10

104 24 3
                                    

2017

Sore hari di Jakarta akan selalu sama. 
Macet dan polusi. Pengendara motor banyak berteriak agar diberi jalan untuk lewat karena semua ingin buru-buru sampai di rumah mereka.

Sore hari adalah jam pulang kerja yang ditandai dengan padatnya jalan raya. Tapi, bagian anehnya, Laskar selalu mengajak Kanaya keluar mencari makan pada jam itu.

Dan disinilah mereka, terjebak macet di daerah Kuningan.

"Kak, Kita mau kemana, sih!?" Kanaya bahkan harus menaikan volume suaranya agar terdengar jelas oleh Laskar.

Dari pantulan kaca spion keduanya beradu tatap. Laskar hanya menggerakan mulut tanpa bicara,  ia mengatakan "Sabar" lalu tersenyum terang,  memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Kanaya hanya bisa menarik nafas jengah, ini sudah pukul lima sore, dan keduanya masih terjebak di tengah-tengah macetnya ibu kota.

Memang, Laskar dan kebiasaan yang tidak bisa diubah. Sedari dulu, Laskar selalu mengajak Kanaya keluar setiap sore, lepas magrib barulah mereka pulang kerumah. Kebiasaan Laskar ini adalah satu dari sekian banyak kebiasaan yang tidak ia sukai.

Saat jalanan melonggar, Laskar melajukan motornya, mengedar bersama pengguna jalan lainnya.

Dari kaca spion, Kanaya melihat kakaknya itu tersenyum bahagia. Salah satu favorit Laskar yang menjadi kesukaan Kanaya adalah senja, dan itu adalah penyebab mengapa Laskar tersenyum lebar seperti tadi.

Dari bawah sini, Kanaya bisa melihat langit kuning yang indah di atas sana. Warnanya yang khas memiliki daya tarik sendiri untuk selalu disukai.

"Alsa, Langit sore kenapa seindah ini?" tanya Laskar dengan volume suara cukup tinggi, Karena memang suara kendaraan lainnya sangat berisik.

"Nggak tau!" Kanaya juga meninggikan suaranya.

Lagi-lagi Laskar tersenyum lalu berucap, "Kita ke warung cak Arifin dulu, ya? Habis itu baru balik rumah." Dari kaca spion, Laskar melihat adiknya mengagguk semangat.

Warung cak Arifin memang tempat paling disukai Kanaya dari sekian banyak tempat yang mereka berdua singgahi.

Sampai di warung cak Arifin, mereka disambut dengan senyum lebar pria berumur 27 tahun itu, lalu ia bertanya,  "Seperti biasa toh mas? Dek Alsa juga?" Dan dijawab anggukan oleh kedua pelanggan yang baru tiba itu.

Warung ini adalah warung sederhana, beratapkan tenda biru besar yang menyediakan kursi dan meja plastik untuk tempat makannya. Cak Arifin menjual berbagai makanan seperti gado-gado, siomay, bakso, dan yang menjadi favorit Kanaya dan Laskar adalah nasi pecel.

Favorit nampol! Valid no debat!

Tapi, untuk kali ini keduanya memilih menu favorit kedua yang selalu dipesan dengan kalimat "seperti biasa ya, cak." Dan tibalah dua porsi bakso spesial di hadapan mereka.

"Silakan, mas. Selamat menikmati," ucap cak Arifin sebelum kembali bergelut membuat pesanan pelanggan lainnya.

"Emang sohib cak Arifin nih, tau banget kita mau apa," ucap Laskar yang dibalas senyum lebar oleh cak Arifin di depan warung.

"Habis ini, Langsung pulang atau mau kemana lagi, Sa?" Alsava Kanaya yang sedari tadi begitu hikmat menikmati baksonya, kini mendongak lalu berucap,  "Langsung balik aja sih, kak. Alsa capek soalnya, besok mau ujian lagi!" Yang diakhiri elahan nafas panjang.

Melihat adiknya seketika murung, Laskar tersenyum sumir lalu berkata, "Semangat! Nanti kita belajar bareng, oke?" Yang dibalas anggukan semangat oleh yang lebih muda.

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now