Kumpulan Cerpen

By MarentinNiagara

102K 6.8K 1.9K

šŸ‘‹šŸ‘‹ Hi haii šŸ‘‹šŸ‘‹ berjumpah lagi kita šŸ’‹šŸ’‹ Bosen sama cerita panjang kek sinetron??? šŸ¤”šŸ¤” Lebih suka nonton f... More

šŸ’ Menantu Idaman Ummi ??
šŸ’ Aku Tikung Kau diSepertiga Malam
šŸ’ Perempuan disarang Penyamun
šŸ’ Cucu untuk Ibu
šŸ’ Semburat Bianglala di Puncak Rembangan
šŸ’ Cinta dan Setir Bundar
šŸ’ The Apple Of My Eyes
šŸ’ Istri Untuk Suamiku
šŸ’ Senja di Atas Kereta
šŸ’ Cintaku dan Duri Ikan
šŸ’ Boneka Cinta dari Arosbaya
šŸ’ Rona Lima Warna
šŸ’ Pembantu Baru Ibu
šŸ’ Keluarga Dokter
šŸ’ Bully
šŸ’ Jodoh Pasti Bertemu
šŸ’ Pasangan Sejiwa
šŸ’ Heal Your Heart
šŸ’ Surgaku, Dunia Akhirat
šŸ’ Pelabuhan Terakhir
šŸ’ Aku Cinta Ibu
šŸ’ Tiba-tiba, Kita?
šŸ’ I Long For You, Frian Ardiera
šŸ’ Bidadari Terakhir
šŸ’ Sein Kiri Belok Kanan
šŸ’ RESTU
šŸ’ Selamat Datang Cinta
šŸ’ Memantaskan Diri?
šŸ’ Balada Cinta Bangsawan Andi
šŸ’ Mantan TKW (1)
šŸ’ Radio Amatir
šŸ’ Why never be Honest?
šŸ’ Mantan TKW (2)
šŸ’ Maaf, Aku tak Memilihmu
šŸ’ UTANG
Berdamai dengan Masa lalu (1)
Berdamai dengan Masa Lalu (2)
šŸ’ Ndanda, Aku kangen!

šŸ’ Bianglala Senja

709 97 15
By MarentinNiagara

Story olehku

Awan hitam masih berarak menutup langit yang menyapa dunia hari ini. Semesta sepertinya tahu bahwa jalan cerita kehidupanku sama mendungnya seperti halnya mendung yang menggelayut manja berbaur dengan senja yang semestinya bisa menghiasi indahnya alam ciptaan-Nya.

Mencoba untuk menyeimbangkan lagi beban kerja frontal lobe, temporal lobe, parietal lobe, occipital lobe yang bersatu membentuk cerebrum, cerebellum yang mengantarkan informasi pada tulang belakang dan juga kepada batang otak. Kehidupan itu sudah selayaknya seperti yin dan yang, seimbang dalam hidup atas segala sesuatu karena Tuhan selalu menciptakan dua hal yang saling bertolak belakang untuk bisa saling melengkapkan.

Gundukan basah di depanku ini telah mengubur separuh nafas yang menjadi kenanganku bersamanya. Jasad wanita yang terbujur kaku di dalamnya adalah pembatas antara dunia kami yang akhirnya meluruhkan semua tawa menjadi air mata.

Aina Syafaraullaizzah, gadis yang sudah setahun belakangan ini mengisi hari-hariku. Sikapnya yang selalu riang, lembut dan otaknya yang cemerlang meluruskan setiap rumus Fisika, Matematika yang membuat otakku bahkan keriting untuk mencernanya.

Awalnya aku mendekati dia hanya sekedar ingin memintanya membagi tips dan trik melumpuhkan matematika dalam sekejap mata. Nyatanya melahap rumus-rumus dan mengaplikasikannya itu tidak semudah mengedipkan sebelah mata.

Aina begitu telaten mengajariku, dia gadis super sempurna di mataku dan ketahuilah bahwa akhirnya sedikit rasa yang timbul dalam hatiku kini berkembang menjadi jawaban dari tangen 90°.

"Ain, kini aku dalam kesulitan."

"Kesulitan apa?" tanyanya saat kami sedang menikmati makan bakso di kantin sekolah.

Aku tidak ingin menundanya, aku ingin dia menjadi milikku dan kami bisa jadi seperti mereka yang sedang di mabuk cinta. Secepat kilat aku mengeluarkan buku tulis bersampul merah muda yang masih kosong. Hanya ada satu baris kalimat matematika di halaman depan buku itu dan aku yakin hanya dengan melihatnya dia sudah tahu apa yang ingin kusampaikan.

12x - 3(2i -5y) > 2(6x -9v) +15y

Satu kalimat sederhana itu aku tinggalkan bersama buku di hadapannya.

"Boleh aku minta tolong untuk mengerjakan PR matematika itu?" tangan Aina tergerak untuk membuka dan melihat sekilas kalimat persamaan matematika itu.

"An, heran aku sama kamu. Papamu kan guru matematika mengapa kamu bisa tidak mengerti kalimat matematika yang mudah seperti ini. Kemarin kita bahkan sudah pernah membahas masalah irisan kerucut yang lebih sulit daripada ini dan kamu bisa mengerjakan, lalu mengapa hal mudah seperti ini kamu tidak bisa melakukannya?" keindahan hakiki bagiku adalah melihat bagaimana Aina mencerewetiku dengan kalimat panjang yang membuat bibir seksinya bergerak tanpa harus terhenti. Ah, itu membuatku melayangkan angan untuk menginginkan selalu bersamanya.

"Ok, kamu nggak perlu jawab sekarang kok, besok juga nggak apa-apa. Aku tahu kamu juga butuh berpikir." Keningnya mengernyit mencerna kalimat yang aku ucapkan. Namun belum sampai dia bertanya banyak aku memilih untuk meninggalkannya dengan segudang pertanyaan yang mungkin ada di benaknya.

Yakin bahwa itu bukan soal matematika yang sulit sama seperti yang dikatakannya, hanya saja semoga dia mengerti apa yang aku maksudkan sebagai jawabannya.

"Tuhan, semoga apa yang menjadi inginku bisa tersampai dengan baik di hatinya." Nyatanya matematika itu bukan lagi menjadi momok setelah aku mengenal Aina.

Dua hari berlalu, sengaja aku tidak ingin menemui bahkan berniat untuk menggoda Aina. Gadis itu beraktivitas seperti biasa bersama teman-temannya. Dan perpustakaan merupakan tempat ternyaman baginya. Hingga saat aku berdiri di depan kelasku ada salah seorang teman sekelasnya memberikan buku merah muda yang aku berikan kepada Aina dua hari yang lalu itu kepadaku.

Tulisan tangannya hanya menunjukkan beberapa kata, lalu__

Saat kamu berdiri di depan pintu 11 IPS 5, bahwasanya harapan itu tak mungkin jadi nyata hanya dengan pasrah dan menunggu, segala sesuatunya perlu untuk diperjuangkan. (25,15)

Apa yang dimaksudkan oleh Aina, angka sandi di belakang kalimatnya bahkan dia tidak mengerjakan persamaan matematika yang kuberikan kepadanya.

Tanganku tergerak untuk menghidupkan gawai, hanya saja di lingkungan sekolah aku tidak terlalu berani berspekulasi untuk memainkannya dengan bebas karena peraturan di sekolah ini masih memberlakukan bahwa para siswa dilarang untuk menghidupkan gawai di sekolah saat jam sekolah masih berlangsung.

'Apa maksudnya?' aku mengirimkan pesan singkat yang mungkin belum bisa terbaca oleh Aina karena jelas gawainya masih dimatikan.

Hingga sore menjelang, gerimis menawarkan harum petrichor pada setiap hidung yang membaunya. Senja bahkan memilih untuk menutup mata namun sesaat kemudian matahari kembali muncul malu-malu memperlihatkan kegagahannya hingga menjelang rebah di peraduan dan sang dewi malam menggantikan singgasana keemasannya.

Senja dengan sejuta kekaguman setiap mata untuk menikmatinya. (10,-7)

Aku bahkan tidak mengerti dengan pasti apa yang membuatnya mengirimkan pesan-pesan yang aku sendiri tidak bisa mencernanya. Aina dengan segala keunikannya yang membuat aku semakin menggilai untuk menjatuhkan hatiku kepadanya.

Seperti matahari yang selalu ingin menerangi, demikian juga hujan yang ingin selalu mengimbangi kesuburan alam. Lalu apa kabar jika keduanya datang beriringan? Bianglala muncul dengan pendaran warna yang begitu memukau mata, dan aku melihat senyuman kekaguman itu melalui bibirmu pagi ini, Aina.

"Ain__"

"Hai An,"

"Suka bianglala?"

"Sangat. Kamu tahu mengapa?"

"Tidak, karena apa?" aku menarik kursi untuk bisa duduk di sampingnya yang masih dengan pancaran bahagia melalui matanya memperhatikan garis melengkung di angkasa dengan pendaran aneka warna seperti pita raksasa yang menaungi bumi untuk semesta memberikan kado terindahnya.

"Dengan melihatnya aku mengerti bahwa hidup itu tidak melulu tentang hitam dan putih. Ada merah, kuning, hijau, biru, ungu bahkan jingga yang selalu dekat dengan senja." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya kepadaku. Sepertinya Aina memang begitu mengagumi bianglala yang masih menjadi pemandangan indah di langit pagi ini.

"Mengapa harus jingga dan senja?"

"Karena itu merupakan dua hal yang sulit terpisahkan."

"Mengapa tidak mencoba menyukai tentang jingga dan fajar di ufuk timur?" tanyaku, karena sesungguhnya aku lebih menyukai itu daripada harus bermanja dengan senja.

"Karena senja selalu romantis kapan pun dan bagaimanapun keadaannya." Aina memberikan pendapatnya.

"Walau sesaat kemudian merelakan mentari tenggelam dan pergi? Orang kadang begitu memuja senja dan lebih memilih untuk selalu mengingat tentang kepergian tapi kebanyakan mereka lupa bahwa jingga juga bisa dinikmati oleh mata dengan menyambut kedatangan sang surya menerangi dunia."

"Karena dengan mengingat mati kita bisa tahu seberapa baikkah kita kepada sesama, kepada alam, dan kepada makhluk lain ciptaan Tuhan."

"Tapi hidup harus optimis, Ain. Kita tidak bisa berpangku bersama senja seperti halnya aku yang akan selalu berjuang untuk terus belajar matematika karena aku tahu aku lemah di pelajaran itu."

"Paham, dan perjuangan itu akan terasa sia-sia saat semuanya telah ditentukan hasil akhirnya."

"Aina__" aku menatapnya, ada pesan tersirat pada kalimatnya yang membuatku tidak mengetahui apa yang dimaksudkan oleh Aina. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku kemarin?"

"Pertanyaan yang mana?"

"Persamaan matematika itu." Kemudian aku mengeluarkan buku merah muda yang masih kosong tanpa jawaban namun tertulis kalimat panjang dengan kode angka setelahnya di halaman setelah aku menuliskan persamaan matematika itu.

"Aku harus masuk ke kelas, An. Kalau kamu bisa mengartikan maksudnya pasti tidak lama lagi kamu akan mendapatkan jawabannya."

Pelajaran pertama hari ini adalah matematika dasar, awalnya aku tidak terlalu suka namun karena Aina aku mulai mencintai pelajaran ini. Okelah, berikan aku 1000 soal matematika hingga pada akhirnya aku terlupa bagaimana caranya untuk merindukan Ainaku karena aku nyaris gila hanya dengan melihat seutas senyumannya saja. Aina, arghhhh.

Pak Bambang selaku guru matematika masuk ke kelasku pagi ini, mengawali dengan mengajarkan diagram kartesius, dimana sumbu x dan sumbu y memiliki keterikatan. Penjelasan di keempat kuadrat yang membuat otakku memutar angan kepada pesan-pesan Aina yang selalu memberikan kode di belakang kalimatnya. Mungkinkah itu merupakan pesan agar aku bisa bergerak di titik ordinat yang dimaksudkannya.

Benar saja sejak pesan pertama aku mulai mengikuti dan menghitung langkahku menuju titik yang dia buatkan. Sampai langkah terakhirku sampai di sebuah gudang lama yang sudah tidak pernah dipakai dan tidak pernah dikunci. Kubuka pintunya perlahan, ada sebuah papan tulis di sana dan mataku dengan jelas menangkap sebuah tulisan kapur yang ada.

12x - 3(2i -5y) > 2(6x -9v) +15y
12x - 6i + 15y > 12× - 18u + 15y
-6i > -18u
6i < 18u
i <3 u

Aku? Aku lebih kecil dari 3 kamu kuadrat.

Bibirku seketika tertawa dan aku mengambilnya dalam sebuah jepretan di gawaiku sebagai bukti karena kini aku tahu bahwa cintaku tak lagi bertepuk sebelah tangan. Dunia silakan bertepuk tangan untuk merayakannya, Aina menerima pernyataan cintaku dengan dia membubuhkan tanda kuadrat di dalam jawabannya yang jika tidak keliru aku mengartikan bahwa itu memberikan makna 'I love you too.'

"Kamu tahu berapa pentingnya dirimu untukku, Ain?" pada akhirnya aku tidak lagi menutupi ungkapan hati dengan sembunyi-sembunyi. Aku lebih suka mengungkapkan secara terbuka. Dia mengerjapkan mata kemudian menggeleng perlahan.

"Seberapa penting?" tanyanya.

"Pentingnya kamu itu buat aku seperti hasil tangen 90° eh bukan, lebih tepatnya adalah jumlah sisi pada lingkaran." Aina tersenyum dan mencubit lenganku.

"Wow, mengapa kalimatmu itu terkesan seperti nilai yang seringkali muncul dalam sebuah statistika ya?" katanya yang membuatku memutar bola mata. Kami sedang menghabiskan akhir pekan di sebuah taman kota setelah melakukan jogging pagi mengelilingi kompleks perumahanku yang juga merupakan perumahannya.

"Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, satu tahun kedepan pasti kita akan disibukkan dengan segala macam tentang kelulusan untuk masa depan kita masing-masing dan aku mau kamu yang bisa membersamai langkah itu. Meniti semua kehidupan kita dari tangga pertama kita bersama melangkahkan kaki."

"Aku akan berusaha tapi aku tidak bisa berjanji."

"Aina__" Aku menatapnya lalu memberikan air mineral kepadanya.

"Kita tidak pernah tahu takdir kita di depan Asprianto. Akankah aku dan kamu nanti akan memiliki waktu untuk bisa menjadi kita selamanya. Tidak ada tang bisa menjamin selain Tuhan, tapi aku akan selalu berusaha."

"Aku sayang kamu."

"Aku juga sepertimu, bahkan mungkin lebih dari yang kamu tahu."

Pada akhirnya memang Tuhan memberikan jawaban atas semua kebimbangan dan pesan tersirat yang seringkali Aina ucapkan kepadaku. Rasanya dunia tidak bisa memberikan keadilannya kepadaku. Kami bahkan baru mulai merasakan getar cinta itu, membagi rasa ribuan volt untuk saling menguatkan dan memberikan semangat. Namun waktu dan tulisan takdirnya telah membuat lidahku tercekat.

Aina tidak pernah cerita kepadaku, namun bukti biopsi yang diserahkan keluarganya kepadaku untuk bisa kubaca dan kulihat itu, seketika langsung membuat keningku mengkerut dan kepalaku terasa pening. Bahasa kedokteran yang sama sekali tidak bisa kuingat satu pun, membuat air mataku menggenang. Kanker otak yang diidapnya benar-benar seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Aku bahkan tidak bisa melihatnya tersiksa dengan rangkaian perawatan medis yang membuatnya tergolek tak berdaya.

Rambutnya sudah lenyap, kulitnya sudah mulai menghitam, bibirnya memucat. Bahkan matanya seperti enggan untuk membuka, hanya bisa terpejam dan terbaring lemah di hospital bed.

"Aina, buka matanya Sayang. Aan datang menemuimu." Suara lembut dari wanita yang telah melahirkannya ke dunia membuat Aina terjaga.

"An__, mundur dikit." Tiba-tiba aku mendengar suaranya dan menghentikan langkahku seketika dan mundur dua langkah dari tempatku berdiri. "Gantengnya kelewatan."

Bukannya tersenyum mendengar bagaimana dia berusaha menggodaku, namun seketika air mata itu mengalir tanpa bisa aku cegah. Kami akhirnya bercanda dan kembali bianglala senja menjadi topik utama pembicaraan kami berdua.

"Itulah sebabnya mengapa aku begitu menyukai senja, karena sama sepertinya aku tahu aku tidak lagi memiliki waktu yang lama untuk bisa menatap dunia karena penyakitku."

"Aina__"

"Suatu saat nanti ketika kamu melihat bianglala, ingatlah bahwa dari sana aku bisa melihat senyumanmu bukan tangisanmu."

"Kamu harus kuat, aku akan selalu datang untuk menjengukmu."

"Aku sudah berusaha An tapi aku tidak bisa menjanjikan apa pun tentang mimpi kita. Kejarlah cita-citamu." Percakapan terakhir yang bisa aku ingat karena setelah itu Aina harus melakukan perawatan intensif dan mungkin karena Tuhan begitu menyayanginya hingga malam hari setelah aku datang menjenguknya dia pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.

'Aina sejauh apa pun perjalananmu nanti di sana, tunggu aku selalu karena di sini aku akan selalu memelukmu melalui bait-bait doa yang aku langitkan untuk mengetuk pintu arsy, dan mengguncang tahta untuk bisa memberikan tempat terbaiknya untukmu.'

Dan setelah kini enam tahun berlalu, aku telah berganti dengan seragam biru, mengenakan dasi dan duduk berjongkok di depan pusaranya.

'Aina aku sudah bekerja. Tapi aku belum bisa menggantimu dengan orang lain. Andai pun ada aku ingin semua datang seperti halnya cinta yang sama merasuk ke dalam relief jiwa seperti kamu yang selalu ada di dalam sana.' Kutinggalkan mawar merah tepat di bawah nama indahnya. Sudah enam tahun juga aku sering datang kemari untuk menjenguknya. Bercerita banyak hal tentang hari-hari yang kulalui tanpa dia. Ah iya tentang matematika, bila Aina adalah pangkal koordinat dalam diagram kartesius maka aku akan memilih untuk menjadi titik koordinatnya.

Senja kali ini aku menghabiskan waktuku untuk menatapnya seiring bersama tenggelamnya matahari untuk menghabiskan siangnya. Masih sama bersama rindu yang sendu.

'Apa kabar Aina, aku masih bersama senjamu. Terkadang aku ingin memilih menjadi senjamu yang akan meluruh bersama mentari lalu bertemu lagi dengamu tapi ternyata dunia menghalangi langkahku. Kewarasanku masih bertahta meski aku menggila hanya sekedar bisa merindukanmu selalu.'

Jangan ceritakan semuanya karena ada hal yang sebaiknya akan lebih baik untuk tetap menjadi rahasia diantara kita hingga Tuhan mencabut batas ada itu menjadi tiada.

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 01 Juni 2021

Pemanasan ya gaesss, maaf lama menghilang, keluargaku beruntun sakit dan aku harus berkonsentrasi untuk merawat mereka.

Cerita ini sebenernya pesanan ponakanku yang diminta untuk mengarang sebuah cerpen di pelajaran bahasa indonesia, jadi sengaja dibuat bahasa anak SMA 😂😂

Mana yang nulis, yang nulissss inihhhh mana???? 😂😂😂😂

Silakan kirim ke email author ke
marentin_niagara@yahoo.com

Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.

Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

1M 3.4K 22
Ingin cerita lebih lengkapnya lagi, Silahkan klik Link di profil saya... šŸ™šŸ™šŸ˜Š
58.2K 7.6K 60
Spin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk men...
34.7K 2K 22
"Hari ini, saya menutup pintu ke masa lalu saya... Membuka pintu ke masa depan, ambil napas dalam-dalam dan melangkah untuk memulai bab berikutnya da...
5.5M 271K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...