14 : Sebuah Kebetulan

84 15 0
                                    

Bagian ini diceritakan dari sudut pandang Reygan  Shargawara dari awal sampai pertemuannya dengan Kanaya di Dermaga.

Enjoy!!

Reygan point of view....

•••

Mama selalu bilang ke gue bahwa "Bahagia itu kita sendiri yang ciptakan."

Hal itu yang membuat gue selalu mencoba menciptakan bahagia, untuk gue, untuk tante Laura yang mau menerima gue dirumahnya dan menghidupi gue sampai sebesar ini dan untuk siapa saja yang tidak bisa menciptakan bahagianya sendiri.

Diumur gue yang masih 10 tahun, gue harus mengikhlaskan kepergian kedua orangtua gue karena kecelakaan yang nggak bisa kita hindari. Saat itu, rencana liburan menyenangkan ke pedesaan terganti jadi hari berkabung paling menyedihkan. Gue akhirnya ditinggal sendirian.

Tiga hari kepergian mereka, gue menyetujui ikut bersama tante Laura dan suaminya ke Jakarta. Kepindahan gue di Jakarta membuat gue ketemu sama seorang teman.

Teman yang rupanya lupa sama gue.

Malam itu, hari ketiga gue di Jakarta. Gue memutuskan jalan-jalan keliling kompleks pakai sepatu roda kesayangan gue, hadiah ulangtahun dari mama. Waktu itu sunyi, tapi gue malah menemukan anak perempuan dengan baju tidurnya melamun di bangku taman.

Saat usia itu, gue nggak pernah ragu untuk menghampiri dia dan bertanya, "Kamu kenapa? Kok nangis?" Yang hanya dijawab dengan tatapan sedih, air mata itu tergenang di pelupuk mata lalu sedetik kemudian, tumpah ruah bersama suara tangisnya yang sangat berisik.

Gue panik seketika, apalagi saat ada laki-laki tinggi yang menurut gue adalah kakaknya yang nangis. Gue nggak bisa ngomong apa-apa, gue cuman bilang maaf sama kakaknya dan segera pergi dari sana

Sekiranya dua minggu, gue nggak ketemu lagi sama dia. Tapi lucunya, saat gue udah mulai masuk sekolah lagi, gue malah ketemu dia disana.

Di bawah pohon besar dia duduk sendirian, di tangannya ada sekotak bekal dengan gambar pisang.

"Halo, kita ketemu lagi," sapa gue. Dia hanya menatap gue dengan tatapan bingung. Dia nggak bicara sama sekali dan pergi begitu aja ketika sosok laki-laki yang sama datang menghampiri dia.

Setelah seminggu sekolah, gue tahu kalo kelas dia setahun dibawah gue. Agak susah buat ketemu dia di sekolah, karena waktu itu gue nggak berteman sama banyak orang. Gue nggak berani berkumpul sama teman-teman lainnya.

Berbeda saat gue SMP. Gue ketemu sama Maurel, dia petakilan banget. Sayangnya, gue hanya setahun doang SMP di Jakarta. Kepergian suaminya tante Laura membuat kita terpaksa pindah ke Malang. Rumah nenek.

Gue menyelesaikan SMP di Malang dengan nilai yang bagus. Saat itu, gue memberanikan diri untuk kembali ke Jakarta yang ternyata disetujui oleh nenek dan tante Laura.

Dan entah kebetulan atau bagaimana, gue ketemu lagi sama dia. Wajahnya nggak berubah. Rambutnya masih sama pendeknya, hanya yang berbeda adalah dia lebih kurus.

Lagi-lagi dia menangis, gue jadi bingung dan memilih menghampiri dia, memberi dia peluk karena gue rasa dia emang butuh pelukan saat itu.

Saat gue mendekap tubuhnya, untuk pertama kalinya gue mendengar suaranya.

Dia bilang, "Gue takut, gue ngilangin duit kak Laskar, gue takut dimarahin. Kakak butuh duitnya. Duitnya banyak banget hilang." Dan dia menangis kencang.

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now