12. Pelet Narengga

39.7K 4K 190
                                    

Jangan males vote and komennya ya ayang

Enjoy~

Derick melangkah menuju parkiran dengan langkah lebar menghampiri kendaraan roda besinya. Setelah kejadian tadi pagi, mood-Nya benar-benar buruk melihat tubuh Narengga di sentuh oleh anak-anak kelas. Ini juga penyebab mengapa ia mengabaikan Narengga hari ini, sapaan serta panggilan dari Narengga ia hiraukan. Cukup kesal sebenarnya melihat Narengga yang tak melawan ketika badannya di sentuh-sentuh.

Bocah itu benar-benar sulit memahami situasi, bagaimana jika yang menyentuh badan anak itu nanti adalah laki-laki hidung belang yang meimiliki orientasi seksual menyimpang dan Narengga diam saja.

Walaupun tidak mungkin, mengingat keposessifan keluarga Narengga dalam menjaga bocah manis itu. Namun tak menutup kemungkinan bukan?

Sekitar lima belas menit menempuh perjalanan, Derick sampai di mansion tempat keluarga dan dirinya tinggal selama ini. Keluarga yang tak cukup harmonis.

Tetapi sebelum pulang, Derick mengawasi Narengga dari kejauhan. Dia tidak bisa tenang jika Narengga benar-benar belum berada di dekat para saudaranya.

Pintu utama mansion di buka dan dia di sambut oleh puluhan pelayan.

"SELAMAT DATANG TUAN MUDA DERICK"

Derick menanggapi mereka hanya dengan deheman singkat, dia berjalan melewati para pelayan yang sedang membungkukkan tubuh mereka, menghormati Derick.

"Oh, masih ingat pulang"

Di ruang tengah, Derick melihat sang adik berada di sofa dengan beberapa temannya.

"Ini juga tempat tinggal gue"

Derick mendecih sarkas, saudaranya itu sangat jarang pulang sampai-sampai mereka harus mengerahkan para bawahan untuk mencari keberadaan sang adik.

Mama sampai menangis karena saudaranya tak kunjung pulang, dia tak akan heran karena seorang ibu pastilah menginginkan agar anaknya baik-baik saja.

Derick berjalan melewati sang adik dan para teman-temannya, manaikki tangga yang memiliki pola melingkar.

Kamar Derick berada paling ujung daripada kamar-kamar yang lain. Ia sengaja, karena ingin jauh dari kamar yang lain.

Kamar bernuansa hitam abu-abu itu memiliki kesan elegan namun juga terlihat menyeramkan karena di dinding-dindingnya memiliki tulisan-tulisan aneh dengan bahasa asing yang Derick buat sendiri.

Alasannya, Derick hanya ingin agar kamarnya terlihat lebih menarik.

Derick melempar tas ranselnya sembarangan dan membaringkan tubuh ke kasur king size yang empuk. Mendesah lega karena tubuhnya telah menemukan tempat ternyaman.

"Kenapa isi otak gue dipenuhi sama bocah polos itu hah!"

Derick bergerak gelisah. Seharian mengabaikan keberadaan Narengga terasa menyakitkan dan hatinya tak tenang.

"Shit! Gue kalah"

Derick memutuskan untuk melakukan video call denfan salah satu keluarga Narengga, karena bocah itu tidak memiliki handpone sendiri.

"Halo Der, tumbenan nelfon"

"Narengga mana"

"Ngapain nih nanyain adek gue"

"Gue mau ngomong sama dia, Nia." Desak Derick.

"Oke oke santai dong, basa-basi dulu gitu"

Derick mendengar di seberang sana suara Narengga seperti tengah menirukan suara mesin mobil. Derick menyunggingkan senyum. Manis.

"Halo abang Delick, ada apaa?"

Derick diam saja, matanya menelisik seluruh wajah Narengga. Mengamati lamat-lamat wajah orang yang ia rindukan seharian ini.

Dua menit berlalu namun tak ada satupun yang angkat bicara.

"Ishh! Abang kenapa diam~"

"Sana tidur siang"

Sambungan di matikan secara sepihak dan yang mematikan sambungan tadi adalah Derick. Mendengar suara dan melihat wajah yang ia rindukan sudah lebih dari cukup untuk mengobati hatinya yang sempat tak tenang

"Pelet lo kuat banget, andai lo cewek"

Sedangkan di seberang sana, Nia menggigit sepeluh jarinya menahan gemas interaksi antara Derick dan Narengga. Ia sudah memiliki kapal baru yang siap untuk menjadi kapal perbadutannya.

"Gemes banget sih Denar"

Lain dari Nia, lain pula dari Mia, dia malah misuh-misuh sendiri karena udah dua menit Derick diem aja sekalinya ngomong cuma nyuruh tidur terus mutusin sambungan telfon sepihak. Kesel dua tuh.

"Ini hp-Nya kakak nyebelin"

"Ututu adik uke ku, sering-sering deket sama Derick ya sayang biar kakak mu ini punya momen"

Narengga mah ngangguk nurut aja, lagian Derick adalah abangnya juga jadi tidak masalah buat dia dekat-dekat terus sama Derick.

"Abang Fiat"

Narengga tersenyum lebar, ia merentangkan tangan dan berlari menuju abang Fiat-Nya yang barusan melewati kamar.

Fiat dengan sigap menggendong sang adik.

"Kenapa lari-larian tadi hm?"

"Hehe Nalen ngga sengaja"

"Mau abang hukum?"

Narengga menggeleng beberapa kali. Takut.

Kembali lagi ke para si kembar.

"Siapa yang lo maksud Denar"

"Derick Naren, cocokkan jadi DeNar aww!" Nia memekik gemas membayangkan kala adik manisnya bermanja dengan Derick si dingin pangeran sekolah.

"Gak gak, apaan! Gue lebih setuju Raren"

"Apa tuh Raren"

"Agra Rengga uwuu!" Kini giliran Mia yang memekik gemas membayangkan si manis dan si misterius boy kayak di wetped wetped.

"Agra temen bang Tristan bukan?"

"Ho'oh"

"Dih anjir gue aja takut sama dia apalagi baby kita"

"Tapi kata bang Tristan, si Agra kayak natap aneh gitu ke adek. Udah fiks ini mah kapal gue berlayar"

"Maksa banget lo, momen kok sekali kayak gue dong setiap hari"

"Tapi kapal gue ngegas dong sekali ketemu, gak kayak kapal lo itu, kapal kok abang-adek an"

Nia mencak-mencak di tempat tak terima kapalnya dibilang abang-adek'an.

"Lo pada ngapain ngomongin Agra"

Mia sama Mia ngelirik ke samping, Caroline datang entah sejak kapan berdiri di sana.

"Masalah buat lo?"

"Masalah dong kan Agra crush gue!"

Oh, Mia sempat lupa kalau Caroline suka sana si Agra. Walaupun tuh cowok sama sekali gak perduli sama keberadaan si Carolinne.

"Emang Agra mau sama lo?"

"Maulah!"

"Spek mak lampir kek lo mah gak cocok sama Agra"

Ini Caroline pasti udah ribut sama kedua kembar itu kalo aja gak ada mommy Reina di kamar sebelah.

Mia menarik pergelangan tangan Nia buat pergi dari hadapan Caroline. Mereka muak melihat wajah dengan bedak berlapis-lapis itu.

Tbc

Part ini pendek dulu, terlambat nulis. Ini aja buru-buru ngetik makannya kalo ada yang gaje ya maklum

Narengga||✓ [END]Where stories live. Discover now