25. Hukuman

14.8K 1.3K 47
                                    

Sebenernya pengen sih double up atau sekalian triple up, tapi pas nulis itu kadang tiba-tiba mood buat nulis langsung hilang. Mikir alurnya pun kadang bikin pening berujung bengong doang (kalau kamu author pasti tahu deh rasanya, mikirin alur eh ujungnya malah ngelamun, mana banyak pembaca rahasia lagi:v).

Btw udah lama banget gua gak up.

Kalian bisa baca ulang chapter sebelumnya kalau lupa:")

Happy Reading~

Setelah pulang jalan-jalan bersama keluarganya, kini Narengga berdiri disudut dinding dengan kaki sebelah dinaikan dan kedua tangan yang bertengger ditelinga. Disaat masih sesengukan, Narengga menoleh kebelakang menatap dimana keluarganya berkumpul.

Ia menyedot ingusnya kuat sebelum beralih menatap Nia yang juga tengah menatapnya iba.

"Kakak Nia... hiks kakak..."

"Avv jangan liatin inces kayak gitu please, inces gak tega liatnya..." Nia menyeka air mata buayanya. Ia kasihan tapi juga tidak bisa membantu banyak selain membantu lewat doa.

Ketika pulang ke mansion, Mia menceritakan semua yang terjadi tanpa ditambahi atau dikurangi. Mereka begitu marah namun karna kesalahan Narengga masih bisa ditoleran, maka hukuman inilah yang cocok untuk si bungsu. Si kembar bahkan ikut terkena imbas kenakalan Narengga, orang tua mereka menyita laptop si kembar selama sebulan.

Namun mereka tak mempersalahkan itu, mereka masih bisa nobar series halal menggunakan handpone. Kekurangannya cuma layar handpone itu kurang lebar, jadi tidak terlalu seru.

"Renungi kesalahanmu baby. Bagaimana jika tadi kamu tenggelam dan kakakmu tidak bisa menyelamatkan? Kamu bahkan tidak berpikir sampai kesana. Ceroboh"

Narengga menunduk dalam berusaha menahan tangisnya yang hampir pecah dengan menggigit kuat bibir bawahnya. Ia tahu dia salah, ia tahu kalau dia bodoh. Tapi sungguh, seumur hidupnya ia tidak pernah menontin televisi sebelum bertemu dengan keluarga kandungnya.

Ia tidak tahu dunia luar, tidak tahu mana yang nyata dan hoax. Ia kira makhluk sejenis itu memang benar adanya karena teman-temannya semasa Sekolah Dasarnya selalu bercerita tentang pernah menemukan makhluk setengah ikan itu. Ia tidak tahu jika itu hanya karangan cerita semasa anak-anak saja.

Reina mengusap punggung sang suami menenangkan.

"Jangan terlalu berlebihan, mas"

Keheningan menyelimuti sebelum Erick beranjak dari duduk.

"Kalian pergilah untuk istirahat, biar aku dan istriku yang mengurus sisanya"

Satu persatu dari mereka mulai membubarkan diri untuk beristirahat setelah seharian penuh menghabiskan waktu bersama.

Erick berjalan menghampiri sang putra yang masih tertunduk namun kakinya tidak lagi diangkat seperti tadi.

"Baby"

Erick merasa sedikit bersalah kala mengatakan jika anak bungsunya ini ceroboh. Ia merasa berlebihan, tapi bagaimana lagi? Ia benar-benar khawatir sekaligus emosi ketika keponakan kembarnya mengatakan jika putranya mendekati air dan hampir lepas dari pengawasan Mia. Ia takut kejadian dulu terulang lagi, dimana anaknya itu tenggelam.

"Emm.." gumamnya pelan hampir tidak bisa terdengar. Erick berdiri di belakang sang putra hendak membawanya kegendongan, namun...

Tes

Erick melebarkan kedua matanya ketika tidak sengaja melihat setetes darah yang tumpah ke lantai, Erick langsung mengangkat tubuh pendek itu kegendongan dan betapa terkejutnya dia kala melihat darah yang mengalir di hidung putranya.

Narengga||✓ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang