13

82 18 2
                                    

Selesainya Kanaya mengerjakan soal, ia buru-buru keluar karena mengingat ia mendapatkan pesan singkat dari Arsa bahwa laki-laki itu telah menunggu di depan kelas. Namun, saat kaki Kanaya berhenti tepat di depan kelasnya, ia tidak menemukan siapapun. Tidak Arsa, tapi sialnya Kanaya malah melihat dua orang dengan gaya congkak berjalan ke arahnya. Kanaya yakin, itu pasti antek-anteknya Chelsea.

Langkah kaki terburu-buru Kanaya berhenti saat seseorang menarik rambutnya dengan kencang lantas menggiringnya entah kemana.

Kali ini Kanaya akan terluka sejauh mana?


Hari itu, Kanaya tidak memilih pulang dengan siapapun. Ia meninggalkan Maurel yang masih sibuk mengerjakan ujiannya.

Kanaya berjalan sendirian, kemanapun kaki membawanya. Walau langit Jakarta berubah menjadi abu-abu. Langkah kaki Kanaya selalu maju membawa dirinya menjauh dari siapapun.

Di sebuah lahan rumput alang yang luas, Kanaya duduk termenung menikmati rintik demi rintik air berjatuhan dari langit. Dihirupnya udara bumi sore itu. Jam 4 sore, Kanaya memutuskan diguyur hujan bersama alang-alang. Ia menikmati sakit yang sesekali menjalari kakinya.

Kanaya mengingat bagaimana tawa dua orang tadi ketika memukulinya dan melemparinya sampah-sampah. Kanaya juga mengingat bagaimana wajah jumawah mereka ketika memukuli kaki Kanaya habis-habisan. Seolah mereka tak ingin ia berjalan.

Berkali-kali Kanaya melawan, maka mereka juga berkali-kali menyerangnya. Kanaya kehabisan tenaga ketika kakinya dipukuli balok berukuran sedang. Nyeri bukan main.

Kini, saat hujan semakin deras, Kanaya hanya bisa menghela nafas.

Saat kilatan terlihat diatas langit, air mata Kanaya jatuh tak mampu terbendung lagi. Kanaya merasa hidupnya perlahan-lahan hancur. Bukannya mendapatkan bukti atas kematian sang kakak, Kanaya malah dihadapi oleh situasi yang tidak pernah terfikir olehnya sebelumnya.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHG!" Semakin ia diguyur hujan, semakin keras ia berteriak.

Kanaya merasa sangat bingung. Kenapa ia harus dihadapkan pada situasi ini. Kenapa dia harus terlibat dalam masalah Arsa dan Chelsea dimasa lalu.

Siapa yang harus Kanaya salahkan atas ini? Chelsea yang bodoh dan perasaannya itu atau Arsa yang telah membuatnya terjalin dalam hubungan tidak jelas?

Kanaya clueless. Rasanya hari ini ia ingin menghilang dari bumi.

"Kak, disana enak nggak sih?" Gadis itu berucap sambil melihat langit yang perlahan kembali biru. Hujan sudah reda, namun nyeri dihatinya semakin terasa kala bayangan Laskar yang tersenym indah tergambar jelas pada awan.

"Apa ini tanda bahwa aku harus nyerah sama tujuanku, kak?"

"Apa ini berarti, aku nggak akan diizinkan mendapat bukti tentang kematian kakak?"

Pertanyaan-pertanyaan itu hanya mengudara tanpa mendapatkan jawabannya.

•••

Sudah hampir dua jam mama mondar-mandir dihadapan Maurel. Keduanya tidak tenang sejak Arsa mengatakan bahwa ia tidak bersama Kanaya hari ini. Arsa bahkan mengira Naya pulang bersama Maurel karena saat ia kembali ke kelas, tidak ada siapa-siapa.

Sementara Maurel berfikir sebaliknya, karena Naya sempat mengirimkannya pesan bahwa gadis itu akan pulang bersama Arsa.

"Rel, coba telepon lagi Nayanya!" seru mama masih mondar-mandir.

Kanaya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Mama bahkan lebih bingung dari pada Maurel.

Satu jam...

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now