14.2

25.5K 4.9K 355
                                    

Selamat membaca


Jangan lupa taburan bintang dan komennya (siapa tahu double up 😂😌)


"SIAL!"

Satu-satunya kata yang mampu dikeluarkan Steven, setelah melihat jarum jam berhenti di mana. Dia memang tidak berjanji apa pun, tapi—dia ingin mengajak Rukma makan malam bersama. Di luar ataupun di rumah. Tak masalah.

Steven mengacak-acak kasar rambut bagian depannya, menyalurkan rasa lelah sekaligus kesal. Dia ini. Benar-benar payah kalau sudah fokus pada sesuatu, terutama pekerjaan.

Setelah memastikan apa yang dihasilkan selama berjam-jam aman di laptop dan meja sudah rapi, Steven buru-buru membuka pintu. Dia tidak bisa menebak apa Rukma sudah makan atau belum, apalagi dua jam lagi hari mau berganti, dan kenapa pula perempun itu harus menahan lapar demi dia? Rasanya sih tidak mungkin, tapi tidak ada salahnya mencoba. Saat dia baru selangkah melewati perbatasan pintu, Steven segera mematung sembari terbelalak.

Perempuan yang ingin dia temui sedang berjongkok di samping pintu dengan kepala tertunduk. Dia baru berniat memanggil, tapi Rukma sudah menengadah dan tersenyum kecil. Walau tidak basah sama sekali; mata atau pipi, dalam sekali lihat Steven merasa Rukma baru menangis. Mungkin—

"Akhirnya keluar juga," kata Rukma, yang terdengar seperti bisikan bagi Steven dan dipaksakan ceria. Rukma melirik sebentar ke pintu kamar yang tertutup, lalu kembali ke wajahnya. "Tadinya aku mau ketuk pintu, tapi aku ingat Ghina pernah cerita katanya kalau kamu lagi kerja susah diganggu." Dengan kedua tangan yang terlipat di atas lutut yang tertekuk, badan Rukma bergeras maju-mundur pelan. "Ya, emang sih, aku nggak tahu kamu di dalam sana beneran kerja atau ...."

Rukma tiba-tiba berhenti dan mendesah. Ini Steven yang salah tangkap, atau memang rasa putus asa berkelebat di mata cokelat gelap perempuan itu?  Namun, kenapa? Memang apa lagi yang biasa dia lakukan di kamar selain bekerja?

Dengan setengah membungkuk, Steven meraih kedua bahu lalu membantu Rukma berdiri. Dilihat dari cara perempuan ini kesusahan berdiri, sepertinya sudah berjongkok untuk waktu yang lama. Padahal, dia tidak bakal mempermasalahkan bila Rukma mengetuk pintu, daripada—ketika mereka sudah saling berhadapan, dan Steven lebih jelas menyelami mata Rukma—dia segera tahu kenapa perempuan ini memilih berjongkok. Ditambah pesan singkat Ghina tadi siang, rasanya jadi masuk akal.

 Ditambah pesan singkat Ghina tadi siang, rasanya jadi masuk akal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dasar!

"Aku kerja," katanya sembari memindahkan kedua tangan ke lengan Rukma. "Beberapa proyek di Jakarta yang perlu lebih aku perhatiin. Walau ada tim, tapi buat beberapa hal aku harus turun tangan sendiri. Dan lagi rumah sebelah juga harus digambar, kalau nggak beres-beres nanti klien aku sekaligus bos kita itu bisa ngamuk." Dia tidak tahu kenapa menjelaskan hal-hal begitu kepada Rukma, tetapi mendapati binar di mata Rukma mulai muncul—Steven merasa ini tepat. Sembari mengelus naik-turun kedua lengan Rukma, dia melanjutkan kalimat, "Pasti kamu jongkok di sana sambil mikir yang aneh-aneh."

The TeaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang