialannya, mata Steven justru memperhatikan pemilihan pakaian Rukma. Kaus biru kebesaran yang lebih mirip daster pendek, dan Steven berani pastikan tidak ada bra di dalam sana. Celana abu super pendek, memamerkan kaki-kaki jenjang yang biasanya bersembunyi di balik celana jins, legging, apa pun yang ukurannya panjang.

Tanpa peringatan, sebuah cubitan pelan bersarang di pinggang kanan Steven. Lebih terasa geli daripada sakit. Steven menangkap tangan Rukma, lalu balas melemparkan senyum menggoda sembari mengangkat kedua bahunya.

"Aku capek," keluh Rukma.

"Emangnya aku mau ngapain kamu?" Steven balik bertanya. Mengabaikan fakta dia baru saja tertangkap basah sedang mengamati bagian-bagian yang mampu memanaskan darahnya lagi, mungkin Rukma juga ... tapi mau bagaimana lagi, kesuluruhan badannya mengajukan diri sebagai pemuja Rukma—dari kepala sampai ujung kaki.

Rukma meloloskan tangan dari genggaman Steven, tidak kasar tapi juga tidak lembut. Perempuan itu berdiri di tempat awal, senyum berganti menjadi wajah serius, dan jelas-jelas menunggu jawaban dari pertanyaan yang dibiarkan Steven menggantung di antara mereka. Sejujurnya, Steven mau mengiakan, tetapi kalau-kalau dia pikir-pikir lagi lebih baik keputusan ini ditentukan oleh Rukma.

The TeaseWhere stories live. Discover now