Ocean Eyes (COMPLETED)

By findgilinsky

12K 1.1K 594

[Romance, Adventure] [unedited version] [Inspired from a song by Billie Eilish] "Dance with the waves, move w... More

I N F O R M A T I O N !
B L U R B
P R O L O G
Behind the Name
1 | Californian Waves
2 | Invisible
3 | A Quiet Man
4 | Conversation Topic
5 | Swimming
6 | Something Special
7 | Summer Story
8 | Crush On You
9 | Sirens Call
10 | Lies
11 | Choice and Fate
12 | The Feeling
13 | This is Real or Not?
14 | Mistake
15 | Warm Water
16 | Ocean Eyes
17 | Three Words
18 | Her Smile
19 | Are You Bored Yet?
20 | The Fame
22 | Confession
23 | Say It Over
24 | Back to San Francisco
25 | Crying Over Him
26 | Hard Sometimes
Epilog
THE LOST PUZZLE
Extra Part : We're Just Friend

21 | Saving My Feelings

220 27 16
By findgilinsky

Haii, apa kabar? Selamat masuk part 21.

Happy holiday juga ya. Ada yang ga libur? Gapapa, semangat ya. Aku juga sebenernya ga libur. Kuliah tetep ada cuma ganti hari alias jadwalnya makin penuh minggu depan. Ganti kelas mulu. Ada yang sama? Tos sini.

Btw, aku baru sadar kalau sering banget kasih playlist lagu dari New Hope Club. Ya emang pas sih. Ada yang fans mereka?

Happy reading!!

I'm glad you found the one that you're happy with, whoever he is.

New Hope Club - Whoever He Is

San Francisco, California, USA.

Georgia keluar ruangan seraya membawa lembaran kertas di tangan kanan. Ketika pintu sudah tertutup, ia menoleh pada Adam yang sedang duduk bersandar di lorong.

"Sudah selesai?"

Georgia mengangguk. Hari ini, ditemani Adam, ia pergi ke rumah sakit untuk melakukan cek kesehatan. Gerogia menyerahkan kertas hasil pemeriksaan pada Adam. Laki-laki itu diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan seleluh hasil milik tim. Semua anggota sudah mengumpulkannya, Georgia yang terakhir.

"Bibirmu, kenapa pucat?" tanya Adam lagi.

Dengan mudahnya Georgia menjawab, "Di dalam dingin sekali. Setelah ini kita akan pulang?"

"Keberatan tidak, jika pergi ke Californian Waves?"

"Tidak. Aku punya banyak waktu luang dalam minggu ini."

Sebenarnya Georgia masih punya beberapa pekerjaan di apartemen. Mulai dari mempersiapkan barang-barang untuk perjalanan berikutnya hingga menata ulang kamar kosong. Hanya saja ia terlalu malas berada di apartemen, di mana Nathan bisa datang kapan saja.

Pertengkaran itu menyebabkan komunikasi di antara mereka berubah renggang. Tidak ada lagi pesan-pesan berupa candaan atau foto-foto lucu. Semuanya berubah datar, cukup sekadar bertanya kabar dan memberikan informasi keberadaan mereka masing-masing.

Georgia sendiri tidak punya niat untuk bertanya lebih lanjut. Entahlah, ia terlalu malas. Menjelaskan tentang keadaan serta perasaannya melalui pesan tampak tidak menarik. Seharusnya mereka bertemu agar masalah ini cepat selesai. Namun bagaimana bisa mereka membicarakan tentang pertemuan jika berkirim pesan saja sudah jarang dilakukan.

Mobil milik Adam sudah melewati gerbang utama Californian Waves. Alis Georgia terangkat ketika mobil Adam berbelok ke arah kiri. Seingat Georgia gedung tempat Adam bekerja tidak melewati jalan ini. Mungkin ini jalan alternatif sebab Californian Waves punya tempat yang luas.

Tebakan Georgia salah. Nyatanya saat ini mobil Adam berhenti di depan gedung bercat biru dengan dinding yang menjulang tinggi. Sebelum keluar dari mobil, Adam mengambil tas ranselnya yang diletakkan di bangku belakang. Georgia berjalan memutar ke sisi lain mobil, mendekat pada Adam yang sedang menelepon.

"Ashton. Aku sudah tiba. Cepat kemari," ujarnya lalu menutup sambungan.

"Tempat apa ini?" tanya Georgia.

"Nanti kau akan tahu. Kita tunggu Ashton di dalam saja."

Georgia mengekori setiap langkah kaki Adam. Laki-laki itu membawanya masuk melalui pintu kecil di sudut gedung, lalu menaiki beberapa anak tangga. Tempat ini sedang sepi, hanya ada bunyi gemericik air yang berasal dari kolam renang. Georgia tidak langsung mendekati kolam, melainkan menunggu Adam yang saat ini sedang berada di toilet.

Tak lama kemudian Adam keluar dengan pakaian renang berwarna hitam. Modelnya sama dengan yang Adam kenakan saat scuba diving.

"Kau akan latihan?"

"Tidak," jawab Adam singkat. "Ikut aku."

Georgia tercengang ketika kakinya berada beberapa meter dari kolam. Ia kira ini hanyalah kolam kosong untuk berlatih, nyatanya tidak seperti itu. Pantas saja struktur kolam serta beberapa perlatan di sekitarnya tampak tidak familiar.

"Itu asli?" Gerogia bertanya guna memastikan penglihatannya tidak salah.

Adam tidak langsung menjawab, namun memilih masuk ke dalam kolam terlebih dahulu. "Kau pikir? Boneka?" tanyanya balik bersamaan ketika dua ekor lumba-lumba sedang berenang mendekat.

Entah sudah berapa kali mata Georgia mengerjap. Rasanya masih tak percaya bisa melihat lumba-lumba di tempat ini. Mereka tampak lucu jika dilihat dari dekat. Kenapa Adam tidak pernah membawanya kemari sejak dulu?

"Kau tidak pernah bilang jika Californian Waves memelihara lumba-lumba. Dua ekor pula."

"Memelihara? Kami tidak lakukan itu, Georgia. Mereka baru datang tiga hari lalu."

"Dan kalian akan memeliharanya setelah ini."

Adam menggeleng kemudian berenang ke pinggir kolam.

Georgia kembali bertanya, "Lalu? Untuk apa mereka di sini?"

"Coba perhatikan yang bertubuh lebih besar. Perhatikan dengan benar. Bedakan dengan satunya."

Adam menunjuk satu ekor lumba-lumba. Setelah ditunggu dalam beberapa waktu Georgia masih tidak bisa menemukan perbedaannya. Adam yang sudah geram akhirnya kembali buka suara. "Lihat di dekat sirip punggung. Dia terluka."

Paham dengan apa yang Adam maksud, Georgia mengangguk berkali-kali. "Kasihan sekali," lirihnya.

"Mereka sepertinya tersesat saat melakukan migrasi dan terbawa hingga ke perairan yang terlalu dangkal. Hal itu membuatnya sulit untuk berenang. Saat ditemukan, salah satu dari mereka terluka, mungkin terkena jaring atau badan kapal. Beruntung orang yang menemukannya cukup tanggap sehingga kami masih punya kesempatan untuk menolong. Setelah sehat nanti, kami akan mengembalikan mereka ke tempat yang seharusnya."

"Kenapa tidak kalian rawat saja? Bisa jadi setelah dilepas mereka akan mengalami hal yang sama."

"Itulah hidup, kau tidak selalu bisa mendapatkan hal yang baik-baik saja. Sesuatu yang buruk bisa terjadi lebih dari satu kali." Adam menenggelamkan seluruh tubuhya ke dalam air lalu kembali naik ke permukaan. "Untuk lumba-lumba, akan lebih baik jika dibiarkan lepas. Kau masih belum tahu ya?"

"Belum. Katakan sesuatu yang menarik padaku."

"Lumba-lumba mampu berenang hingga ratusan kilometer dalam sehari. Selain itu mereka berkomunikasi dengan getaran suara yang merambat di perairan yang tenang. Dengan sistem sonar itu, lumba-lumba bisa mendeteksi lumba-lumba lain dalam jarak kurang lebih dua ratus kilometer. Sekarang bayangkan, apa jadinya jika mereka terus terjebak dalam kolam sempit semacam ini? Komunikasi akan terganggu, sebab getaran akan memantul pada dinding kolam dan menciptakan gema yang membuat mereka kebingungan."

Ada senyum kecil di sudut bibir Georgia. Ini tidak pernah berubah, dari dulu sampai sekarang ia selalu suka ketika mendengar Adam bercerita. Setiap kalimat yang terucap, selalu berhasil menarik perhatiannya sekaligus membuat hati Georgia menghangat.

"Aku mengerti sekarang. Lalu, kenapa lumba-lumba yang satunya tidak langsung dikembalikan saja?"

"Di habitat aslinya, lumba-lumba hidup berkoloni. Kami memutuskan untuk tidak melepas yang lain agar bisa dijadikan teman. Jika hanya sendiri tentu dia akan kesepian. Itu tidak baik untuk proses pemulihan. Lagi pula kembali ke tempat asal bersama teman, bukankah akan jadi lebih baik dibanding seorang diri?"

Adam kembali berenang ke tengah. Georgia mengawasi dari pinggir kolam. Apa pun yang Adam lakukan dengan dua lumba-lumba terlihat menyenangkan. Rasanya Georgia ingin ikut bergabung bersama mereka.

"Aku tidak tahu jika kau di sini."

Georgia tersenyum menyambut kedatangan Ashton. Laki-laki itu datang dengan satu buah ember yang berisi ikan kecil serta cumu-cumi. Tidak perlu bertanya, Georgia sudah tahu jika ikan serta cumi-cumi itu adalah menu makan untuk lumba-lumba.

"Mereka baik?" tanya Ashton pada Adam.

"Lumayan. Sudah lebih lincah dari dua hari lalu."

"Bagaimana lukanya?"

Adam naik ke pinggir kolam. "Kurasa kurang dari seminggu sudah akan sembuh."

"Baguslah. Terima kasih sudah bersedia menggantikan tugasku." Ashton menepuk pelan bahu Adam. "Aku pergi dulu."

"Ingin memberi makan mereka?" tawar Adam.

"Asalkan mereka tidak mengigit, maka akan kulakukan."

Adam berjongkok lalu menepuk-nepuk air sehingga menimbulkan irama yang teratur. Tidak butuh waktu lama, kedua lumba-lumba itu segera berenang ke tepian. Tanpa diperintah, kedua mulut mereka langsung terbuka lebar.

Sebagai orang yang berpengalaman, Adam memberikan contoh terlebih dahulu untuk Georgia. Dia mengusap rahang bawah si lumba-lumba, lalu memasukkan ikan ke dalam mulutnya."Jangan ragu, santai saja. Jika takut, kau bisa melemparnya asalkan tepat dan tidak terlalu keras," jelas Adam sembari memberikan contoh untuk kedua kalinya.

Percobaan pertama hingga kelima berjalan mulus. Setiap kali usai menerima makanan, lumba-lumba itu akan mengeluarkan suara khasnya. Georgia tak tahu apa maksudnya, namun mereka tampak begitu senang.

"Oh astaga!"

Georgia memekik ketika umba-lumba yang ia beri makan berenang ke tengah, kemudian memukulkan ekornya pada permukaan air dengan kekuatan penuh. Hal itu membuat air kolam berhasil membasahi sebagian tubuh Georgia. Cukup dengan aksi jahilnya, lumba-luma yang punya ukuran lebih kecil ini kembali ke tepi dan meminta untuk diberi makan.

"Rasakan," ledek Adam diiringi dengan tawa puasnya. "Nanti kau pinjam pakaianku saja."

"Menyebalkan sekali."

"Dia menyukaimu."

"Benarkah? Kenapa harus dengan cara seperti ini?"

Adam berdecak, "Lalu harus bagaimana? Kau berharap dia berbicara? Mengatakan jika, oh Georgia, aku menyukaimu, aku mencintaimu. Begitu? Jika sampai terjadi aku akan meninggalkanmu di sini, seorang diri."

"Terdengar gila." Georgia kembali mengambil cumi-cumi yang terisisa di dalam ember. "Okay, ini yang terakhir. Setelah ini jangan buat pakaianku basah." Setelah cumi-cumi itu berada di dalam mulut, Georgia mendapat sebuah hadiah yang tidak pernah ia bayangkan. Lumba-lumba itu mengecup pipinya dengan cepat sebelum berenang menjauh.

"Sudah kukatakan, dia menyukaimu."

"Kau pasti iri denganku. Aku baru bertemu hari ini dan sudah mendapat hadiah. Kau?"

"Aku? Iri denganmu? Tidak ada gunanya." Adam bangkit dan mengambil ember kosong dengan satu tangannya. "Ayo kembali. Kau harus ganti baju."

++++

Adam? Iri dengan Georgia? Tentu saja tidak. Ia justru iri kepada si lumba-lumba sialan yang punya kesempatan untuk mengecup pipi Georgia. Adam ingin sekali melakukannya. Namun ia tidak ingin pipi mulusnya terkena tamparan gadis itu.

"Habiskan, Georgia," ujarnya penuh penekanan.

"Di mulutku ini tidak ada rasanya. Malah cenderung pahit."

"Habiskan atau aku akan katakan pada Neve jika kau sedang sakit."

Perasaan lega datang kepada Adam disaat Georgia kembali meraih mangkuk yang berisi sup krim jamur. Pagi ini Georgia menghubunginya, meminta bantuan untuk ditemani pergi ke dokter. Tubuh gadis itu sedang demam. Dokter mengatakan jika Georgia hanya sedang kelelahan dan perlu istirahat yang cukup. Setelah mengantar Georgia, Adam tidak langsung pulang namun singgah di apartemen hingga hari sudah berganti malam.

"Percaya padaku, besok pasti lebih baik," ujar Georgia penuh percaya diri.

"Hm. Teruslah berdoa."

Mangkuk yang tadinya terisi penuh, kini bersih tak bersisa. Georgia benar-benar menurut akan ancamannya. "Perlu kubantu untuk pindah ke kamar?"

"Tidak. Aku masih belum mengantuk," tolaknya mentah-mentah.

"Tapi kau butuh tidur."

Georgia berbaring di atas sofa dengan sebagian tubuhnya yang tertutup selimut tebal. Ini sudah masuk akhir musim gugur. Di luar sana udara jadi lebih dingin dan sedikit berangin. Hujan pun semakin sering terjadi. Tidak terlalu mengejutkan jika banyak orang yang terserang sakit saat menjelang pergantian musim.

"Aku akan tidur setelah kau bernyanyi untukku," pinta Georgia sedikit memaksa.

"Kau tidak bosan mendengarku bernyanyi?"

"Tidak sama sekali. Mungkin tidak akan pernah bosan."

Adam merasakan jantungnya berdetak lebih kencang. Ia sangat senang mendengar kalimat yang baru saja Georgia ucapkan. Adam senang ketika gadis itu menyukai apa yang ia lakukan. Andai mereka punya kesempatan untuk bersama, Adam akan selalu bersedia bernyanyi untuk Georgia. Setiap hari, setiap dia akan tidur atau ketika Georgia meminta padanya.

"Jika tidak ingin bernyanyi, maka aku ingin dongeng pengantar tidur."

"Baiklah." Adam mulai memetik gitar yang memang sempat ia bawa. "Ini cerita karangan Ibuku. Aku tidak tahu kau akan menyukainya atau tidak."

"Ceritakan saja."

"Ini kisah Paschar, malaikat pencabut nyawa. Suatu hari dia diminta oleh Dewa untuk turun ke bumi, melakukan tugas seperti biasa. Sudah ratusan tahun Paschar menjalankan kehidupannya sebagai malaikat pencabut nyawa, jadi dia pikir ini akan mudah. Sayangnya tidak begitu, Paschar justru jatuh cinta pada seorang perempuan yang akan ia cabut nyawanya."

"Biar kutebak," Georgia sengaja menyela, "Paschar akan meminta waktu tambahan pada Dewa 'kan?"

"Kau pikir bisa semudah itu?" Adam kemudian berdecak karena merasa keluar dari topik cerita. "Ternyata Paschar datang dua bulan lebih awal. Dia kembali terbang, lalu menceritakan isi hatinya pada Sang Dewa. Sayangnya Dewa tidak bisa memberikan perpanjangan umur hanya karena malaikat yang jatuh cinta. Paschar tidak menyerah, akhirnya dia menukar separuh sayapnya agar bisa berubah menjadi manusia."

Adam melirik pada Georgia yang sudah menguap beberapa kali. Itu menandakan jika obatnya mulai bekerja dengan cara membuat Georgia merasakan kantuk.

"Menukar separuh sayap, akan membuat Paschar tidak bisa bekerja seperti sebelumnya. Jika dia mendapatkan cintanya, setelah perempuan itu mati, Paschar masih bisa tinggal di dunia aslinya. Namun jika tidak, Paschar akan menetap di bumi, menanti tubuhnya untuk membusuk. Paschar terlalu bodoh, dia menyerahkan hidupnya tanpa melihat keadaan yang sedang terjadi. Ketika turun sebagai manusia, Paschar mendapati perempuan yang ia cintai baru saja bertunangan. Mereka tampak bahagia."

Selama bercerita, petikan pada gitar yang Adam genggam tak pernah berhenti. Ia berasumsi jika ini akan membantu Georgia lebih cepat untuk tidur.

I'll know I never be the top of your list.

"Paschar yang kini berubah menjadi manusia, tentu punya hati nurani. Dia memilih bersembunyi, mengawasi perempuan itu dalam diam sampai malaikat pengganti mencabut nyawanya. Satu hari setelah kematian, Paschar pergi ke tebing di pinggir pantai. Dia menangis. Dewa yang mendengar tangisan Paschar merasa terpukul. Paschar adalah malaikat yang taat. Dia melakukan seluruh tugasnya dengan baik. Namun Dewa tak bisa mengembalikan Paschar. Aturan tetap aturan."

The one you run to for your mistletoe kiss.

"Sebelum tubuhnya rapuh, Paschar memutuskan untu mempercepat kematian. Dia berdiri di pinggir tebing lalu menjatuhkan tubuhnya. Kisah Paschar membuat seluruh malaikat bersedih. Atas kisah tragisnya, Dewa menghadiahkan sesuatu yang spesial untuk mengenang Paschar. Manusia yang berdiri di tebing tempat terakhir Paschar, di hari kematiannya, dan menatap pada matahari senja, maka dua permohonan baiknya akan dikabulkan oleh Sang Dewa."

"Kau tahu, di pantai mana Paschar bunuh diri?" tanya Georgia yang sudah setengah sadar.

Adam mengangkat bahu. "Ibuku tidak mengatakannya. Yang aku tahu, andai saja Paschar tidak menceritakan perasaan atau menukar sayapnya pada Dewa, dia tidak akan berakhir dengan cara mengenaskan. Dari cerita Paschar, banyak orang yang memilih untuk menyembunyikan perasaan mereka. Selain karena tidak ingin berakhir tragis, mereka juga ingin jadi seperti Paschar, membiarkan seseorang yang dicintainya hidup bahagia walau tak bersamanya."

Georgia sudah tertidur ketika cerita Adam sudah berakhir. Akan tetapi hal itu tak membuat Adam menghentikan permaian gitarnya. Well, cerita Paschar adalah penggambaran tentang dirinya saat ini. Adam hanya bisa diam ketika gadis yang ia cintai sedang bahagia bersama orang lain.

"The arms that hold you when the cold sets in. But I'm glad you found the one that you're happy with, whoever he is."

Adam ingin sekali bisa memeluk Georgia dikala sakit seperti ini. Mengusap rambut indahnya dengan gerakan lembut hingga dia tertidur. Namun Adam masih punya batasan. Jangankan mengusap rambutnya secara diam-diam, memindahkan Georgia ke kamar saja Adam masih terlalu ragu.

"Nate, don't leave me."

Adam meletakkan kembali gitarnya ketika mendengar Georgia mengingau. Meski menyebut nama Nathan, Adam tidak tahu gadis itu sedang bermimpi indah atau buruk. Adam pria bodoh yang tidak tahu jika teman kecilnya ini sering melamun dalam beberapa waktu terakhir. Sayangnya dibanding bertanya tentang apa yang terjadi, Adam lebih suka untuk tetap bungkam.

Selama ini Adam menolak mendengar cerita mengenai pertengkaran Georgia dan Nathan bukan karena ia tidak ingin peduli. Adam tahu dirinya bisa saja buta akan permasalahan yang ada karena terlalu mencintai Georgia. Mendengarnya mungkin akan membuat Adam merasakan hal yang sama. Adam tidak ingin membenci Nathan karena cerita Georgia dan berujung merusak hubungan mereka.

Apa pun yang terjadi saat ini, selama Nathan tidak membuat tubuh Georgia terluka, maka Adam tidak akan main tangan. Jika Nathan berselingkuh, Adam hanya akan berdiri sebagai penguat untuk Georgia. Ia tidak akan pernah ikut campur.

Nathaniel Bayer : Kau masih di sana? Aku hampir tiba.

Adam Milbourne : Ya.

Adam mengambil barang-barangnya lalu bangkit dari sofa. Setelah kembali dari dokter, Adam menghubungi Nathan tentang keadaan Georgia. Nathan yang sebelumnya berada di Los Angeles, langsung berangkat ke San Francisco dan baru tiba malam ini.

Jika memang sedang bertengkar, mungkin setelah ini hubungan mereka akan membaik. Mungkin juga ini menjadi saat yang tepat bagi Adam untuk membuang jauh perasaannya. Georgia sudah cukup bahagia.

Disaat Adam membuka pintu apartemen untuk pulang, tanpa disangka ia sudah mendapati Nathan berdiri di hadapannya. Sial, Adam terlalu lama di dalam, padahal ia sedang tidak ingin bertemu dengan Nathan.

"Aku baru saja akan memasukkan password," ujar Nathan sebagai sapaan.

"Dia sudah tidur, namun masih di sofa."

Adam tidak tahu apa yang ada dipikiran Nathan saat ini. Tanpa aba-aba, laki-laki itu memeluk tubuhnya seraya memberi tepukan kecil di punggung.

"Terima kasih sudah memberi kabar dan menjanganya selama aku tidak ada. Kau tahu, dia beruntung punya teman sepertimu. Aku berharap dia juga bisa lebih beruntung dari saat ini. Apa pun yang terjadi, kuharap kau tidak pernah jauh darinya. Kau terlalu berarti bagi Georgia, percaya padaku."

"Masuklah. Tidak baik jika dia terlalu lama tidur di sofa. Aku harus pulang."

Nathan melepaskan pelukannya. "Hm. Hati-hati."

Adam menyeringai bersamaan dengan tubuhnya yang memasuki lift. Kau terlalu berarti bagi Georgia. Tentu saja dirinya berarti. Nathan pikir pertemanan yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun ini hanyalah omong kosong? Hubungan pertemanannya dengan Georgia tidak sedangkal itu.

To Be Continued.

Hope you like it!

Terima kasih buat yang baca, vote, dan komentar. Have a nice day. See u on next part.

[28/10/2020]

-findgilinsky-

Selamat hari sumpah pemuda!! Oh ya, misal ada kesalahan dari informasi di cerita aku, kalian bilang gapapa kok. Nanti bakal aku revisi.

Btw, aku lagi baik hati. Jadi ada bonus kecil. Nyesek banget jadi dia. Makanya aku kasih foto yang banyak hari ini. Biar seneng dulu. Menurut kalian aku tim Adam atau Nathan? Atau Georgia jomblo aja?

Continue Reading

You'll Also Like

1M 17.1K 9
Setelah membaca dengan teliti petunjuk cara menggunakan testpack yang ada di tangannya. Rea melangkahkan kaki menuju kamar mandinya. Memejamkan mata...
3.1M 30.9K 28
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
484K 61.2K 42
Kisah Sang Duke of Scarrborough dan pelayan muda Louise
470K 31.4K 76
Wynstelle Allard baru saja pindah dari Brooklyn ke Savannah untuk melarikan diri setelah menjadi selingkuhan tunangan atasannya. Ia tinggal di sebuah...