06

115 19 3
                                    

Perjalanan menuju ke Bandung, Kanaya memilih duduk di bangku paling sudut bersama tumpukan barang-barang teman-temannya.

Selama di dalam bus Kanaya sadar bahwa beberapa siswa sering kali mengganti fokus kearahnya. Mungkin ada yang penasaran tentang kejadian tadi di Aula, ada pula yang mungkin ingin bertanya hubungan Kanaya dan Arumi di masa lalu itu seperti apa.

Barangkali ada beberapa juga yang berfikiran buruk tentangnya, dilihat dari beberapa tatapan tidak enak dari siswi yang duduk tak jauh dari bangkunya. Kanya yakin, perempuan itu berfikir banyak hal buruk dikepala.

"Kanaya, lo nggak gerah di belakang? Ini masih ada bangku kosong di samping Theana" ucap Reygan menawarkan bangku yang ia rasa lebih pantas untuk di duduki mengingat Bandung masih cukup jauh dan cuaca kota Jakarta sangat panas hari ini.

"Nggak kak. Nyaman kok di sini" tolak Naya.

Theana yang sedari tadi tidur dengan nyaman tidak jauh dari keduanya itu berdiri dengan langkah malas namun pasti.

"Sini, di samping gue. Nggak ada penolakan!" ucapnya sambil menarik lengan Kanaya.

Kanaya tidak melakukan penolakan atas perlakuan Theana. Ia malas berdebat lagi. Sudah cukup perdebatan pagi tadi bersama Arumi "Jangan mikir yang aneh-aneh. Gue nyuruh lo di sini biar nggak diliatin tuh ama mereka, gue risih. Nanti dipikirnya gue nggak ngijinin lo di sini" jelas Theana terdengar agak kesal.

"iya. Thank"  balas Naya.

Perjalanan menuju Bandung sangat membosankan pasalnya siswa siswi hanya sibuk pada telepon genggam mereka masing-masing. 

Di depan sana empat siswa asik mabar game online. Di samping mereka,  dua siswi berkacamata asik berfoto ria. Sementara Kanaya hanya menatap keluar jendela,  melirik apa saja yang bisa ditangkap oleh mata. Karena jika Naya nekat memainkan handphonenya, yang ada lima menit setelahnya ia akan muntah karena pusing.

Di jalanan Kanaya melihat berbagai keadaan. Seperti di atas sebuah motor merah yang dinaiki oleh anak Sekolah Dasar yang tersenyum sambil memeluk ayahnya di depan. Nampak anak itu sangat bahagia walau Kanaya tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi, melihat senyum yang merekah diwajah anak itu, Kanaya tahu bahwa dia sangat bahagia. Apalagi anak itu menenteng sebuah plastik hitam yang cukup besar,  Kanaya yakin Ayah dari anak itu membelikannya sesuatu.

Berbeda dengan anak yang duduk bersilah di depan warung makan yang Kanaya lihat setelah mengalihkan pandangannya.

Anak itu terduduk lemas mengelus-elus perutnya dengan ekspresi nelangsa. Bajunya kusut dan kotor,  di depannya ada seorang wanita parubaya yang sedang menggendong seorang anak yang nampaknya baru berumur tiga tahun.

Kanaya yakin mereka adalah keluarga yang tidak punya tempat untuk ditinggali. Maka jalanan adalah opsi terbaik untuk bertahan hidup. Menurunkan gengsi meminta pada orang yang memiliki rezeki lebih. Naya tidak tahu pasti bagaimana rasanya berada di posisi itu. Tapi, yakin kesulitan adalah salah satu yang paling sering didapati.

Melihat dua kondisi yang jauh berbeda dalam satu waktu membuat Naya merasa sangat rendah. Kurang bersyukur dengan keadaannya sekarang,  sering mengeluh pada tuhan padahal ada yang jauh lebih menderita dari dirinya.

Dalam hati Kanaya berucap terimakasih kepada penulis takdir walau ia dihadapkan dengan kehilangan yang membekas cukup dalam,  Kanaya tetap harus bersyukur karena diberi kecukupan dalam hidup.

•••••

Setibanya di Bandung semua siswa turun dan membentuk barisan dengan rapi. Di depan ada Pak Akbar dan Bu Lina. Di samping kanan Siswa ada Arsa,  Reygan, Theana dan beberapa pengurus Osis lainnya.

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now