21

60 15 2
                                    

Arumi baru membuka matanya lagi setelah hantaman keras dari manusia bertopeng itu, saat ia menoleh, matanya menangkap sosok Kanaya yang mencoba melepaskan diri. Tak lama, keduanya ditarik paksa oleh laki-laki bertubuh besar dan berpakaian serba hitam. Arumi bingung, kenapa banyak orang disini.

Jujur saja, sejak kematian Laskar, Arumi sering kali diteror oleh orang asing, lalu kini ia malah terjebak pada situasi yang membingungkan.

Dulu, saat pertama masuk SMA, Arumi senang kala ia melihat Kanaya rupanya satu sekolah dengannya namun, gadis itu punya dendam kepadanya. Dendam yang seharusnya tidak pernah ada. Arumi ingin menceritakam tentang kejadian sebenarnya di hari itu namun, ia mengingat bahwa peneror itu terus saja mencari tahu tentang keluarga Laskar. Maka, untuk keselamatan Kanaya, Arumi mengurungkan niatnya.

Dan ada sedikit penyesalan kenapa ia harus merahasiakannya, Arumi mereasa bersalah Kanaya malah ditarik pada situasi ini.

Arumi dan Kanaya meringis kala tubuh mereka dilemparkan kedalam kolam kotor dan kering, perasaan gadis itu mulai tidak enak rasanya seperti sebentar lagi ada hal buruk yang terjadi.

Saat dia dan Kanaya diikat pada tangga di sudut kolam, barulah ia menyadari keberadaan Arsa di depan sana. Bersama dua orang–yang satu asing, yang satu sangat familiar. Parahnya, dua orang itu menodong pistol kearah Arsa.

Sosok laki-laki besar datang kearahnya dan membuka lakban yang sedari tadi menutup mulutnya. Arumi kini bisa bernafas dengan lebih baik. Namun, lagi, nafasnya langsung terasa tercekat kala melihat Kanaya yang lemas disudut lain kolam.

"Nay! Kanaya! Jangan pingsan, Nay!" Teriakan Arumi menggelegar seantero bangunan.

"Arsa, lo kenapa gak panggil polisi?"

"Gue di jebak, Rum," ujar Arsa dengan semampunya. Arumi tidak mengerti maksud laki-laki itu tetapi, ia tidak bisa meminta penjelasan pada situasi seperti ini.

"Arsa Danadyaksa, lo tahu? Kedatangan lo hanya akan membuat bokap lo terluka. Kenapa? Karena lo menghalangi jalannya untuk lebih sukses," ujar laki-laki bertopeng. Perlahan, ia berjalan mendekat pada Kanaya lalu membuka topengnya sedikit demi sedikit.

"Kanaya? Alsava Kanaya, adik dari Laskar Bramasta. Laki-laki brengsek," ucapnya kala topeng itu sudah memperlihatkan bibir dan hidungnya.

Kanaya dengan sekuat tenaga mendongak dan menatap mata laki-laki itu. Lalu ia berujar, "Setidaknya, dia gak sebrengsek lo!" Yang dihadiahi tamparan keras.

"NAY!"

"Hahahahhaha," Laki-laki itu membuka topeng seutuhnya dengan iringan tawa yang sangat menjengkelkan masuk ditelinga.

"Lo!?" Kanaya tentu saja kaget. Laki-laki itu adalah sosok yang ia temui saat ditangga hati itu. Yang terlihat sangat ramah dan baik, bahkan nada bicaranya sangat lembut hari itu. Kanaya tidak menyangka saja bahwa dia adalah orang yang sama dengan sosok mengerikan di depan Kanaya hari ini.

"Lo tahu? Hari itu gue bukan gak sengaja nabrak lo, tapi gue emang sengaja buat nempelin alat pelacak di hape lo. Awalnya, gue pengen nyulik lo doang, taunya, lo malah bareng Arumi," katanya, menunjuk Arumi di sisi lain.

"Cewek yang gue cari-cari, dia!" Laki-laki itu menggantungkan kalimatnya sembari mendekat ke arah Arumi. "DIA YANG BIKIN YASA BUNUH DIRI!" lanjutnya.

"NGGAK!"

"HAHAHAHAHA, LO PENYEBATBNYA! LO! LO! LO YANG BUAT KEMBARAN GUE MATI!"

"Girls, do you wanna hear the great story? Huh?" Laki-laki itu berdiri di tengah-tengah keduanya. Di sisi lain, Arsa sedang berusaha mengirimkan kode pada teman-temannya tanpa di ketahui dan sama halnya dengan Arsa, di tangan Kanaya ia menekan layar handphonenya sembarangan, berharap ia melakukan hal yang benar, entah mengirim pesan atau mungkin sebuah panggilan tersambung di sana.

ALDYAKSA (SELESAI)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum