2.2

33.9K 6.8K 391
                                    




Sebelum baca jangan lupa taburan bintang dan komennya, ya.


Selamat membaca kalian


STEVEN buru-buru menyembunyikan kedua tangan di bawah meja, sementara Rukma mematung di depannya dan memeluk bagian yang tak sengaja tersentuh di depan dada. Pipi Rukma lebih berwarna dari kali terakhir mereka bertatap muka tadi dan mata cokelat gelap perempuan itu tampak sedikit nanar.

Meski sudah ditahan, Steven melirik ke titik tangan mereka tak sengaja bertemu lalu diam-diam mengembuskan napas putus-putus. Dia hanya tak sengaja menyetuh tangan, bukan melakukan yang tidak-tidak, kenapa harus bereaksi sekeras itu?

Situasi yang sudah canggung semakin canggung.

"Sori," kata Rukma tiba-tiba.

Steven menelan erangan mendengar Rukma mengucapkan maaf, yang tidak jelas buat apa. Dia kembali memandang Rukma dan berkata, "Terbalik. Seharusnya saya yang bilang maaf."

"Nggak, saya—"

"Buat pop mi," potong Steven.

Tatapan Rukma perlahan turun kepada pop mi, yang sepertinya sudah cukup matang untuk dia makan.

"Tadi saya berniat mengantar anak kamu yang keluar kamar sambil nangis ke samping sekalian minta izin memasak mi instan, tetapi cewek—"

"Embun."

Steven mengangguk. "Dia bilang buat aja dulu. Mbak Rukma lagi serius ngitung, biasanya kalau diganggu buat hal-hal kecil bisa berubah menyeramkan."

Rukma tampak terkejut, dan Steven buru-buru mengangkat satu tangan sebagai tanda  sumpah.

"Saya nggak mengurangi atau melebihkan, itu yang diucapkan Embun."

"Saya memang menyeramkan kalau sudah fokus menghitung. Saya nggak bisa double fokus. Kalau diajak ngobrol sedikit aja."

Rukma seperti sudah melupakan rasa tidak nyaman akibat sentuhan mereka tadi. Perempuan itu menurunkan satu satu tangan, sementara tangan yang lain membentuk ukuran kecil ke besar sebagai upaya memperjelas kalimat obrolan kecil bisa membuat masalah besar bagi Rukma dalam kegiatan menghitung. Bahkan, Rukma juga menambahkan beberapa cerita saat mengerjakan laporan penjualan mingguan, lalu Tita meminta dikupasi Apel, dan Rukma mengeluh betapa pusingnya dia harus mengulang dari awal. Steven tidak tahu sudah berapa menit berlalu, dia hanya mendengarkan Rukma sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Ya begitulah," kata Rukma, yang langsung menutup bibir dengan kedua tangan. "Maaf. Saya kebablasan ngomongnya."

"Its okay." Steven benar-benar tidak masalah mendengarkan Rukma bicara panjang lebar, dia hanya khawatir rupa pop mi. Dan dia sangat berharap, Rukma segera berpamitan agar dia tidak perlu membuka tutup dan mendengar kata maaf lagi.

Mereka kembali mengadu tatap seperti beberapa menit lalu. Rukma melongo, lalu menelan ludah. Perempuan itu merapat ke meja makan, ragu-ragu mengulurkan tangan lalu menarik mundur pop mi-nya.

"Pop mi bukan lagi ide bagus," gumam Rukma muram. "Pasti sudah mengembang selama saya bicara tadi. Saya punya makanan yang lebih layak buat Pak Steven."

"Oh ya?" Steven kebingungan harus mengatakan apa dan membiarkan Rukma benar-benar mengambil pop mi. Perempuan itu memunggunginya lagi seperti awal datang, lalu kembali dengan membawa semangkuk sop ayam.

"Nasinya bisa ambil sendiri, kan?"

"Oke."

"Itu memang mirip sama punya Tita, tapi beda. Saya taruh—" Rukma berhenti dan berkedip beberapa kali. "Intinya beda. Jangan khawatir. Maaf—"

The TeaseWhere stories live. Discover now