LEADER OF THE MAFIA ; AARON C...

By queenaars

136K 7.6K 784

#TheMafiaSeries1 [PART BELUM DI HAPUS SELURUHNYA] _________________________________________ "Aku tidak terpe... More

prolog
CAST.
The Mafia 1 - The First Meet (Pertemuan pertama)
The Mafia 2 - The Mansion
The Mafia 3 - Aaron's game (Permainan Aaron)
The Mafia 4 - Heartbeat (Detak Jantung)
The Mafia 5 - About Meeting (Tentang pertemuan)
The Mafia 6 - A Request (Sebuah Permintaan)
The Mafia 7 - About The Past ( Tentang Masa Lalu)
The Mafia 8 - The Feeling (Perasaan)
The Mafia 9 - Dark Bloods
The Mafia 10 - Desire (Hasrat)
The Mafia 11 - Aaron's Company
The Mafia 12 - Pursuit (Pengejaran)
The Mafia 13 - The Day With Aaron 1 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 14 - The Day With Aaron 2 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 16 - Disappointed (Kecewa)
The Mafia 17 - Something Hapened (Sesuatu telah terjadi)
The Mafia 19 - Another Mafia ( Mafia Lain )
The Mafia 20 - Fight ( pertarungan )
The Mafia 21 - Apology (Permintaan Maaf)
The Mafia 22 - Hospital ( Rumah Sakit )
The Mafia 23 - Sorry and Thank You ( Maaf dan Terima Kasih )
The Mafia 24 - Discus (Diskusi)
The Mafia 26 - Gift ( hadiah )
The Mafia 27 - Bryan and Reline
The Mafia 28 - Confession of Love 1 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 29 - Confession of Love 2 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 30 - He said .... Bucin!
The Mafia 31 - Aaron's Past ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 32 - Aaron's Past 2 ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 33 - Inner Wound (Luka Batin)
The Mafia 34 - Collins Family ( Keluarga Collins )
The Mafia 35 - Her Sister (Saudara Perempuannya)
The Mafia 36 - Fiance ( Tunangan )
The Mafia 37 - A Quarrel (Pertengkaran)
Pre Order Gelombang Pertama!
PO ke 2
Cerita Baru
PO cetakan ke 2!

The Mafia 18 - The Truth ( Kebenaran )

2.8K 182 17
By queenaars

LEADER OF THE MAFIA

Happy Reading !

'Jalang?'

'Aku benar-benar kecewa padamu'

Aaron menggeram. Memukul setir mobilnya dengan keras. Perkataan Alice selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Apalagi sorot terluka dari Alice, entah kenapa membuat Aaron merasa sakit juga.

Kecewa? Alice ... kecewa padanya?

Tapi, ini bukan salahnya kan? Alice sendiri yang mengkhianati Aaron. Setelah Aaron begitu baik pada gadis itu, bahkan mulai merasa nyaman, ia justru di khianati. Bukankah wajar jika Aaron begitu marah?

"Anda ... tidak apa-apa?" Tanya Reline yang terkejut saat Aaron tiba-tiba memukul setirnya.

Sekarang, Aaron sedang mengantar Reline pulang. Awalnya, Reline merengek pada Aaron untuk di obati. Namun, Aaron menolak dan memilih mengantar Reline pulang. Tak lupa, Aaron sudah memanggil suster untuk merawatnya.

Aaron tidak menjawab. Ia bahkan sempat lupa bahwa ada Reline di sampingnya. Biasanya ... ia akan bersama Alice.

Ah.. sial, Aaron tidak tenang.

"Saya paham kenapa anda begitu marah. Saya juga tidak menyangka Nona Alice akan berbuat seperti itu" lanjutnya menatap Aaron prihatin.

Gadis itu lalu menoleh dan tersenyum kecil. Sepertinya ... rencananya telah berhasil. Sudah Reline bilang, ia akan menyingkirkan siapapun yang menjadi penghambatnya.

Aaron. Laki-laki mapan, muda, kaya, dan tampan. Siapa yang tidak terpesona padanya? Hampir semua gadis menginginkannya. Termasuk Reline. Karena itu, ia akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan Aaron. Dan ... disinilah dia, untuk pertama kali ia menaiki mobil Aaron. Bahkan Aaron mengantarnya pulang. Menyenangkan.

"Benarkah?" Sahut Aaron dingin. "Kalau begitu ceritakan apa yang terjadi disana"

Reline menoleh, menatap Aaron. Ia membenarkan posisi duduknya,
"Saat itu, saya ingin menemui nona Alice yang sedang berada di toilet. Ketika saya bertemu dengannya, ia meminta saya untuk meminjamkan ponsel padanya"

Aaron tetap mendengarkan tanpa menoleh sedikitpun pada Reline.

"Lalu, saya mendengar nona Alice menelfon seseorang dengan begitu mesra. Saya fikir, itu salah. Karena nona Alice adalah kekasih anda. Jadi, saya menegurnya. Tapi, nona Alice marah, ia mengancam untuk memecat saya jika saya mengadu, ia bahkan mematahkan sim card saya agar tidak ada bukti panggilannya"

"Saya melawan. Tapi saya tidak menyangka nona Alice begitu kuat. Ia mulai menyerang saya"

Aaron mendengarkan dengan seksama. Memang masuk akal. Namun, mengapa hatinya terus berusaha menyangkal fakta itu?

Reline tersenyum. Menyadari Aaron yang percaya pada ceritanya. Ah .. mungkin seharusnya ia menjadi aktris saja. Aktingnya begitu bagus.

"Mengapa kau ingin menemui Alice?" Tanya Aaron tiba-tiba.

Reline terkesiap. Pertanyaan Aaron begitu tiba-tiba, ia belum menyiapkan jawaban tentang itu.

"Hah? Itu ... saya hanya ingin mengajak nona Alice mengobrol. Menemaninya agar tidak bosan"

Reline menjawab cepat. Tak ingin di sangka berbohong oleh Aaron.

Aaron tidak menjawab. Ia kembali fokus ke jalanan.

Tak lama kemudian, mereka telah sampai di rumah Reline. Tampak seorang suster telah menunggu kedatangan mereka.

Aaron segera turun dari mobil, menghampir sang suster. Reline yang tak kunjung melihat Aaron membuka pintu untuknya pun akhirnya turun dari mobil dengan kesal.

"Aku sudah memanggil suster untukmu. Aku pergi dulu" Aaron menatap Reline sekilas. Kemudian bersiap untuk pergi dari sana.

Reline menggeleng melihat Aaron pergi. Mencari cara agar  bisa menahan Aaron, setidaknya membuat Aaron masuk ke rumahnya.

"Aww! Kakiku. Aaah, kram sekali" Reline menjatuhkan dirinya tiba-tiba, lalu meringis kesakitan. Memegang lututnya. Membuat suster yang berada di sampingnya kebingungan. Menatap heran pada gadis itu. Bukankah tadi dia baik-baik saja?

Aaron menoleh. Menatapnya dingin.

"Mr. Cedric, bisa tolong bawa saya ke dalam? Kaki saya benar-benar kram sekarang" Reline kembali memasang wajah nelangsanya. Berharap Aaron mengasihani dirinya.

Aaron menimbang sebentar. Menatap Reline, kemudian menghela nafas jengah. Jika bukan karena Reline adalah salah satu karyawan setianya, juga kinerjanya yang selalu baik, maka Aaron tak akan melakukan itu.

Sebenarnya Aaron tidak peduli. Bahkan gadis itu mati pun, Aaron akan masa bodoh saja. Namun ... karena kejadian ini berhubungan dengan Alice. Aaron merasa ... harus bertanggung jawab.

Sial. Alice bahkan tidak ada disini, namun masih bisa mempengaruhi fikiran Aaron.

Aaron mendekati Reline. Menggendongnya ala bridal style. Membawanya masuk ke dalam.

Reline tersenyum senang di balik dada Aaron. Mengambil kesempatan, memeluk leher Aaron kuat.

Aaron meletakkan Reline di sofa. Bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Lelaki itu menjauh, segera mengangkat telefonnya.

"Halo. Ya, ada apa?" Aaron masih dengan suara dinginnya.

........

Lelaki itu menggeram kesal,
"Axel. Aku tidak ingin melihat apapun tentang Alice. Mengerti?"

Aaron mengerutkan keningnya. Mendengarkan perkataan Axel di seberang sana.

"Jika kau tak melihatnya, maka kau akan menyesal. Aku menunggumu sekarang juga"

Lalu, Axel pun memutuskan sambungannya. Aaron terdiam. Menimbang kembali perkataan Axel yang membuatnya cukup penasaran.

Aaron menghampiri Reline yang kini telah di obati oleh sang suster.

"Aku harus pergi sekarang" sahut Aaron sebelum meninggalkan rumah Reline segera. Mengabaikan teriakan Reline padanya.

***

Aaron memasuki kantornya dengan langkah yang cepat. Disambut oleh seluruh karyawan dan beberapa pengawal yang masih berjaga.

Aaron menuju ruang kontrol monitor. Tempat dimana Axel berada sekarang.

Sesampainya disana, Axel sudah siap di depan komputer. Menoleh dan menatap serius pada Aaron.

"Aku menemukan sesuatu. Aku fikir kau harus melihatnya" sahut Axel saat Aaron sudah berada di sampingnya. Ikut menatap komputer di depan Axel.

"Apa itu?" Aaron menatap penasaraan.

"Hasil rekaman cctv tadi pagi, saat insiden Alice dan Reline terjadi"

Aaron mendengarkan. Terus menatap layar komputer.

"Kau tahu? Satu-satunya cctv yang berada disana telah rusak. Alhasil, kita tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi disana. Bukankah itu aneh? Terlebih hanya cctv itu saja yang rusak"

Kini, Aaron menatap Axel bingung. Bagaimana bisa? Cctv di kantornya selalu dalam keadaan yang baik, tak pernah sekalipun rusak.

"Aneh kan? Ya aku fikir juga begitu. Untung saja kau memasang penyadap suara disana. Jadi, setidaknya kita bisa mendengar apa yang mereka bicarakan sebelum insiden terjadi" Jelas Axel menyadari raut kebingungan Aaron.

Aaron memang kerap memasang beberapa penyadap suara di kantornya. Hal ini memungkinkan untuk dirinya mengetahui bila ada pembicaraan yang mencurigakan di kantornya. Melanggar privasi? Yah .. Aaron tidak peduli. Toh, ini kantornya sendiri.

"Aku fikir setelah kau mendengarnya, Kau harus segera mencari gadis itu. Dia tak kembali sejak tadi" Axel memberikan sebuah headphone pada Aaron. Mempersilahkan sahabatnya duduk di depan komputer.

Aaron menurut saja. Memasang headphone yang diberikan oleh Axel. Jujur saja, ia sekarang sedang bingung. Ia takut telah melakukan kesalahan besar. Itu sebabnya ia hanya diam saja, mendengarkan Axel.

Dan ... ternyata benar.

Aaron melebarkan matanya. Mengepalkan tangannya kuat hingga tulang-tulang jarinya tampak jelas. Ia mendengarkan rekaman tersebut. Mendengarkan kebenaran yang ia tidak ketahui,  seiring dengan geramannya yang terdengar.

Aaron berdiri. Melepaskan headphone dengan kasar, lalu membantingnya ke sembarang arah.

Ia meletakkan salah satu tangannya di kening. Salah. Kali ini ia benar-benar salah. Ia mengusap wajahnya gusar. Berbalik menatap Axel.

Axel menatap Aaron serius,
"Aku akui, kali ini kau kalah. Kau dengan mudah di bohongi oleh wanita itu. Sangat bukan Aaron"

Benar. Selama hampir 10 tahun memimpin kelompok mafia-nya, Aaron sama sekali tidak pernah tertipu. Mungkin ia akan mendapatkan penghianatan. Tapi tertipu? Tidak, ia tidak pernah. Dalam hal bisnis pun tak ada yang berani menipu dirinya. Itu karena Aaron sangat teliti, ia tak akan bertindak gegabah. Cara kerjanya begitu tenang.

Tapi ... mengapa wanita itu dengan mudah menipunya?!

Alice. Ya, dimana gadis itu sekarang? Ingin rasanya Aaron membenturkan kepalanya sekarang. Gadis itu tidak tahu apa-apa. Dia tidak melakukan hal apapun, lalu mengapa Aaron membentaknya? Membuatnya kecewa? Bahkan memakinya dengan kata 'jalang'?

"Aaron. Kau harus mencari Alice. Aku fikir .. kau benar-benar sudah keterlaluan tadi" saran Axel melihat sahabatnya yang kini terlihat sangat gusar.

Aaron menunduk, kemudian perlahan menatap Axel,
"Apakah Alice akan memaafkan diriku?"

Axel terdiam. Baru kali ini ia mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Aaron. Pasalnya, selama mengenal Aaron, lelaki itu tak pernah sekalipun mengucapkan maaf ataupun membutuhkan maaf dari seseorang. Ia tidak peduli.

Ponsel Aaron berdering. Memecah keheningan di antara mereka.

Aaron membuka ponselnya. Mengerutkan kening melihat nomor yang tidak di kenal. Kemudian mengangkatnya.

"Holaaa, Aaron Cedric. Kau mengenalku? Ah, sepertinya tidak. Tapi aku mengenalmu, hahahahaha"

Aaron menggeram. Siapa yang menelfonnya dengan tawa menyebalkan itu? Tidakkah ia tahu bahwa Aaron sedang frustasi sekarang?

"Aku akan menutupnya" Sahut Aaron dengan suara rendahnya.

"Eitss tunggu dulu .. aku fikir kau akan suka mendengar ini ... BAWA DIA KEMARI!"

"KAU GILA! LEPASKAN AKU BERENGSEK!"

Aaron menegang. Suara itu ....

"Nah .. apa kau dengar itu? Aku yakin kau suka. HAHAHA. Jadi datanglah kemari"

"TIDAK! TIDAK! AARON! KUMOHON JANGAN DATANG!"

"DIAM KAU, JALANG!"

Rahang Aaron mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat,
"Dengar baik-baik, aku tidak tahu siapa dirimu. Tapi jika kau menyakiti gadis itu, menyentuhnya walau sedikitpun, aku akan membunuhmu beserta semua orang-orangmu"

Aaron berkata dengan nada yang mengerikan. Seharusnya, siapapun yang mendengarnya akan bergidik ngeri.

"Wow wow wow ... kau terdengar menyeramkan. sejauh ini dia masih baik-baik saja. Aku tidak bisa menjamin kedepannya. Maka dari itu, datanglah, aku menunggumu Aaron Cedric. Jangan sampai terlambat"

"Ah ... dan ya! Pastikan kau datang sendiri saja. Oke? Maka gadismu akan aman"

Tuut.. tuut.

Sambungan pun terputus begitu saja. Tanpa memberi kesempatan Aaron untuk berbicara.

"Tunggu, Sialan! Aargh!"

Aaron membanting ponselnya kesembarang arah. Dengan sigap, Axel menangkapnya. Axel tak akan membiarkan ponsel itu rusak sekarang. Ia harus mencari tahu siapa penelfonnya.

Axel menghampiri Aaron, memegang pundak Aaron, menyadari keputus asa-an sahabatnya itu,
"Tenang Aaron, kita tidak boleh gegabah. Aku yakin, mereka tak akan berani menyakiti Alice"

Sebuah pesan masuk, membuat ponsel Aaron bergetar. Axel segera membukanya. Rupanya, isi pesan tersebut adalah alamat tempat Alice berada.

"Axel. Aku akan pergi kesana sendirian. Siapkan semuanya untuk berjaga-jaga. Tapi, jangan menyerang sebelum aku berhasil menyelamatkan Alice. Keselamatan gadis itu yang terpenting, kau mengerti?"

Aaron merebut ponselnya, kemudian berlalu begitu saja. Tanpa mendengarkan jawaban Axel.

Axel menghela nafas pasrah. Meskipun ... ia tidak begitu setuju dengan perkataan Aaron.










Tbc.

Jangan lupa vote yaa :*

-queenaars-

Continue Reading

You'll Also Like

605K 26.2K 41
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
3.3M 26.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
16.9M 751K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
632K 45.3K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...