💌 17: Sorry?

810 54 4
                                    

🍁HAPPY READING 🍁


Di rooftop sekolah Nadine kini duduk berdiam diri, satu-satunya tempat yang dapat menenangkan diri. Ia menghirup semilir angin sejuk yang berhembus menerpa wajah cantiknya, hingga membuat helai-helai surai hitam itu ikut bertebangan diterpa angin.

Nadine sendiri. Tak ditemani siapapun. Jangan tanya keberadaan Fera, gadis itu tadinya ingin menemani Nadine, namun Nadine menolak dengan alasan ia butuh waktu sendiri, padahal ia juga sebenarnya tidak ingin kalau sampai Fera melihat kesedihannya.

"Lo ngapain? " Suara berat yang tidak asing itu kembali menyapa pendengaran Nadine, lantas gadis itu mendonggakkan kepalanya, menatap orang didepannya.

Leo kini tengah berdiri menatapnya sambil mengisi kedua tangan di saku celana. Ia perlahan berjalan mendekati Nadine, lalu duduk di sebelah gadis itu.

Nadine sedikit menggeser posisi duduknya dengan Leo agar berjarak, jujur ia tidak nyaman seperti ini, apalagi ia juga tidak pernah menyangka Leo akan ada di sini.

"Jaket gue? " Pertanyaan itu terlontar dari mulut Leo, membuat Nadine tersentak dan menoleh padanya.

"Mana? Jaket gue? " tanya Leo kembali, kini mengadahkan satu tangannya pada Nadine.

Astaga, sialnya jaket milik Leo tertinggal di kamarnya dan Nadine lupa membawanya. "Ma--maaf, aku lupa. " Nadine menjawab sambil menunduk.

"Udah gak pa-pa, santai aja, lo bisa kembaliin jaket itu kapan-kapan. " ujar Leo, membuat gadis disebelahnya kembali menatap dirinya dan menghembuskan napas lega.

Perlahan, Leo mengikis jarak antara dirinya dan Nadine, ia bergerak mendekatkan posisi duduknya dengan cewek itu, membuat Nadine mengernyitkan kening bingung.

Leo menatap mata Nadine. "Lo abis nangis? "

Nadine mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menggeleng. "Nggak."

"Terus kenapa mata lo sembab gitu? " tanya Leo lagi.

"Ga kenapa-napa 'kok. Cuma kena debu doang tadi, " elak Nadine.

Leo tersenyum melihat Nadine yang berusaha mengelak padanya, gadis ini terlihat amat lucu dimatanya. Padahal jelas dari raut wajah gadis itu dia sedang berbohong, Leo tau itu.

"Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue. " Kata Leo tersenyum.

Nadine memalingkan wajahnya, tidak ingin lama-lama ditatap oleh Leo. "Kamu bisa gak, sih, gak usah pura-pura perhatian gitu? Aku tau kamu itu satu geng sama Arion, kalian itu cuma senior yang hobi bully adik kelasnya . "

Leo mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi... gue bakal berubah dari sekarang. "

Nadine menekuk alis mendengarnya.

"Gue gak bakal ikut bully siapapun lagi di sekolah ini. Termasuk lo. Maafin gue, Nadine. " ucap Leo meminta maaf tulus pada Nadine.

"Kamu minta maafnya gak serius 'kan? Kamu cuma mau mainin aku doang 'kan? Aku tau 'kok " balas Nadine.

"Gue serius, Nad. " Leo kini berusaha menyakinkan Nadine. "Gue janji, mulai sekarang gue bakal jadi senior yang baik buat lo. Gue gak akan bully lo lagi dari sekarang ataupun nyakitin lo, so, maafin gue, please? "

Nadine masih tidak bergeming.

"Please.... "

Nadine masih bungkam.

"Please.... "

Nadine pun akhirnya menghembuskan napas gusar, lalu mengangguk, pertanda bahwa ia sudah memaafkan Leo. "Aku udah maafin Kakak. "

Detik itu pula senyuman terbit dari bibir Leo, senyuman teramat manis yang bisa membuat gadis-gadis meleleh kala melihatnya. "Makasih, adik kelas gue yang paling baik! "

Nadine hanya mengangguk menanggapi.

"Makasih juga karena udah manggil gue dengan sebutan Kakak, " ucap Leo.

Kini Nadine membalas dengan anggukan lagi, tetapi dengan sebuah senyuman.

Leo seakan terpesona dengan senyuman Nadine, apalagi dengan mata teduh itu. Sial, kenapa ia baru sadar sekarang, bahwa adik kelas yang sedang beradu tatap dengannya amatlah cantik. Meski terlihat beberapa luka diwajahnya, tetapi aura kecantikan Nadine masih nampak.

"Nad? " Leo memanggil Nadine pelan.

"Iya, Kak. " sahut Nadine.

"Lo udah punya pacar belom? "

Pertanyaan dari Leo membuat Nadine sedikit kaget. "Pa--pacar? "

Leo mengangguk. "Ya, pacar? "

Nadine menggeleng. "Gak, Kak. Kenapa emang? "

'Syukurlah, aman. Ternyata dia masih jomblo. Terima kasih, Tuhan. ' Dalam batinnya, Leo merasa amat bersyukur.

"Tapi kenapa lo---"

KRIIIINGGGG!!!

"Maaf, Kak, bel masuk udah bunyi. Aku ke kelas duluan, " ucap Nadine pamit pada Leo, gadis itupun langsung berdiri dan berlari meninggalkan rooftop.

Sementara Leo masih menatap kepergian Nadine, lalu berdiri dan menendang sekenanya seperti orang gila. "AARGHH, BEL SIALAN, GANGGU AJA WAKTU GUE BERDUA SAMA NADINE!!! "

Sulit dipercaya, seorang Galileo Artana yang terkadang cuek dengan makhluk yang bernama perempuan, tiba-tiba bertingkah bak orang konyol hanya karena seorang gadis yang biasa dibully-nya. Ada apa dengan Leo sebenarnya?

***

Kini pelajaran pkn tengah berlangsung dikelas 11 Ips 1, semua murid nampak kurang memperhatikan dan mendengarkan serius materi yang dijelaskan oleh guru mapel didepan. Menurut mereka, pkn tidak terlalu sulit untuk dipelajari, apalagi gurunya jarang memberikan mereka tugas.

"Nad? " Fera memanggil Nadine dengan suara pelan.

Nadine menoleh sahabat disampingnya itu tanpa menyahut.

"Kamu tadi gak pa-pa? " tanya Fera.

Nadine menggeleng sambil tersenyum. "Aku nggak kenapa-napa 'kok tadi, gausah mikirin kejadian yang tadi. "

Fera pun ber-oh ria menanggapi ucapan Nadine.

Sahabatnya itu kini kembali melamun, Nadine sedang memikirkan sesuatu. Lebih spesifiknya ia sedang overthinking. Ia menatap tiap pergerakan jarum jam yang menghitung detik, ulangan ips belum juga dibagikan nilainya. Padahal tadi bu Emi mengatakan bahwa ia akan membagikan ulangan itu saat jam ketiga pelajaran, tapi ia belum menampakkan batang hidungnya juga. Membuat Nadine khawatir, ia takut nilainya tidak mencapai angka seratus, ia belum siap membayangkan bagaimana nanti Saga akan mencambukinya sampai rumah, memukulnya, menendangnya, bahkan mengurungnya lagi.

"Permisi, Bu, " Suara Bu Emi terdengar dari ambang pintu, membuat semua murid menoleh ke arahnya. Lalu guru itupun masuk setelah dipersilahkan.

"Saya memotong waktunya, Bu, saya izin membagikan hasil ulangan anak-anak, " Izin Bu Emi pada guru yang sedang mengajar, kemudian ia mulai membagikan hasil lembar ulangan.

Setelah itu, Bu Emi kembali berdiri di depan. "Semua hasil ulangan ips kalian telah Ibu bagikan, dan yang mendapat nilai tertinggi di kelas ini adalah Nadine! " ucap Bu Emi, diiringi tepukan tangan dari murid-murid untuk Nadine.

Namun, bukannya senang, mata Nadine kini malah berkaca-kaca. Ia lalu berdiri dari tempat duduknya. Menunjukkan kertas ulangannya pada Bu Emi. "Bu! Kenapa nilai saya sembilan puluh, Bu? Salah saya dimana!? "

Bu Emi terlihat menghela napas. "Di nomor terakhir, Nadine. Kamu mengisinya dengan tidak teliti, dan jawabannya masih kurang lengkap. Dan itu hanya salah satu, di semua nomor lainnya jawaban kamu benar. Nilai sembilan puluh itu sudah bagus, Nadine."

"Betul, Nadine. Sembilan puluh itu sudah lumayan tinggi, " Kini guru yang mengajar pkn itu menimpali.

"Tapi nilai sembilan puluh gak bakal bikin orang tua saya bangga sama saya, Bu!! " protes Nadine menaikkan nada suaranya satu oktaf.

🍁🍁🍁

Ada yang mau disampaikan mungkin buat Leo? Hihii

NOT A FOREIGN GIRL [END+COMPLETED]Where stories live. Discover now