Treatment Terbaik

12 5 1
                                    

Langit biru terlihat begitu cerah dengan awan yang begumul menutupi pancaran sinar mentarinya. Hembusan angin kencangpun terasa dikulit yang membuat susana menjadi sejuk dan terasa damai.

Hiruk pikuk aktivitas kampus terlihat begitu jelas dari atas atap yang sedang dua orang pijaki saat ini. Mereka adalah Diva dan juga Dallas.

Setelah Diva mengatakan jika dirinya memiliki phobia terhadap ketinggian. Dallaspun langsung membuktikannya dengan membawa mahasiswi itu naik keatas rooftop kampus.

Dallas terlihat sedang menarik Diva mendekat kepinggir rooptop untuk membuktikan phobia yang dimiliki olehnya.

"Kan udah saya bilang kalau saya itu punya phobia ketinggian kak! Kenapa kak Dallas bawa saya kesini?" ucap Diva yang sudah gemetar ketakutan, bahkan kedua kakinya juga sudah mulai melemas.

Dallas tidak menghiraukan apa yang Diva ucapkan. Menurutnya mahasiswi itu hanya mengada-ngada saja tentang phobianya. Dirinya juga tau jika selama ini perempuan itu menaruh rasa yang teramat kesal dengannya. Mungkin bisa saja sosoknya sudah membenci dirinya.

Tangan Dallas terlulur untuk menarik Diva lebih dekat kepinggir Rooftop tersebut. "Coba lo liat kebawah" tukas sambil melihat kearah lawan bicaranya.

Seketika jantung Diva berdetak begitu kencang dan keringat dinginpun mulai membasahi sekujur tubuhnya. Tangannya juga terlihat gemetaran dengan napasnya yang mulai tidak beraturan.

Taklama diva merasakan jika kepalanya sangat pusing dan terasa sedikut mual. Rasanya Diva bisa saja pingsan dengan kondisinya sekarang ini.

"Kok lo malah diem si? Enggak usah akting lo, pura-pura kesakitan segala" kata Dallas sinis dengan tatapannya yang tidak memperdulikan kondisi Diva saat ini.

Diva masih saja terdiam karena merasakan ketidak nyaman dari dalam tubuhnya. Dallas yang berdiri didepan mahasiswi itu mulai kebingungan dengan tingkah lakunya.

Beberapa detik kemudian, Divapun hilang keseimbangan dan hampir saja jatuh kepinggir rooftop kalau saja Dallas tidak cepat-cepat menangkapnya.

"Diva!" tukas Dallas yang terlihat panik dengan bola matanya yang melebar. Dirinyapun langsung menarik tangan Diva dan membawanya kedalam dekapan hangat miliknya.

Sontak saja Dallas langsung panik dengan keringatnya yang bercucuran. "Lo buat gue jantungan tau enggak! Kalau lo sampe jatuh kebawah, gue enggak tau nasib gue kayak apa, mungkin aja gue bisa berakhir dipenjara" ujarnya sedikit berteriak karena begitu terkejut.

Taklama terdengar suara isak tangis yang begitu pilu dan menggetarkan jiwa. Tubuh Diva gemetar didalam dekapannya Dallas. Isak tangisnyapun semakin kencang dibarengi dengan hembusan aingin.

"Div! G-ue minta maaf banget sama lo, gue enggak maksud nakut-nakutin lo kayak barusan" imbuh Dallas terlihat menyesali perbuatannya, raut wajahnya juga berubah menjadi sedu.

"Kak Dallas kenapa jahat banget sama saya? Dari awal saya kan udah bilang kalau saya punya phobia ketinggian, tapi kenapa kak dallas enggak percaya dan maksa saya buat lakuin hal kayak barusan" balas Diva dengan isak tangisnya yang masih berada didekapannya.

Mendengar isak tangisnya Diva membuat Dallas semakin bersalah dan juga merasa bahwa hal yang dirinya lakukan sudah kelewatan. "Gue emang bener-bener kelewatan sama lo, gue minta maaf yang sebesar-besarnya Div, gue enggak ada maksud kayak gitu"

Dallaspun melepaskan Diva dari dekapannya, kemudian menyentuh kedua bahunya sambil sedikit menunduk menyamakan tinggi badannya.

"Div! Liat gue, awalnya gue cuma mau mastiin apa lo bener phobia sama ketinggian atau enggak, tapi ternyata gue udah bertindak berlebihan sama lo" ucap Dallas dengan semua penyesalannya.

Divapun bisa merasakan jika Dallas mengucapkannya dengan tulus dari dalam hatinya. Raut wajahnya juga terlihat penuh penyesalan karena perbuatannya yang sudah berlebihan.

Sorot matanya Dallas tidak lepas dari kedua bola mata coklat yang Diva miliki. Jarak diantara keduanyapun semakin mendekat.

"Saya harap, kak Dallas enggak akan membuat sesuatu ketakutan itu menjadi lelucon lagi! Cukup saya saja yang merasakannya" tukas Diva sambil mengelap sisa air matanya.

Dallaspun langsung membalas "Enggak akan! Gue enggak akan pernah mengulang kejadian yang sama untuk kedua kalinya"

Langkah kaki Dallas terlihat berjalan mendekat kearah Diva. Sedangkan mahasiswi itu malah terlihat semakin mundur dan menjauh dari seniornya.

"Sebagai gantinya! Gue akan hilangin phobia lo itu. Karena lo enggak tau keajaiban apa yang bisa lo liat dari atas ketinggian, dan disaat lo udah merasaknnya. Gue pastiin lo akan terkesima dan langsung jatuh cinta" tukas Dallas sambil tersenyum menatap manik mata Diva.

🌲🌲🌲

Pagipun datang dibarengi dengan suara kicauan burung yang merdu menggetarkan indra pendengaran. Sinar matarahi terlihat begitu terang menyinari. Embun pagipun masih terasa dingin menerpa kulit.

Terdengar suara jam weker yang begitu nyaring dari dalam kamar seorang mahasiswi yang masih bergulat didalam selimut miliknya.

Cahaya lampu yang minim, serta pendingin ruangan yang masih menyala membuat dirinya tidak bisa bergerak karena terlalu nyaman.

Mahasiswi tersebut adalah Jessi, perempuan karismatik yang begitu menggilai Lexi dengan segala tingkah lakunya. Dirinya sudah bersumpah jika monas belum pindah kekalimantan, dirinya akan terus-menerus mendekati Lexi sampai laki-laki itu menyadari betapa besar rasa cinta yang dimiliki olehnya.

Jessipun bangkit dari ranjang miliknya  dengan muka bantal yang terlihat begitu menggemaskan.

"Ganggu tidur gue aja lo! Dasar jam weker nyebelin" tukas Jessi mematikan jam weker miliknya, setelah itu melemparkannya begitu saja.

Jessipun mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah itu dirinyapun pergi menuju lemari pakiannya.

Saat Jessi sibuk menyiapkan diri kekampus, lain halnya dilantai bawah yang sudah kedatangan tamu dipagi hari yang cerah.

"Tante bersyukur banget kamu udah bisa ngampus lagi Je" tukas seorang ibu rumah tangga yang terlihat sedang menyiapkan sarapan pagi untuk anak dan suaminya.

Jesper berucap "Iya tan! Jesper juga bersukur banget, karena luka yang dapet enggak terlalu parah"

"Makanya kamu tuh kalau bawa kendaraan hati-hati, jagan main asal bawa aja" ujar mamahnya Jessi memepringati ponakan tampannya itu.

Disaat kedunya sedang asik dengan obroal satu sama lain, Jessipun datang sambil menuruni anak tangga.

"Pagi mom" ucap Jessi yang tidak menyadari kehadiran Jesper.

"Pagi! Kamu mau sarapan apa nih? Roti atau nasi goreng?" tanya mamahnya memberikan pilihan.

Jessipun berjalan kemeja makan dan manarik kusinya. "Kak Jeje! Kok bisa disini?" ujarnya terkejut dengan alisnya yang saling bertautan.

Melihat raut wajahnya jessi membuat Jesper tertawa kecil. Karena ekspresinya sangatlah lucu menurutnya. "Kakak kesini mau ajak kamu bareng ke kampus. Kasian tuh supir kamu, kasih dia istirahat juga dong Jes" tukasnya sambil memyilangkan kedua tangannya.

"Jessi maunya bukan kak Jeje yang jemput....." ucap jesii terhenti karena Jesper langsung saja menyelanya.

Jesper berucap "Tapi Lexi! Ya kan?"

Tebakan Jesper seratus persen benar adanya, raut wajah Jessi juga langsung berseri saat mendengar nama Lexi.

"Udah sarapan dulu! Ngebayangin Lexinya bisa nanti-nanti" tukas Jesper sambil melihat jessi yang sudah asik dengan hayalannya sendiri.

Melihat tinfakh laku Jessi membuat dirinya hanya bisa menggeleng gelengkan kepala sambil memijat pelipisnya sesekali. "Lex! Ini bukan salah gue ya, kalau si Jessi makin suka sama lo" ujarnya sambil melihat raut wajah adik sepupunya yang sudah berseri-seri.







>>>NEXT<<<

PHANTOM PAIN || TERBIT || [PENERBIT GUEPEDIA]Where stories live. Discover now