9.1

28K 6.7K 816
                                    



*

Selamat membaca

*

*

Jangan lupa taburan bintang dan komennya, gaes!

*

*

SEBENARNYA ada apa sama kehidupan tiga tahun Rukma yang tenang, kenapa kini terlihat bagai disapu badai?

Selama ini Rukma selalu berpikir, kekacauan sudah tertinggal di Jakarta. Di Bandung hidupnya terkendali. Dia memiliki tempat berteduh yang nyaman, pekerjaan dengan gaji yang mendukung, dikelilingi orang-orang menyenangkan. Kehidupan yang serba teratur, dengan pola kegiatan yang sama setiap hari. Satu-satunya tantangan di hidupnya adalah membesarkan Tita.

Namun kemarin, dia mencium lelaki yang baru dikenalnya seperti tidak ada hari esok, berperan bagai keluarga bahagia selama beberapa jam, lalu malamnya meminta mereka berteman saja.

Seperti serangan badai gelombang kedua.

Di saat Rukma sedang menggantikan barista yang istirahat makan siang, ada tamu tidak terduga datang ke kedai membawa potongan adegan masa lalu yang sama persis.

Dengan dada yang berdebar kencang, Rukma menunggu kopi apa yang harus dibuat, sementara si tamu berdiri di depan meja kasir dengan gagah dan meneliti apa yang harus dipesan. Rukma tergoda buat menyebutkan secara lantang beberapa pilihan yang bisa dipesan, toh, menu di kedai ini tidak ada bedanya dengan cabang Jakarta. Namun, berhasil dia tahan.

Lelucon apa ini, Tuhan? Jerit Rukma dalam hati

"Nda, susu kain. Nda ..." Tiba-tiba Tita yang awalnya asyik menggambar di meja kecil dekat pintu penghubung rumah-kedai, menghampirinya ke area barista, lalu menarik kasar ujung kaus berulang kali.

Keras kepala. Tidak sabaran. Kenapa Tita cuma mewarisi hal-hal buruk dari Rukma?

Spontan, si tamu yang sedari tadi menunduk ke arah menu—memandang Tita, lalu Rukma ....

Menepis kuat-kuat rasa tidak nyaman dalam dirinya, Rukma menangkap tangan mungil Tita, lalu meminta Embun membuatkan bocah itu susu. Dia tidak punya pilihan karena Embun tidak bisa meracik kopi. Lucu memang, Embun tidak percaya diri menakar kopi, tetapi mampu meracik susu formula buat Tita.

Di bawah pengawasan si tamu, Tita menurut dan menarik Embun meninggalkan kasir. Tanpa mempertunjukkan rengekan; mau, Nda. Usai Tita menghilang, si tamu kembali memusatkan perhatian ke menu, yang kalau Rukma perhatikan—semakin terlihat seperti ingin mengulur waktu.

Walau enggan, badan Rukma pelan-pelan bergeser sampai berada di balik meja kasir—berhadapan secara langsung dengan si pengunjung yang terlihat masih memilih-milih menu. Tanpa sadar dia memutar bola mata. Apa orang ini membutuhkan waktu seharian untuk memilih minuman? Naluri mendesak Rukma untuk santai saja dan bersikap professional, tetapi matanya enggan diajak kerja sama.

Dia menatap lekat-lekat si tamu. Tidak ada perubahan drastis, hanya sedikit terlihat lebih matang dan manly. Rukma bertaruh pada diri sendri, bahwa orang ini masih menjalankan pola makan sehat dan tempat fitness tetap jadi tujuan pertama usai bekerja. Kenapa orang ini tidak berubah jadi buncit, sih? Saat Rukma berhasil memaksa matanya bergeser dari si tamu, dia menangkap basah beberapa pengunjung perempuan yang duduk dekat jendela sebelah kiri sedang sibuk menganggumi kegagahan lelaki setinggi 179 cm dalam balutan denim army yang kedua lengan panjangnya digulung asal sesiku dan semua kancing dibiarkan terbuka, memamerkan garis-garis otot di balik kaus polos abu, dan jins hitam.

Susah payah, Rukma mengabaikan tusukan rasa tidak nyaman dan mengembalikan fokus kepada tamu di depannya—yang ternyata sedang menatap lekat dirinya ....

The TeaseWhere stories live. Discover now