22 : Untold Story Kunthara

57 15 0
                                    

2019

Semenjak kepergian Yasa. Gue jadi penggantinya. Pengganti anak dibawah tekanan orang tua. Sejak dulu, Bokap selali menginginkan anak-anaknya bekerja keras untuk nilai yang bagus. Dia selalu menekankan agar kami bisa berada diperingkat yang paling atas. Dan itulah alasan Yasa memilih mengakhiri hidupnya.

Diary Yasa, bagian 139.

Yo, Thara. Gue seneng punya sodara kayak lo. Gue seneng berbagi cerita sama lo dan mungkin ini cerita terakhir yang bisa gue bagi sama lo.

tahu nggak? Arumi suka sama yang lain. Iya, sohib kita, Laskar. Mereka ternyata emang deket banget dari dulu, jauh sebelum gue kenal dia dua bulan yang lalu. Tolong ya, tolong banget pastiin Rumi bahagia sama Laskar. Janji sama gue!

Karena...
Karena gue nggak sanggup melanjutkan semuanya. Gue nggak sekuat lo, thar. Gue... gue nggak seberani lo.

Gue lemah dan gue takut. Kemarin, pas bokap mukulin gue itu bukan karena nilai gue. Tapi, karena gue tahu bokap yang dorang Darma dari atas gedung sekolah lima bulan lalu dan dia kerja sama Jaksa yang gue nggak tahu namanya, mereka nutup kasus itu seolah itu bunuh diri. Bokap makin marah dan mukul gue habis-habisan karena gue juga tahu dia manipulasi nilai siswa yang lain. Hanya untuk uang. Hahahaha gila aja, gue nggak nyangka duit yang kita pakai jajan dan happy happy ternyata duit haram, bro. Hebat banget ya, ayah kita.

Gue harap, perginya gue bisa bikin dia berhenti.
Sama seperti berhentinya gue pada halaman 139.
Jadi, Kunthara. Beri gue kabar baik di halaman 140.

Salam hangat, Yasa ganteng.

Titip salam buat Chelsea, bro. Jagain adek kita dan lindungi mama.

Karena nggak ada yang tahu bokap bakal gimana kedepannya.

Gue tertawa. Tertawa keras banget sampai Chelsea datang menegur gue dan bilang gue ini gila. Iya, gue gila. Gila karena pada kenyataannya gue nggak bisa menghentikan bokap. Gue sering ngeliat dia ketemu sama orangtua murid. Bahkan nggak jarang para orangtua berlutut bermohon-mohon untuk sebuah nilai. Nilai yang seharusnya bisa di dapatkan dari usaha dan kerja keras.

Dan gue, gue nggak tahu kapan bisa menyampaikan kabar baik itu di halaman 140.

Semenjak kehilangan Yasa, masa SMA gue berbanding 180⁰ bedanya. Gue dulu bahagia. Sekarang, gue bahkan bersaing sama sobat gue, Laskar. Gue jadi benci sama dia tanpa sebab. Apalagi, setiap melihat kedekatannya sama Arumi. Gue makin marah dan pengen bunuh dia dengan tangan gue sendiri.

Gue tertawa lagi melihat tulisan Yasa, "Dia nggak berubah, Yas. Ada atau nggak nya lo dirumah ini sama sekali nggak memberi perubahan apapun," kata gue menatap figura kami berdua.

"Dia akan tetap jadi dia, Yas. Monster si penyuka duit. Dan kita semua disini masih makan pakai duit haram itu."

•••

Hari lainnya gue lalui dengan sunyi, gue berusaha keras. Sangat keras untuk mengalahkan Laskar yang entah kenapa pinter banget. Padahal, kalau dilihat, masih lebih rajin gue daripada dia. Tapi, nyatanya gue selalu kalah.

Maka disinilah gue. Di gudang yang penuh alat cambuk ayah. Chelsea nggak 0ernah tahu tempat ini karena dia satu-satunya anak yang nggak pernah dapat paksaan dari ayah. Tapi tetap aja, Chelsea juga dalam tekanan dan pengawasan ayah.

"KENAPA KAMU BODOH!" Bentakan kayak gini udah basi banget buat gue. Bahkan, cambukan dari dia udah nggak ada rasanya buat gue.

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now